Hubungan Prancis dengan Tiongkok

Revisi sejak 6 Agustus 2021 02.00 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Kesalahan pranala pipa))

Hubungan Tiongkok-Prancis atau Hubungan Prancis-Tiongkok, mengacu pada hubungan antarnegara antara Tiongkok dengan Prancis (kerajaan atau sistem pemerintahan terbaru).

Hubungan Tiongkok-Prancis
Peta memperlihatkan lokasiChina and France

Tiongkok

Prancis
Hubungan Prancis dengan Tiongkok
Nama Tionghoa
Hanzi tradisional: 中法關係
Hanzi sederhana: 中法关系
Nama fr
fr: Relations franco-chinoises

Entitas "Tiongkok" dan "Prancis" telah berubah sepanjang sejarah, artikel ini akan membahas apa yang umumnya dianggap sebagai negara 'Prancis' dan negara 'Tiongkok' pada saat hubungan tersebut. Ada banyak hubungan politik, budaya dan ekonomi antara kedua negara sejak Abad Pertengahan. Rabban Bar Sauma dari Tiongkok mengunjungi Prancis dan bertemu dengan Raja Philippe IV dari Prancis. William dari Rubruck bertemu dengan perajin perak Prancis Guillaume Bouchier di kota Karakorum, Mongol.

Hubungan saat ini ditandai oleh status kekuatan regional masing-masing negara (di Uni Eropa untuk Prancis dan Asia bagi Tiongkok), serta status bersama mereka sebagai negara Ekonomi G20, anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan negara yang memiliki senjata nuklir yang diakui secara internasional. Perbedaan utama di antara kedua negara adalah pertanyaan soal Demokrasi dan Hak Asasi Manusia.

Hubungan Tiongkok-Prancis ditingkatkan menjadi “kemitraan strategis global” pada tahun 2004. Dialog strategis (sesi terakhir dari 23 hingga 24 Januari 2019), yang dimulai pada tahun 2001, membahas semua bidang kerja sama yang bertujuan untuk memperkuat dialog isu-isu global, seperti reformasi tata kelola ekonomi global, perubahan iklim dan krisis regional.[1]

Keretakan 2008

Pada tahun 2008, hubungan Tiongkok-Prancis sempat mengalami penurunan setelah insiden estafet obor Olimpiade Musim Panas 2008. Saat pembawa obor melewati Paris, para aktivis yang berjuang untuk kemerdekaan Tibet dan hak asasi manusia berulang kali berusaha untuk mengganggu, menghalangi atau menghentikan prosesi tersebut.[2] Pemerintah Tiongkok mengisyaratkan bahwa persahabatan Tiongkok-Prancis dapat terpengaruh,[3] sementara pengunjuk rasa Tiongkok mengorganisir gerakan memboikot jaringan ritel Carrefour milik Prancis di kota-kota besar Tiongkok termasuk Kunming, Hefei dan Wuhan.[4] Ratusan orang juga bergabung dalam demonstrasi anti-Prancis di kota-kota tersebut dan juga di Beijing.[5] Kedua pemerintah berusaha untuk menenangkan hubungan setelah terjadi demonstrasi. Presiden Prancis Nicolas Sarkozy menulis surat dukungan dan simpati kepada Jin Jing, atlet Tiongkok yang saat itu membawa obor Olimpiade.[6] Presiden Tiongkok Hu Jintao kemudian mengirim utusan khusus ke Prancis untuk membantu memperkuat hubungan.[7]

Namun, hubungan kedua negara kembali memburuk setelah Presiden Sarkozy bertemu dengan Dalai Lama di Polandia pada tahun 2009. Sebagai tanggapan, Perdana Menteri Tiongkok Wen Jiabao, tidak mengunjungi Prancis dalam turnya ke Eropa, asisten menteri luar negeri Tiongkok mengatakan tentang keretakan ini "Orang yang mengikat simpul harus menjadi orang yang melepaskannya."[8] Perdana Menteri Prancis Jean-Pierre Raffarin seperti yang dikutip dalam Le Monde mengatakan bahwa Prancis tidak berniat "mendorong terjadinya separatisme Tibet".[9]

Referensi