Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak

Revisi sejak 6 Agustus 2021 08.06 oleh TEKAB308 (bicara | kontrib) (Menyunting artikel)

Paksi Pak[1] artinya 4 (Empat) Tertinggi. Sedangkan Paksi Pak Sekala Brak adalah empat pemegang tertinggi di Kepaksian Sekala Brak nama ini mulai digunakan sejak Kedatangan AL-Mujahid dari Pasai pesisir pantai utara Sumatra, Sampainya-n di Pagaruyung, kemudia setelah berdirinya salah satu Kerajaan di Pagaruyung, dari Pagaruyung Empat Umpu beranjak ke Muko-Muko untuk menyebarkan agama Islam. Setelah itu Kerajaan Sekala Brak kuno ditaklukan oleh Empat Umpu yang menolak ajaran agama islam kemudian Kepaksian Sekala Brak kuno berubah menjadi Kepaksian Sekala Brak.

Kepaksian Sekala Brak adalah nama asli dari pada struktur organisasi yang berdiri sejak 29 Rajab 688 Hijriyah yang berada di Empat Titik Kebesaran Istana, di dalam perkembangan sejarah istilah sebutan struktur organisasi di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berkomitmen tentang keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai payung dari pada bangsa Indonesia dan simbol sebutan dari pada Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak adalah bagian dari pada pilar-pilar penguat kekokohan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara adminstratif kepemerintahan saat ini, lokasi Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak tersebut berada di wilayah Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung.

Empat Sultan Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak

Saat ini pada jaman Pra-sejarah di tahun 2021:

  1. Kepaksian dipimpin Paduka Yang Mulia Saibatin Puniakan Dalom Beliau Drs.H. Pangeran Edward Syah Pernong,S.H. gelar Sultan Sekala Brak Yang Dipertuan Ke-23 yang bertahta di Istana Gedung Dalom (Gedung Dalom).
  2. Paksi Buay Belunguh dipimpin Yang Mulia Yanuar Firmansya gelar Suttan Junjungan Sakti, bertahta di Lamban Gedung, Kenali.
  3. Kepaksian Nyerupa dipimpin Yang Mulia Salman Parsi gelar Sultan Piekulun Jayadiningrat, bertahta di Gedung Pakuon, Tampaksiring, Sukau. Kepaksian Nyerupa
  4. Paksi Buay Bejalan Diway dipimpin Yang Mulia Suttan Jaya Kesuma IV Salayar Akbar gelar Suttan Sekala Bekhak XX, bertahta di Lamban Dalom,[2] Kembahang.

Sebutan Kepaksian di tanah Lampung adalah milik mutlak dari pada Kepaksian Sekala Brak

Geografi

Secara geografis, Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak ini berada di dataran tertinggi di lemah Lampung (tanah Lampung) yang dalam bahasa Lampung nya berarti dataran terkhanggal di tanoh Lappung. Kawasan dataran tinggi tersebut diapit dua gunung:

  1. Gunung Pesagi, Pada jaman dahulu sebutan gunung pesagi ini adalah Bukit Sulang (Bukit Hematang Sulang).
  2. Gunung Seminung.

Sebagain masyarakat Lampung yang berasal dari dataran tinggi Bukit Sulang merupakan tempat asal-usul moyang Suku Lampung. Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak ini juga adalah sebagai simbol peradaban Adat, budaya dan eksistensi di tanah Lampung. Di dalam sejarah di dapat dari berbagai sumber bawasanya penyebutan nama tanah Lampung berasal dari lemah Lampung[3][4].

Jaman Paksi Pak Sekala Brak

Baca. "Paksi Pak Sekala Brak", "Kepaksian Sekala Brak".

Eksistensi Kepaksian Sekala Brak

Eksistensi Kepaksian Sekala Brak, tetap lestari hingga saat ini. Sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Paksi Pak Sekala Brak semata-mata melanjutkan kebesaran-kebesaran warisan budaya, tradisi adat, istiadat serta tata cara berkehidupan sosial oleh masyarakat yang merupakan warisan leluhur secara turun-temurun dari generasi ke generasi.[5][6]

Lihat pula

Pranala luar

Referensi

  1. ^ https://www.medinaslampungnews.co.id/tatanan-adat-paksi-pak-sekala-bekhak/
  2. ^ https://www.lampungbaratkab.go.id/detailpost/akmal-hadiri-tayuhan-agung-lamban-dalom-kembahang-paksi-buay-bejalan-di-way-bumi-skala-beghak
  3. ^ https://anakbuton.wordpress.com/2017/10/15/kitab-negarakertagama-teks-dan-terjemahan/
  4. ^ https://www.pedomanwisata.com/indonesia/lampung/gunung-pesagi-di-lampung-barat-gunung-tertinggi-di-provinsi-lampung-
  5. ^ https://pddi.lipi.go.id/sejarah-kesultanan-paksi-pak-sekala-brak/
  6. ^ https://harianmomentum.com/read/27725/paksi-pak-sekala-brak-simbol-eksistensi-budaya-lampung