Meranti
Meranti[1] atau seraya[2] (Shorea) adalah nama marga beranggotakan sekitar 194[3] spesies, terutama berupa pohon penghuni hutan tropika, dari suku Dipterocarpaceae. Marga ini dinamai demikian untuk menghormati Sir John Shore, Gubernur Jenderal British East India Company, 1793-1798.
Shorea
| |
---|---|
Shorea | |
Taksonomi | |
Kerajaan | Plantae |
Divisi | Tracheophytes |
Ordo | Malvales |
Famili | Dipterocarpaceae |
Genus | Shorea C.F.Gaertn., 1805 |
Tata nama | |
Dinamakan berdasarkan | John Shore, 1st Baron Teignmouth (en) |
Ex taxon author (en) | Roxb. |
Sections | |
|
Shorea menyebar terutama di Asia Tenggara; ke barat hingga Srilanka dan India utara, dan ke timur hingga Filipina dan Maluku. Marga ini tidak ditemukan di Nusa Tenggara, akan tetapi fosil kayunya didapati di sana.[3] Di wilayah Malesia, marga ini dijumpai hingga sebanyak 163 spesies,[3] dan umumnya mendominasi tajuk hutan hujan tropika. Pohon angiospermae tertinggi yang terdokumentasi di wilayah tropika adalah Shorea faguetiana setinggi 88,3m di Taman Nasional Perbukitan Tawau, di Sabah, dan di taman tersebut sekurangnya masih tercatat 5 spesies lain dari marga yang sama yang memiliki tinggi pohon mencapai lebih dari 80m, yakni S. argentifolia, S. gibbosa, S. johorensis, S. smithiana and S. superba.[4] Pulau Kalimantan juga merupakan pusat keragaman marga Shorea; sebanyak 138 spesiesnya didapati di sana, dan 91 di antaranya bersifat endemik.[5]
Biologi reproduksi
Kebanyakan Shorea merupakan spesies dengan musim perbungaan raya. Musim perbungaan raya adalah musim berbunga aneka (hampir semua) spesies dipterokarpa, bersama pohon-pohon suku tetumbuhan lainnya, yang berlangsung kurang lebih serentak secara berkala, dalam jangka waktu yang tidak teratur antara 3–10 tahun.[6] Diduga bahwa perbungaan, yang kemudian diikuti pula oleh perbuahan, serentak ini berevolusi untuk mengatasi gangguan hewan-hewan pemakan biji[7] atau untuk menyukseskan penyerbukan bunga.[6] Agaknya kedua-dua penjelasan itu dapat diterima.[8]
Para ahli memperkirakan bahwa perbungaan raya ini dirangsang oleh musim kemarau yang terjadi pada masa-masa peralihan dari La Niña menuju El Niño.[9] Besar atau tidaknya musim perbungaan raya ini diduga kuat bertalian dengan waktu terjadinya musim kemarau yang terkait fenomena siklus ENSO (El Niño southern oscillation); musim perbungaan terbesar biasanya muncul setelah diantarai waktu beberapa tahun tanpa perbungaan.[9]
Marga Shorea diserbuki oleh serangga dan aneka jenis serangga terlibat di sini; sementara untuk seksi Shorea yang sama (lihat: Klasifikasi Shorea) diserbuki oleh jenis serangga yang sama. Untuk menghindari kompetisi, jenis-jenis dari seksi Shorea yang sama yang berada pada habitat atau komunitas tumbuhan yang sama, akan mengatur saat perbungaannya sedemikian sehingga terjadi secara bergiliran.[10]
Manfaat ekonomi
Shorea adalah salah satu marga penghasil kayu-kayu dipterokarpa yang terpenting. Aneka jenis kayu meranti (meranti kuning, merah, dan putih), balau, bangkirai, balangeran dan lain-lain, tergabung di sini. Di samping itu, marga ini juga menghasilkan resin yang disebut damar dari berbagai kualitas; salah satu yang terbaik kualitasnya adalah damar mata kucing. Damar terutama digunakan dalam industri pernis dan cat, serta untuk pengolahan kimiawi lainnya.
Beberapa spesies Shorea menghasilkan tengkawang, yakni buah meranti-merantian yang besar dan berlemak. Setelah disalai agar awet, biji tengkawang dikempa untuk mengeluarkan minyaknya yang berharga tinggi. Minyak tengkawang digunakan dalam industri kosmetika dan makanan. Biji Shorea mengandung lemak yang lumayan (40-60 %) dan protein yang banyak (5-6 %). Dalam industri makanan, ia dipergunakan untuk menggantikan mentega coklat (cocoa butter). Selain itu pula, Shorea/tengkawang ini juga bahan untuk membuat sabun, dan obat-obatan. Diimpor ke Inggris, Belanda, dan Jepang dengan nama illipe nut. Pontianak dahulu dikenal sebagai kota pengekspor terbesar di Indonesia. Kayunya juga bermanfaat sebagai alat-alat rumah tangga.[11]
Ekologi
Ada sekitar 200 jenis tengkawang dalam genus Shorea. Di Jawa, Shorea spp. dicoba untuk ditumbuhkan oleh Lembaga Penelitian Hutan - LIPI di Haurbentes, Bogor. Sampai tahun 1981, tengkawang belum dibudidayakan. Shorea diperbanyak melalui biji dan berkecambah setelah 2-3 hari. Semaian yang sudah cukup kuat, ditanam di lapangan, ditanam dengan jarak 6 × 6 m dengan diberi lindungan. Tengkawang berbunga setiap tahun kecuali S. stenoptera yang dibudidayakan di Haurbentes. S. macrophylla berbuah mulai dari usia 26 tahun. S. stenoptera pada usia 9 tahun, dan berproduksi dengan baik setelah 12-13 tahun. Pada usia 2–6 m, ia sudah bisa berbunga di usia mudanya (1-2 tahun).[11]
Status konservasi
Eksploitasi hutan secara masif telah mengancam kelestarian marga ini di alam. Sebanyak 148 spesies Shorea telah tercatat dalam Daftar merah IUCN. Kebanyakan di antaranya tercantum dengan status kritis (CR, critically endangered).[12] Meski demikian, ada beberapa catatan kritis yang perlu diperhatikan sehubungan dengan daftar IUCN mengenai pohon-pohon dipterokarpa. Yang pertama adalah terkait dengan kriteria tingkat keterancaman spesies yang dibangun berdasarkan karakter populasi satwa, sehingga cenderung berlebihan dalam menilai ancaman tatkala diterapkan bagi organisme yang spesifik-habitat dan berumur panjang sebagaimana lazimnya pohon.[5] Selain itu, salah satu spesies yang dilaporkan telah punah menurut daftar tersebut, Shorea cuspidata, ternyata dilaporkan masih banyak terdapat di Taman Nasional Bako dan juga dijumpai di Taman Nasional Lambir.[5] Tingkat ancaman masing-masing spesies Shorea dapat dilihat pada artikel Klasifikasi Shorea.
Kategori Daftar merah IUCN | Jumlah spesies |
---|---|
Punah | 1 |
Kritis | 102 |
Terancam punah | 34 |
Rentan | 3 |
Berisiko rendah | 6 |
Kurang data | 2 |
Tidak dievaluasi | ~48 |
Referensi
- ^ "Arti kata Meranti". Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud. KBBI Daring. Diakses tanggal 22 Agustus 2021.
- ^ "Arti kata seraya". Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud. KBBI Daring. Diakses tanggal 22 Agustus 2021.
- ^ a b c Soerianegara, I. dan RHMJ. Lemmens (eds.). 2002. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 5(1): Pohon penghasil kayu perdagangan yang utama. PROSEA – Balai Pustaka. Jakarta. ISBN 979-666-308-2. Hal. 415-471
- ^ "Borneo". Eastern Native Tree Society. Diakses tanggal 2008-06-21.
- ^ a b c Ashton, P.S. Dipterocarpaceae. In Tree Flora of Sabah and Sarawak, Volume 5, 2004. Soepadmo, E., Saw, L.G. and Chung, R.C.K. eds. Government of Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia. ISBN 983-2181-59-3
- ^ a b Sakai, Shoko (1999). "Plant reproductive phenology over four years including an episode of general flowering in a lowland dipterocarp forest,Sarawak, Malaysia". American Journal of Botany. 86: 1414–1436. doi:10.2307/2656924. PMID 10523283. Diakses tanggal 2007-11-13.
- ^ Curren, Lisa M. (2000). "Vertebrate responses to spatiotemporal variation in seed production of mast-fruiting Dipterocarpaceae". Ecological Monographs. 70 (1): 101–128. Diakses tanggal 2007-11-13.
- ^ Maycock, Colin R. (2005). "Reproduction of dipterocarps during low intensity masting events in a Bornean rain forest". Journal of Vegetation Science. 16: 635–646. doi:10.1658/1100-9233(2005)016[0635:RODDLI]2.0.CO;2. Diakses tanggal 2007-11-13.
- ^ a b Sakai, Shoko (2006). "Irregular droughts trigger mass flowering in aseasonal tropical forests in Asia". American Journal of Botany. 93: 1134–1139. doi:10.3732/ajb.93.8.1134. Diakses tanggal 2007-11-13.
- ^ LaFrankie, James V. Jr. (1991). "Confirmation of Sequential Flowering in Shorea (Dipterocarpaceae)". Biotropica. 23 (2): 200–203. doi:10.2307/2388308. Diakses tanggal 2007-11-13.
- ^ a b Sastrpradja, Setijati; Danimihardja, Sarkat; Soejono, Roekmini; Soetjipto, Niniek Woelijarni; Prana, Made Sri (1981). Tanaman Industri. 10:120 – 121. Jakarta:LBN - LIPI bekerjasama dengan Balai Pustaka.
- ^ "The IUCN Red list of Threatened Species - Shorea search results". IUCN Redlist. Diakses tanggal 2007-11-12.