Sabah

negara bagian di Malaysia

Sabah, juga dikenal sebagai Sabah Negeri di Bawah Bayu (Tulisan Jawi: سابه نݢري دباوه بايو), adalah salah satu negara yang membentuk Federasi Malaysia bersama dengan Federasi Tanah Melayu, Negara Sarawak, dan Negara Singapura pada 16 September 1963. Sabah terletak di bagian utara pulau Borneo. Ibu kota Sabah adalah Kota Kinabalu, yang sebelumnya dikenal sebagai Jesselton. Kedudukan Sabah sangat strategis, terletak di bawah jalur angin monsun dan tidak pernah dilanda badai topan, kecuali beberapa badai tropis berskala kecil. Sabah adalah wilayah terbesar kedua di Malaysia. Luas wilayah Sabah mencapai sekitar 72.500 kilometer persegi, dan berbatasan dengan Wilayah Sarawak, serta terpisah dari Wilayah Federal Labuan di Malaysia. Selain itu, Sabah juga memiliki perbatasan darat internasional di bagian selatan dengan Provinsi Kalimantan Utara, serta perbatasan laut di utara dengan Laut Sulu, dan di barat dengan Laut China Selatan di Brunei dan Vietnam, dengan perkiraan garis pantai sepanjang 1.290–1.450 km. Sabah terletak di bagian paling utara Borneo, yang merupakan pulau terbesar ketiga di dunia. Sabah beriklim hutan hujan tropis dan memiliki gunung tertinggi di Asia Tenggara, Gunung Kinabalu, dengan ketinggian 4.101 meter, yang menjadi bagian dari kawasan Pegunungan Crocker. Jaringan pegunungan di Sabah—Crocker, Trusmadi, dan Witti—bergelombang di pedalaman dan mencakup banyak puncak dengan ketinggian antara 1.200 hingga 1.800 meter. Di antara Pegunungan Crocker dan laut di pantai barat terdapat dataran pantai yang luas dan padat penduduk; dataran lainnya seperti di Tenom, Tambunan, dan Keningau, terletak di pedalaman di antara pegunungan, sedangkan dataran rendah timur sebagian terbelah oleh penetrasi.

Sabah
Wilayah Sabah
نڬري سابه
Dari atas, kiri ke kanan:
Tugu Sompotan di Tambunan (alat musik khas Sabah), Dua Lepa (Perahu khas orang Bajau), Tawau, dan Kereta Api Beaufort Sabah
Bendera Sabah
Lambang kebesaran Sabah
Julukan: 
Negeri di Bawah Bayu[1]
Motto: 
Sabah Maju Jaya
Himne daerah: Sabah Tanah Airku
  Sabah di   Malaysia
Ibu kota
(dan kota terbesar)
Kota Kinabalu
Pemerintahan
 • Yang di-Pertua NegeriJuhar Mahiruddin
 • Ketua MenteriHajiji Noor
Luas
 • Total72.500 km2 (28,000 sq mi)
Ketinggian
125,8 m (413 ft)
Ketinggian tertinggi4,095 m (13,435 ft)
Ketinggian terendah0 m (0 ft)
Populasi
 (2020)[2]
 • Total3.418.785
 • Kepadatan47/km2 (120/sq mi)
DemonimSabahan
Indeks Negara Bagian
 • IPM (2018)Kenaikan 0.704 (tinggi) (ke-15)[3]
 • PDB (2019)Kenaikan RM 98,883 miliar ($24,226 miliar) (ke-5)[4]
 • Per kapita (2019)Kenaikan RM 25.326 ($6.204) (ke-13)[4]
Zona waktuUTC+8 (MST)
Kode pos
88xxx to 91xxx
Kode area telepon087 (Distrik Dalam)
088 (Kota Kinabalu & Kudat)
089 (Lahad Datu, Sandakan & Tawau)
Pelat kendaraanSA,SAA,SAB (Kota Kinabalu & Kota Belud)
SB (Beaufort)
SD (Lahad Datu)
SK (Kudat)
SS (Sandakan)
ST (Tawau)
SU (Keningau)
Nama sebelumnyaBorneo Utara
Kesultanan Bruneiabad ke-15[5]
Kesultanan Sulu (sebagian kecil pesisir Sabah Timur)1658
Borneo Utara Britania Raya1882
Masa Pendudukan Jepang1941–1945
Koloni Kerajaan Inggris1946
Pemerintahan sendiri31 Agustus 1963[6][7]
Penyatuan dengan Federasi Malaya untuk membentuk Malaysia[8]16 September 1963[9]
Situs webwww.sabah.gov.my

Sabah pernah dikenal sebagai Negara Borneo Utara (State of North Borneo) selama masa penjajahan Inggris hingga tahun 1963. Memiliki sejarah masa lalu tersendiri, bahkan terhubung dengan sejarah Brunei-Filipina. Wilayah ini pernah dimiliki sebagai bagian dari Kesultanan Srivijaya, Majapahit, Brunei, Sulu sebelum pemerintahan kolonial Inggris (SBUB dan Pemerintahan Koloni Inggris) dan Jepang selama Perang Dunia Kedua. Sekarang, menjadi bagian dari Negara Federasi Malaysia.

Wilayah Sabah menganut sistem demokrasi berkonstitusi sejak pemerintahan sendiri pada tahun 1963. Dengan badan legislatif negara bagian sendiri, kepala negara adalah Yang di-Pertua Negeri Sabah (dulu Gubernur Sabah), Kepala Menteri sebagai kepala pemerintahan di Sabah, dan dibantu oleh Dewan Menterinya. Sabah juga merupakan salah satu dari empat wilayah (dua di antaranya adalah negara bagian di Semenanjung) di Malaysia yang tidak memiliki sultan atau raja di tingkat wilayah. Berpedoman pada sistem Westminster yang diwariskan pemerintahan Inggris, dan juga salah satu wilayah pertama yang mengadopsi sistem ini. Sabah memiliki 5 wilayah administratif dan 27 distrik. Bahasa Melayu adalah bahasa nasional, diikuti oleh Bahasa Inggris sebagai bahasa resmi di Sabah.

Penduduk Sabah, atau sering disebut sebagai Sabahan, terdiri dari 33 kelompok pribumi (bumiputera Sabah) yang berkomunikasi dalam lebih dari 50 bahasa dan 80 dialek etnik. Terdapat satu dialek Melayu yang digunakan yaitu Bahasa Melayu Sabah. Kelompok etnik terbesar di Sabah adalah Kadazan-Dusun yang mencakup hampir 30% penduduk Sabah. Pesta Kaamatan yang dirayakan pada 30 dan 31 Mei setiap tahun adalah perayaan yang dirayakan oleh warga Kadazan-Dusun dengan tujuan untuk menjaga tradisi semangat padi atau "Bambarayon" serta mengungkapkan rasa syukur mereka karena hasil panen yang melimpah. Etnik utama lainnya di Sabah adalah Bajau Samah, dan Murut, yaitu orang-orang bukit dan pemburu kepala pada masa lalu, yang merupakan kelompok etnik kedua dan ketiga terbesar di wilayah Sabah. Suku-suku lainnya di Sabah termasuk Bajau, Iranun, Melayu Brunei, Banjar, Bugis, Kedayan, Lotud, Lundayeh, Rungus, Spanyol, Minokok, Bonggi, dan Ida'an. Selain itu, bangsa Cina atau campuran Cina-Dusun (Sino/Sino-native) juga menjadi kelompok utama pribumi di Wilayah Sabah.

Etimologi

sunting

Asal mula nama Sabah masih belum jelas, dan banyak teori yang muncul. Salah satu teori adalah bahwa pada masa Sabah merupakan bagian dari Kesultanan Brunei, di daerah pantai wilayah tersebut banyak ditemukan pisang saba (dikenal juga dengan nama pisang menurun)[10] yang tumbuh secara luas dan populer di Brunei.[11] Suku Bajau menyebutnya pisang jaba.[11] Nama Saba juga merujuk pada salah satu varietas pisang dalam bahasa Tagalog dan Visaya. Selain itu, dalam bahasa Visaya kata itu juga berarti "bising".[12] Mungkin karena dialek, kata Saba diucapkan Sabah oleh masyarakat lokal.[10]

Saat Brunei menjadi salah satu negara vasal Majapahit, naskah berbahasa Jawa Kuno Kakawin Nagarakretagama karya Empu Prapañca menyebut wilayah yang kini Sabah dengan nama Seludang.[6][10] Sementara itu, meskipun Tiongkok telah berkait dengan Pulau Borneo sejak zaman Dinasti Han,[13][14] mereka tidak memiliki nama khusus untuk wilayah itu. Baru pada masa Dinasti Song, mereka menyebut Borneo dengan nama Po Ni (disebut juga Bo Ni), yang merupakan nama yang sama yang merujuk pada Kesultanan Brunei pada saat itu.[12] Karena lokasi Sabah berhubungan dengan Brunei, terkesan bahwa Sabah adalah sebuah kata dalam bahasa Melayu Brunei yang berarti hulu atau "di arah utara".[15][16] Karena lokasi Sabah berkaitan dengan Brunei, "Sabah" adalah suatu kata dalam bahasa Melayu Brunei yang berarti hulu atau "di arah utara".[17][18] Teori lain menyatakan bahwa nama itu berasal dari kata dalam bahasa Melayu sabak yang berarti tempat gula aren diekstrak. Sabah juga merupakan satu kata dalam bahasa Arab yang berarti matahari terbit. Banyaknya teori menyebabkan asal mula sebenarnya dari nama Sabah sulit ditentukan.[19]

Sejarah

sunting

Prasejarah

sunting
 
Gua Madai

Bukti sejarah paling awal yang menunjukkan kehidupan manusia di wilayah ini adalah ditemukannya peralatan batu dan sisa-sisa makanan dari ekskavasi di sepanjang wilayah Teluk Darvel di gua Madai-Baturong dekat Sungai Tingkayu yang diperkirakan berasal dari 20.000-30.000 tahun yang lalu.[20] Manusia pertama di wilayah itu diduga menyerupai orang Aborigin Australia, tetapi alasan hilangnya keberadaan mereka tidak diketahui.[21] Tahun 2003, beberapa arkeolog menemukan Lembah Mansuli di distrik Lahad Datu yang menunjukkan sejarah Sabah 235.000 tahun yang lalu.[22] Migrasi Mongoloid pertama ke selatan terjadi sekitar 5.000 tahun yang lalu,[21] dibuktikan dari ditemukannya situs arkeologi di Bukit Tengkorak, Semporna yang terkenal karena menjadi tempat pembuatan tembikar terbesar di Asia Tenggara pada zaman Neolitikum.[23][24] Beberapa antropolog, seperti S.G. Tan dan Thomas R. Williams, meyakini bahwa ras Mongoloid tersebut (kini adalah orang Kadazan-Dusun, Murut, Orang Sungai, dll.)[21] berasal dari Tiongkok Selatan dan Vietnam Utara serta merupakan kerabat dekat dari sejumlah suku pribumi di Filipina dan Formosa (Taiwan), serta Sarawak dan wilayah lain di Kalimantan.[25][26][27]

Kesultanan Brunei dan Sulu

sunting

Pada abad ke-7 Masehi, sebuah negeri jajahan Sriwijaya bernama Wijayapura diperkirakan berada di barat laut Borneo.[28] Berdasarkan kitab berbahasa Tionghoa Taiping Huanyu Ji, kerajaan pertama di wilayah itu adalah Po Ni yang diduga berdiri pada awal abad ke-9.[29] Diyakini bahwa Po Ni berada di mulut Sungai Brunei dan merupakan cikal bakal Kesultanan Brunei.[30] Pada abad ke-14, menjadi negara vasal Majapahit, tetapi tahun 1370 kesetiannya beralih ke Dinasti Ming dari Tiongkok.[31] Maharaja Karna dari Borneo kemudian melakukan kunjungan ke Beijing bersama keluarganya hingga ia mangkat.[32] Ia digantikan oleh putranya Hiawang yang setuju untuk mengirimkan upeti ke Tiongkok sekali setiap tiga tahun.[31] Sejak itu, Kapal jung Tiongkok datang ke utara Borneo dengan kargo berupa rempah-rempah, sarang burung, sirip hiu, kapur barus, rotan, dan mutiara. Banyak pedagang Tionghoa akhirnya tinggal dan menetap di Sungai Kinabatangan berdasarkan catatan sejarah Brunei dan Sulu.[31][33] Saudara perempuan Gubernur permukiman Tionghoa, Huang Senping (Ong Sum Ping) kemudian menikah dengan Muhammad Shah (pendiri Kesultanan Brunei setelah memeluk agama Islam).[31] Mungkin karena hubungan ini, sebuah tempat pemakaman dengan 2.000 peti mati dari kayu yang diestimasikan berusia 1.000 tahun ditemukan di Gua Agop Batu Tulug, juga di daerah Kinabatangan.[34] Budaya pemakaman tersebut diyakini dibawa oleh para pedagang dari Tiongkok Daratan dan Indochina ke Borneo utara karena peti mati-peti mati kayu yang sejenis ditemukan juga di negara-negara di wilayah tersebut.[34] Selain itu, ditemukan pula nekara di Bukit Timbang Dayang di Pulau Banggi yang berasal dari 2.000–2.500 tahun yang lalu.[21][35]

 
Wilayah Kesultanan Brunei pada abad ke-15

Pada masa kekuasaan sultan kelima, yaitu Sultan Bolkiah, antara 1485–1524, thalasokrasi kesultanan meluas ke luar wilayah Borneo utara dan Kepulauan Sulu, sejauh Kota Seludong (sekarang Manila) dengan pengaruhnya mencapai Banjarmasin,[36] yang memperoleh keuntungan dari perdagangan maritim setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis.[37][38] Banyak orang Brunei pindah ke wilayah ini pada saat itu, meskipun perpindahan telah dimulai sejak abad ke-15 setelah Brunei menaklukkan teritori itu.[39] Kesultanan Brunei mulai mengalami kemunduran akibat perselisihan internal, perang saudara, perampokan/pembajakan, dan munculnya imperialisme barat. Bangsa Eropa pertama yang datang ke Brunei adalah Portugis, yang menggambarkan ibu kota Brunei pada saat itu dikelilingi oleh tembok batu.[37] Diikuti oleh Spanyol segera setelah Fernando de Magelhaens meninggal tahun 1521, ketika mereka berlayar ke Pulau Balambangan dan Banggi di ujung utara Borneo yang kemudian menjadi pemicu suatu konflik yang terkenal dengan nama Perang Kastila.[6][35][40] Sulu memperoleh kemerdekaan tahun 1578 dengan membentuk kesultanan sendiri dengan nama Kesultanan Sulu.[41]

 
Wilayah Kesultanan Sulu tahun 1822.

Ketika perang saudara pecah di Brunei antara Sultan Abdul Hakkul Mubin dan Muhyiddin, Sulu menuntut klaim mereka atas wilayah Brunei di utara Borneo.[40][42] Sulu mengklaim bahwa Sultan Muhyiddin telah berjanji untuk menyerahkan bagian utara dan timur Borneo pada mereka sebagai kompensasi atas bantuan mereka dalam menyelesaikan perang saudara.[40][43] Dalam praktiknya, wilayah itu tidak pernah diserahkan, tetapi Sulu tetap mengklaim wilayah tersebut sebagai milik mereka.[44] Pada saat itu Brunei tidak dapat berbuat banyak karena mereka semakin lemah setelah berperang dengan Spanyol dan wilayah di utara Borneo mulai berada di bawah pengaruh Kesultanan Sulu.[40][43] Pelaut-pelaut suku Bajau, Suluk, dan orang Lanun kemudian mulai menetap di pesisir utara dan timur Borneo.[45] Karena Sulu juga terancam oleh kedatangan bangsa Spanyol, banyak orang Sulu yang melarikan diri dari koloni Spanyol di wilayah mereka.[46] Meskipun Kesultanan Brunei dan Sulu masing-masing menguasai pesisir barat dan timur Sabah, wilayah pedalaman masih merdeka dari keduanya.[47]

Geografi

sunting

Bagian barat Sabah umumnya adalah pegunungan, terdiri atas tiga gunung tertinggi di Malaysia. Jajaran gunung yang paling terkenal adalah Banjaran Crocker tempat berdirinya beberapa gunung dengan ketinggian antara 1.000 hingga 4.000 meter. Dengan tinggi 4.095 meter, gunung Kinabalu adalah gunung tertinggi di Kepulauan Melayu (tidak termasuk pulau Papua) dan tertinggi ke-10 di Asia Tenggara. Hutan-hutan di Sabah diklasifikasikan sebagai hutan hujan tropis dan memiliki beragam spesies tumbuhan dan hewan. Taman Nasional Kinabalu telah dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia pada tahun 2000 karena kekayaannya dalam keanekaragaman tumbuhan dikombinasikan dengan keunikan geologi, topografi, dan kondisi iklimnya.[48]

Berdiri dekat gunung Kinabalu adalah gunung Tambuyukon.[butuh rujukan] Ketinggian Gunung Tambuyukon mencapai 2.579 meter di atas permukaan laut.[49] Gunung Tambuyukon adalah gunung tertinggi ketiga di Malaysia.

Demografi

sunting
 
Masjid Kota Samporna, Sabah
 
Warga Sabah

Penduduk Sabah memiliki keberagaman etnis yang lebih beragam dibandingkan beberapa negara bagian di Malaysia. Data pada sensus Malaysia tahun 2020, etnis Bumiputera merupakan etnis mayoritas di Sabah, seperti orang Kadazan (Dusun), Bajau, dan Melayu. Kemudian selebihnya adalah orang Murut, dan bumiputera lainnya. Penduduk Tionghoa juga memiliki jumlah yang signifikan di Sabah, banyak berada di Kota Kinabalu, dan daerah lainnya. Warga negara asing atau bukan warga Malaysia di Sabah 23,71% dari seluruh penduduknya pada tahun 2020.[50]

Berikut adalah banyaknya penduduk Sabah berdasarkan etnis, menurut data sensus Malaysia tahun 2020;[50]

Penduduk berdasarkan etnis di Sabah (2020)
No Etnis Sensus Malaysia 2020
Jumlah %
1 Kadazan 660.777 19,33%
2 Bajau 565.499 16,54%
3 Melayu 307.494 8,99%
4 Murut 106.468 3,11%
5 Bumiputera lainnya 673.233 19,69%
6 Tionghoa 248.920 7,28%
7 India 5.962 0,18%
8 Etnis lain 39.989 1,17%
9 Bukan Warga Malaysia 810.443 23,71%
Sabah 3.418.785 100%
 
Gereja Katedral Kota Kinabalu, Sabah
 
Vihara Fuk Tek Kung, Kudat - Sabah

Agama Islam merupakan agama terbesar di Sabah dengan jumlah pengikut mencapai 69,59% (2020). Agama ini dianut oleh orang Melayu dan Bumiputera lainnya. Agama-agama lain yang dianut di Sabah adalah Kristen, umumnya dianut warga Bumiputera dan Tionghoa. Kemudian agama Hindu (terutama di kalangan kaum India), Buddha (terutama di kalangan orang Tionghoa).[51]

Berikut adalah banyaknya penduduk Sabah menurut agama yang dianut, berdasarkan data sensus Malaysia 2020:[50]

Penduduk berdasarkan agama di Sabah (2020)
No Agama Sensus Malaysia 2020
Jumlah %
1 Islam 2.379.216 69,59%
2 Kristen 843.734 24,68%
3 Buddha 173.241 5,07%
4 Hindu 4.948 0,14%
5 Agama lainnya 3.772 0,11%
6 Tanpa agama 10.300 0,30%
7 Tidak diketahui 3.574 0,10%
Sabah 3.418.785 100%

Referensi

sunting
  1. ^ "Mengenai Sabah (About Sabah)" (dalam bahasa bahasa Melayu). Sabah State Government. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-05-19. Diakses tanggal 19-05-2016. 
  2. ^ "Population by States and Ethnic Group". Department of Information, Ministry of Communications and Multimedia, Malaysia. 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-02-12. Diakses tanggal 12-02-2015. 
  3. ^ "Subnational Human Development Index (2.1) [Sabah – Malaysia]". Global Data Lab of Institute for Management Research, Radboud University. Diakses tanggal 12 November 2018. 
  4. ^ a b "Department of Statistics Malaysia Official Portal". www.dosm.gov.my. Diakses tanggal 2020-09-30. 
  5. ^ Rozan Yunos (21 September 2008). "How Brunei lost its northern province". The Brunei Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-06-17. Diakses tanggal 28 Oktober 2013. 
  6. ^ a b c Oxford Business Group. The Report: Sabah 2011 (dalam bahasa bahasa Inggris). Oxford Business Group. hlm. 10–133. ISBN 978-1-907065-36-1. Diakses tanggal 26-05-2013. 
  7. ^ Frans Welman. Borneo Trilogy Volume 1: Sabah. Booksmango. hlm. 159–. ISBN 978-616-245-078-5. Diakses tanggal 28-05-2013. 
  8. ^ Malaysia Act 1963
  9. ^ "No. 10760: Agreement relating to Malaysia (between between United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland, and Federation of Malaya, North Borneo, Sarawak and Singapore" (pdf). United Nations Treaty Collection. United Nations. 1963. Diakses tanggal 22-01-2014. 
  10. ^ a b c "Origin of Place Names – Sabah". National Library of Malaysia. 2000. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-02-09. Diakses tanggal 03-06-2010. 
  11. ^ a b Zakiah Hanum (1989). Asal usul negeri-negeri di Malaysia (dalam bahasa Malay). Times Books International. ISBN 978-9971-65-467-2. 
  12. ^ a b Danny Wong Tze Ken (2015). "The Name of Sabah and the Sustaining of a New Identity in a New Nation" (PDF). University of Malaya Repository. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25-02-2016. Diakses tanggal 25-02-2016. 
  13. ^ Danny Wong Tze Ken (1999). "Chinese Migration to Sabah Before the Second World War". Persée. hlm. 31–158. Diakses tanggal 06-06-2016. 
  14. ^ Wan Kong Ann; Victor H. Mair; Paula Roberts; Mark Swofford (April 2013). "Examining the Connection Between Ancient China and Borneo Through Santubong Archaeological Sites" (PDF). Tsinghua University and Department of East Asian Languages and Civilizations, University of Pennsylvania. Sino-Platonic Papers. ISSN 2157-9687. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-05-14. Diakses tanggal 14-05-2016. 
  15. ^ Allen R. Maxwell (1981–1982). The Origin of the name 'Sabah'. Sabah Society Journal. VII. 
  16. ^ W. H. Treacher (1891). "British Borneo: Sketches of Brunai, Sarawak, Labuan, and North Borneo". The Project Gutenberg eBook: 95. Diakses tanggal 15-10-2009. 
  17. ^ Allen R. Maxwell (1981–1982). "The Origin of the name 'Sabah'". Sabah Society Journal. VII (No. 2). 
  18. ^ W. H. Treacher (1891). "British Borneo: Sketches of Brunai, Sarawak, Labuan, and North Borneo". The Project Gutenberg eBook: 95. Diakses tanggal 15-10-2009. 
  19. ^ Kaur, Jaswinder (16-09-2008). "Getting to Root of the Name Sabah". New Straits Times. 
  20. ^ Kathy MacKinnon (1996). The Ecology of Kalimantan (dalam bahasa bahasa Inggris). Periplus Editions. hlm. 55–57. ISBN 978-0-945971-73-3. Since 1980, the Sabah Museum staff have carried out excavations in the Madai and Baturong limestone massifs, at caves and open sites dated back 30,000 years. Baturong is surrounded by large area of alluvial deposits, formed by the damming of the Tingkayu River by a lava flow. The Tingkayu stone industry shows a unique level of skills for its period. The remains of many mammals, snakes, and tortoises were found, all food items collected by early occupants of the rock shelters. 
  21. ^ a b c d "About Sabah". Sabah Tourism Promotion Corporation and Sabah State Museum. Sabah Education Department. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-05-15. Diakses tanggal 15-05-2016. 
  22. ^ Durie Rainer Fong (10-04-2012). "Archaeologists hit 'gold' at Mansuli". The Star. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30-10-2014. Diakses tanggal 26-04-2016. 
  23. ^ Stephen Chia (2008). "Prehistoric Sites and Research in Semporna, Sabah, Malaysia". Centre for Archaeological Research Malaysia, University of Science, Malaysia. Bulletin of the Society for East Asian Archaeology. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-05-23. Diakses tanggal 23-05-2016. 
  24. ^ "Bukit Tengkorak Archaeological Sites, Semporna". Sabah Museum Department. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-25. Diakses tanggal 26-04-2016. 
  25. ^ Thomas R. Williams (September 1968). "Ethnographic Research in northern Borneo". University of Sydney. Wiley Online Library. doi:10.1002/j.1834-4461.1968.tb00985.x. Diakses tanggal 15-05-2016. 
  26. ^ S.G. Tan (3 January 1979). "Genetic Relationship between Kadazans and Fifteen other Southeast Asian Races" (PDF). Department of Biology, Faculty of Science and Environmental Studies, Universiti Pertanian Malaysia. CORE Repository. hlm. 28 (1/4). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-05-15. Diakses tanggal 15-05-2016. 
  27. ^ S. W. Ballinger; Theodore G. Schurr; Antonio Torroni; Y. Y. Gan; J. A. Hodge; K. Hassan; K. H. Chens; Douglas C. Wallace (29-08-1991). "Southeast Asian Mitochondrial DNA Analysis Reveals Genetic Continuity of Ancient Mongoloid Migrations" (PDF). Departments of Biochemistry, Pediatrics, and Anthropology, Emory University School Medicine, Department of Biotechnology, Universiti Pertanian Malaysia, Institute of Medical Research, Kuala Lumpur and Department of Mathematics, University of California. CORE Repository. hlm. 144 (6/14). Diakses tanggal 15-05-2016. 
  28. ^ Wendy Hutton (November 2000). Adventure Guides: East Malaysia. Tuttle Publishing. hlm. 31–57. ISBN 978-962-593-180-7. Diakses tanggal 26-05-2013. 
  29. ^ Johannes L. Kurz. "Boni in Chinese Sources: Translations of Relevant Texts from the Song to the Qing Dynasties" (PDF). Universiti Brunei Darussalam. National University of Singapore. hlm. 1. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-05-22. Diakses tanggal 01-06-2014. 
  30. ^ Barbara Watson Andaya; Leonard Y. Andaya (15-09-1984). A History of Malaysia. Palgrave Macmillan. hlm. 57–. ISBN 978-0-312-38121-9. Diakses tanggal 26-05-2013. 
  31. ^ a b c d Mohammad Al-Mahdi Tan Kho; Hurng-yu Chen (Juli 2014). "Malaysia-Philippines Territorial Dispute: The Sabah Case" (PDF). National Chengchi University. NCCU Institutional Repository. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-05-09. Diakses tanggal 09-05-2016. 
  32. ^ Shih-shan Henry Tsai (1996). The Eunuchs in the Ming Dynasty. SUNY Press. hlm. 152–. ISBN 978-0-7914-2687-6. 
  33. ^ "History of Sabah". Sabah Education Department. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-05-14. Diakses tanggal 14 May 2016. 
  34. ^ a b Haslin Gaffor (10-04-2007). "Coffins dating back 1,000 years are found in the Kinabatangan Valley". Bernama. The Star. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-05-15. Diakses tanggal 15-05-2016. 
  35. ^ a b Keat Gin Ooi (2015). Brunei: History, Islam, Society and Contemporary Issues. Routledge. hlm. 22–110. ISBN 978-1-317-65998-3. 
  36. ^ Graham Saunders (2002). A history of Brunei. Routledge. hlm. 40–. ISBN 978-0-7007-1698-2. Diakses tanggal 26-05-2013. 
  37. ^ a b P. M. Holt; Ann K. S. Lambton; Bernard Lewis (21-04-1977). The Cambridge History of Islam: Volume 2A, The Indian Sub-Continent, South-East Asia, Africa and the Muslim West (dalam bahasa bahasa Inggris). Cambridge University Press. hlm. 129–. ISBN 978-0-521-29137-8. 
  38. ^ Barbara Watson Andaya; Leonard Y. Andaya (19-02-2015). A History of Early Modern Southeast Asia, 1400-1830 (dalam bahasa bahasa Inggris). Cambridge University Press. hlm. 159–. ISBN 978-0-521-88992-6. 
  39. ^ Rozan Yunos (24-10-2011). "In search of Brunei Malays outside Brunei". The Brunei Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-05-14. Diakses tanggal 28-12-2012. 
  40. ^ a b c d Jatswan S. Sidhu (22-12-2009). Historical Dictionary of Brunei Darussalam. Scarecrow Press. hlm. 53–. ISBN 978-0-8108-7078-9. 
  41. ^ Ring, Trudy; Salkin, Robert M; La Boda, Sharon (Januari 1996). International Dictionary of Historic Places: Asia and Oceania. Taylor & Francis. hlm. 160–. ISBN 978-1-884964-04-6. 
  42. ^ Eko Prayitno Joko. "Isu Pemilikan Wilayah Pantai Timur Sabah: Satu Penulusuran daripada Sumber Sejarah" (PDF) (dalam bahasa bahasa Malaysia dan Inggris). Universiti Malaysia Sabah. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-05-19. Diakses tanggal 19-05-2016. 
  43. ^ a b B. A. Hussainmiya (2006). "Brunei Revival of 1906 - A Popular History" (PDF). Universiti Brunei Darussalam. ISBN 99917-32-15-2. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-09-12. Diakses tanggal 09-05-2016. 
  44. ^ Rozan Yunos (07-03-2013). "Sabah and the Sulu claims". The Brunei Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17-06-2014. Diakses tanggal 20-09-2013. 
  45. ^ James Francis Warren (Januari 2002). Iranun and Balangingi: globalization, maritime raiding and the birth of ethnicity. NUS Press. hlm. 409–. ISBN 978-9971-69-242-1. 
  46. ^ Mencari Indonesia: demografi-politik pasca-Soeharto. Yayasan Obor Indonesia. 2007. hlm. 123–. ISBN 978-979-799-083-1. 
  47. ^ Ranjit Singh (2000). The Making of Sabah, 1865-1941: The Dynamics of Indigenous Society. University of Malaya Press. ISBN 978-983-100-095-3. 
  48. ^ "Kinabalu Park – Justification for inscription". UNESCO World Heritage Centre. Diakses tanggal 24 Juni 2007. 
  49. ^ van der Ent, A., dkk. (2016). "Vegetation on ultramafic edaphic 'islands' in Kinabalu Park (Sabah, Malaysia) in relation to soil chemistry and elevation" (PDF). Plant Soil (dalam bahasa Inggris). Halaman kedua. doi:10.1007/s11104-016-2831-3. 
  50. ^ a b c "Taburan Penduduk dan Ciri-ciri Asas Demografi" (PDF). Jabatan Perangkaan Malaysia. hlm. 51, 98-102. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 14 October 2022. Diakses tanggal 14 October 2022. 
  51. ^ "Religion by Location: Malaysia". Adherents.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-11-28. Diakses tanggal 2007-12-15. 

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting