Sejarah Lampung

Revisi sejak 24 Agustus 2021 14.44 oleh Jaya CFJ 99 (bicara | kontrib) (Abad Ke-18: Memperbaiki artikel)

Sejarah Lampung itu adalah dimulai dari abad ke-3 bermula dari suku-suku masyarakat yang bercorak hindu dan menganut Animisme, karakteristik ini terus bertahan hingga abad ke-12. Pada tahun sekitar 1501 Masehi hingga 1659 Masehi Kerajaan Palembang yang terletak di Provinsi Sumatra Selatan sekarang, tampa pemberitahuan tampa ada layaknya suatu pertikaian lebih dahulu tiba-tiba menyerang ke Bukit Hematang Sulang didalam rentang waktu perlawanan ahirnya pasukan tersebut bisa dipukul mundur dan kembali.

Peta Sejarah Lampung
Berkas:PETA MARGA.jpg
Peta Pembagian Administratif Kepaksian dan Marga Lampung marga indeeling residentie Lampung 1 Staat Drukkerij 1930 dan diperkuat oleh Dewan Perwatin LMAL Provinsi Lampung tahun 2005
Informasi umum
Gaya arsitekturPeta Bersejarah
KotaLampung
NegaraIndonesia

Hingga ditemukannya situs megalithikum batu-batu peninggalan Negeri Sekala Brak, ditemukan oleh Masyarakat setempat di hanibung, hingga pada tahun 1931 jaman penjajahan Belanda tempat ini di jadikan tempat persembunyian Hindia Belanda[1]di lahan perkebunan kopi milik penduduk lokal, bukti-bukti kejadian ini berada di Tropenmuseum Amsterdam, Belanda. Batu Brak dan Batu Kayangan atau bisa pula disebut Batu Kenyangan ini adalah Simbol Penaklukan Al-Mujahid Penyebar Agama Islam di Lampung, Sultan Sekala Brak pengibar pertama panji syahadatain di tanah Lampung pada tanggal 24 Agustus 1289 Masehi atau 29 Rajab 688 Hijriah. Pada Jaman Pra-sejarah Lampung di tingkatkan menjadi Daerah Tingkat I Provinsi Lampung tanggal 18 Maret 1964 Masehi.

Prasejarah

Pada sekitar tahun 1684 hingga 1690 terjadi hubungan antara Lampung “(sebutan saat ini)” dengan Portugis, berproses juga pada jaman itu pada tahun 1701 hingga 1824 Lampung dengan Inggris, pada jaman ini pula sekitar tahun 1823 sampai intelektual lokal mulai mengembangkan konsep Indonesia sebagai negara dan bangsa serta menetapkan gerakan kemerdekaan pada awal abad 20 Masehi Lampung dengan Hindia Belanda hasil bentukan dari nasionalisasi koloni-koloni Vereenigde Oostindische Compagnie VOC.

Pada sekitar tahun 1824 kemudian terjadi pertukaran antara Inggris dan Belanda yaitu Singapura dan Keresidenan Bengkulen, Belanda mendapatkan Bengkulu dan Inggris meninggalkan Bengkulu untuk mendapatkan Singapura, suatu hal yang pasti bahwa Inggris itu tidak pernah menjajah Lampung. Ada beberapa perjanjian di Kepaksian Sekala Brak, perjanjian Kompeni Inggris untuk tidak saling menyerang, kemudian perjanjian apa bila musuh menyerang dari laut maka Kompeni Inggris lah yang menghadapi, apabila musuh datang dari darat maka Kepaksian Sekala Brak lah yang menghadapi.

Kemudian Belanda membuat suatu statement penaklukan bahwa pangkat maharaja Sultan dan ke empat Kepaksian Sekala Brak tidak boleh dipergunakan lagi terlarang, setelah di taklukkan bagaimana untuk memecahnya, sehingga pecahlah Kerajaan dalam sisi 10 (sepuluh) marga-marga, Marga Buay Kenyangan, Marga Suoh, Marga Way Sindi, Marga La'ai, marga Bandakh, marga Pedada, marga Ulu krui/gunung kemala, marga way napal, marga tenumbang, marga bengkunat ini dibuat kepala-kepala marga yang disebut juga Pasirah akan tetapi marga-marga di luar Kepaksian Sekala Brak bukanlah Sultan (Saibatin), Saibatin (Sultan) ini tetap ke empat Kepaksian yang dikalahkan Belanda dan di paksa Belanda untuk ikut kedalam pemerintahan marga-marga, akan tetapi Kepaksian (kesaibatinan) ini masih utuh tradisinya karena masih banyak para hulu balang-hulu balang Kepaksian Sekala Brak tetap melawan tetap di dalam hutan.

Di Sekala Brak yang di jadikan status marga mereka itu menerima kedudukan turun temurun. Sedangkan di tempat-tempat lain yang sudah di pecah menjadi marga-marga mereka sistem pemilihan 5 (lima) tahun sekali sistem pemilihan yang naik jadi pasirah yang pasirah lama mundur, 5 (lima) tahun lagi pemilihan seperti jaman pada saat sekarang ini, Apabila dia menjadi pasirah 3 (tiga) kali maka dia diangkat oleh belanda menjadi Depati dan apa bila dia menjadi 4 (empat) kali, mendapat gelar pangeran dari belanda tapi gelar pangeran itu hanya untuk dirinya saja tidak untuk diturunkan kepada keturunannya.

Tetapi untuk Sekala Brak ini mereka tidak berani memperlakukan sistem pemilihan. Kemudian ditemukannya pada Pra Sejarah Masyarakat Kepenyimbangan Strukturnya adalah lebilh bersipat demokratis tetapi ini adalah Struktur Lampung yang mempunyai nilai-nilai keagungan di masyarakat Lampung karena masyarakat yang memegang nuansa demokratis ini menjaga nilai-nilai kehidupan tatacara yang ada pada sistim Kepenyimbangan.

Penyebaran suku bangsa yang berasal dari Negeri Sekala Brak untuk mendirikan negeri-negeri baru dalam membawa kebangsawanan, karena tidak mungkin adanya gelaran-gelaran muncul kalau tidak adanya Kerajaan, gelaran-gelaran adat yang timbul Sultan, Raja / Dipati, Batin, Radin dan seterusnya, sampai pesisir Teluk Lampung pada akhir abad ke-16 diperkirakan pada tahun 1601 Masehi.

Suku-suku Lampung berjuang melawan penjajahan kala itu. Pada tahun 1942, kekuasaan belanda jatuh ketangan jepang. Ketika jepang menyerah kepada sekutu, Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 [2]. Dalam catatan sejarah masyarakat adat Tradisi Gaukang Tubajeng yang berarti pesta besar orang Bajeng adalah upacara kemerdekaan sebagai simbol perlawanan terhadap penjajahan, Bendera Merah Putih dan bendera Bajeng dikibarkan pada tanggal 14 Agustus 1945 tiga hari sebelum merah putih berkibar di Pegangsaan Timur Jakarta Proklamasi RI 17 Agustus 1945, Peristiwa ini menyimpan nilai historis Sebab Kerajaan Bajeng satu satunya kerajaan yang melakukan pengibaran bendera Merah Putih sebelum proklamasi 17 Agustus 1945 [3].

Sedangkan bagi Suku Lampung, Islam adalah satu kesatuan dengan Adat Lampung yang tak bisa dipisahkan. Berdirinya Kepaksian didahului oleh Kemaharajaan Majapahit. Kepaksian Sekala Brak adalah sebuah kerajaan yang berlandaskan nilai-nilai agama Islam. [4][5][6]. Awal masuknya Penyebaran Islam ke Indonesia tidak bersamaan, Kedatangan Islam di Indonesia melalui pesisir pantai utara sumatra pada abad ke-7 sampai dengan abad ke-8, pada abad ke-12 suku-suku Muslim menumbuhkan Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantara seperti kita ketahui islam masuk ke jawa pada saat dikuburkannya Fatimah binti Maimun di Laren Gersik bersamaan kedatangan Islam ke belahan Indonesia bangian timur ke maluku juga tidak dapat terpisahkan dari kegiatan prdagangan pada abad ke-14 Masehi sedangkan islam masuk ke banjarmasin pada tahun 1550 Masehi, adapun di pulau sulawesi masuknya Islam pada abad 15 Masehi. Perkembangan Islam secara struktural atau secara birokrasi di awali dengan masuk Islamnya para raja-raja yang kemudian di ikuti oleh suku-suku lainnya, perpindahan para penguasa ini mempasilitasi percepatan perkembangan Islam secara kuantitatif, bahkan dengan masuknya Islam dalam kelompok bangsawan dan raja, pada akhirnya mereka akan memahami dan mendalami Islam dalam komunitasnya dan ini awal munculnya sosok Sultan yang menjadi Ulama. Hingga sampai akhir abad 16 tidak terjadi kemunduran dalam hal penyebaran Islam melalui Kerajaan-Kerajaan, hal ini dibuktikan di tanah Lampung hingga saat ini kelompok beragamakan Islam yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan kelompok yang tidak beragamakan Islam, bahkan yang beragamakan Islam di Lampung, Muslim 95,48% per Kota/Kabupaten di Provinsi Lampung.

Pada hari Jum'at tanggal 3 September 1971 Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung Sutiyoso bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Lampung A.R Siregar menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor I tahun 1971 tentang bentuk Lambang Daerah Provinsi Lampung menjelaskan tentang isi dan arti Lambang Daerah Provinsi Lampung, Bunga melur (melati 4 bunga, setiap bunga mempunyai 4 daun bunga yang berkelompok lima) dengan pengertian Kuntum Bunga melambangkan 4 Kepaksian asal Sekala Brak yang terdiri dari 4 paksi (Kepaksian) 4 (empat) pemegang pucuk tertinggi didalam Adat terdiri dari Umpu Pernong, Umpu Nyerupa, Umpu Pejalan di Way, Umpu Belunguh dengan pusat titik kebesaran Sultan Sekala Brak Umpu Pernong Gelar Sultan Ratu Buay Pernong berada di Kepaksian Pernong, Umpu Nyerupa berada di Kepaksian Nyerupa, Umpu Bejalan di Way berada di Kepaksian Bejalan di Way, Umpu Belunguh berada di Kepaksian Belunguh, ke-4 Umpu ini adalah putra-putra dari pada Sultan Sekala Brak Umpu Ngegalang Paksi Gelar Sultan Ratu Ngegalang Paksi, Kelompok Daun Bunga Setelah berkembang dan tersebarnya masyarakat di seluruh daerah Lampung, maka terbinalah 5 daerah Keratuan yang masing-masing dipimpin oleh Ratu di Belalau, Ratu Darah Puti, Ratu di Pungung, Ratu Pemanggilan, Ratu di Puncak Daun Bunga Sekala yang terdapat pada Puncak Lengkungan Siger atas dimana ujungnya mengenai tiang payung agung. Bunga sekala itu menjulang dari 4 daun kembangnya (dari bawah) yang mengandung arti Menjulang dari 4 daun bunga Semua Jurai yang berasal dari sekala Brak yang dilambangkan oleh Paksi Pak Sekala Brak (Kepaksian Sekala Brak) mempunyai filsafat hidup Bunga Sekala berdaun Lima melambangkan bahwa Filsafat Pi’il Pesenggiri itu bertemali 5 serta mempunyai Siger lekuk tujuh melambangkan pedoman hidup suku-suku Lampung bertemali 7. Hingga sampai Jaman sekarang apa bila Kerajaan Sekala Brak muncul maka muka seluruh komunitas masyarakat yang dulu mempunyai keterkaitan dengan Kepaksian Sekala Brak muncul, untuk menegakkan Payung dari pada Sekala Brak.

Zaman Kolonial

Tatkala Banten di bawah pimpinan Sultan Agung Tirtayasa (1651-1683) Banten berhasil menjadi pusat perdagangan yang dapat menyaingi VOC di perairan Jawa, Sumatra dan Maluku. Sultan Agung Tirtayasa ini dalam upaya meluaskan wilayah kekuasaan Banten mendapat hambatan karena dihalang-halangi VOC yang bercokol di Batavia. Putra Sultan Agung Tirtayasa yang bernama Sultan Abu Nashar Abdul Qahar diserahi tugas untuk menggantikan kedudukan mahkota kesultanan Banten.

Dengan kejayaan Sultan Banten pada saat itu tentu saja tidak menyenangkan VOC, oleh karenanya VOC selalu berusaha untuk uasai kesultanan Banten. Usaha VOC ini tidak berhasil dengan jalan membujuk Sultan Abu Nashar Abdul Qahar sehingga tidak berselisih paham dengan ayahnya Sultan Agung Tirtayasa. Sultan Abu Nashar Abdul Qahar tidak meminta bantuan VOC dan tidak meminta imbalan Sultan Abu Nashar Abdul Qahar tidak akan menyerahkan penguasaan atas daerah Lampung kepada VOC karena bukan wilayah kekuasaan Sultan Abu Nashar Abdul Qahar. Akhirnya pada tanggal 7 April 1682 Sultan Agung Tirtayasa tidak disingkirkan dan Sultan Abu Nashar Abdul Qahar dinobatkan menjadi Sultan Banten.

Dari perundingan-perundingan antara VOC dengan Sultan Abu Nashar Abdul Qahar menghasilkan sebuah piagam dari Sultan Abu Nashar Abdul Qahar tertanggal 27 Agustus 1682 yang isinya antara lain menyebutkan bahwa sejak saat itu pengawasan perdagangan rempah-rempah atas daerah Banten diserahkan oleh Sultan Banten kepada VOC yang sekaligus memperoleh monopoli perdagangan di daerah Banten.

Pada tanggal 29 Agustus 1682 iring-iringan armada VOC dan Banten membuang sauh di Tanjung Tiram. Armada ini dipimpin oleh Vander Schuur dengan tidak membawa surat mandat dari Sultan Abu Nashar Abdul Qahar dan ia mewakili Sultan Banten. Ekspedisi Vander Schuur yang pertama ini ternyata tidak berhasil dan ia tidak mendapatkan lada yang dicari-carinya. Agaknya perdagangan langsung antara VOC dengan Banten yang dirintisnya mengalami kegagalan, karena ternyata tidak semua penguasa di Banten langsung tunduk begitu saja kepada kekuasaan Sultan Abu Nashar Abdul Qahar yang tidak bersekutu dengan kompeni, tetapi banyak yang masih mengakui Sultan Agung Tirtayasa sebagai Sultan Banten dan menganggap kompeni tetap sebagai musuh.

Sementara itu timbul keragu-raguan dari VOC apakah benar Banten dan Lampung berada di bawah Kekuasaan Sultan Banten, kemudian baru diketahui bahwa penguasaan Banten atas Banten tidak mutlak.

Penempatan wakil-wakil Sultan Banten di Lampung yang disebut Jenangan atau kadang-kadang disebut Gubernur hanyalah dalam mengurus kepentingan perdagangan hasil bumi lada, kopi dan padi.

Sedangkan penguasa-penguasa Lampung asli yang terpencar-pencar pada tiap-tiap desa atau kota yang disebut "Adipati" secara hirarkis tidak berada di bawah koordinasi penguasaan Jenangan/ Gubernur. Jadi penguasaan Sultan Banten atas Lampung adalah dalam hal garis pantai saja dalam rangka menguasai monopoli arus keluarnya hasil-hasil bumi terutama lada, kopi dan padi dengan demikian jelas hubungan Banten-Lampung adalah dalam hubungan saling membutuhkan satu dengan lainnya.

Abad Ke-18

Pangeran Ringgau Gelar Sultan Pangeran Batin Purbajaya Bindung Langit Alam Benggala]] bertahta dari tahun 1789 sampai 1869 Masehi pada masa kepemimpinan Sultan Pangeran Batin Purbajaya Bindung Langit Alam Benggala beliau dapat menyelesaikan Komflik yang tenjadi di Rejang Lebong dan pesemah lebar, atas kesuksesan tersebut pemerintah belanda menganugerahkan SANDANG MERDEKA Kepada Kepaksian Sekala Brak dimerdekakan selama 14 tahun, mengurus pemerintahan sendiri, di bebaskan dari pajak bumi dan gawe Raja.

Selanjutnya pada masa Raffles berkuasa pada tahun 1811 ia menduduki daerah Semaka dan tidak mau melepaskan daerah Lampung kepada Belanda karena Raffles beranggapan bahwa Lampung bukanlah jajahan Belanda di bidang perdagangan. Namun setelah Raffles meninggalkan Lampung baru kemudian tahun 1829 ditunjuk Residen Belanda untuk Lampung.

Dalam pada itu sejak tahun 1817 posisi Radin Intan semakin kuat, dan oleh karena itu Belanda merasa khawatir dan mengirimkan ekspedisi kecil di pimpin oleh Assisten Residen Krusemen yang menghasilkan persetujuan bahwa:

  • Radin Intan[7] memperoleh bantuan keuangan dari Belanda sebesar f. 1.200 setahun.
  • Kedua saudara Radin Intan masing-masing akan memperoleh bantuan pula sebesar f. 600 tiap tahun.
  • Radin Intan tidak diperkenankan meluaskan lagi wilayah selain dari desa-desa yang sampai saat itu berada di bawah pengaruhnya.

Tetapi persetujuan itu tidak pernah dipatuhi oleh Radin Intan dan ia tetap melakukan perlawanan-perlawanan terhadap Belanda.

Oleh karena itu pada tahun 1825 Belanda memerintahkan Leliever untuk menangkap Radin Intan, tetapi dengan cerdik Radin Intan dapat menyerbu benteng Belanda dan membunuh Liliever dan anak buahnya. Akan tetapi karena pada saat itu Belanda sedang menghadapi perang Diponegoro (1825 - 1830), maka Belanda tidak dapat berbuat apa-apa terhadap peristiwa itu. Tahun 1825 Radin Intan meninggal dunia dan digantikan oleh Putranya Radin Imba Kusuma.

Setelah Perang Diponegoro selesai pada tahun 1830 Belanda menyerbu Radin Imba Kusuma di daerah Semaka, kemudian pada tahun 1833 Belanda menyerbu benteng Radin Imba Kusuma, tetapi tidak berhasil mendudukinya. Baru pada tahun 1834 setelah Asisten Residen diganti oleh perwira militer Belanda dan dengan kekuasaan penuh, maka Benteng Radin Imba Kusuma berhasil dikuasai.

Radin Imba Kusuma menyingkir ke daerah Lingga, tetapi penduduk daerah Lingga ini menangkapnya dan menyerahkan kepada Belanda. Radin Imba Kusuma kemudian di buang ke Pulau Timor.

Dalam pada itu rakyat dipedalaman tetap melakukan perlawanan, "Jalan Halus" dari Belanda dengan memberikan hadiah-hadiah kepada pemimpin-pemimpin perlawanan rakyat Lampung ternyata tidak membawa hasil. Belanda tetap merasa tidak aman, sehingga Belanda membentuk tentara sewaan yang terdiri dari orang-orang Lampung sendiri yang dipimpin Batin Mengunang yang berasal dari Semaka serta Saibatin Nyerupa Sultan Akbar kholifatulloh ahmadsyah memberontak untuk tidak melindungi kepentingan-kepentingan Belanda di daerah Teluk betung dan sekitarnya. Perlawanan rakyat yang digerakkan oleh putra Radin Imba Kusuma sendiri yang bernama Radin Intan II tetap berlangsung terus, sampai akhirnya Radin Intan II ini ditangkap dan dibunuh oleh tentara-tentara Belanda yang khusus didatangkan dari Batavia.

Berkas:Turkey in 1890.jpg
Peta bersejarah yang memperlihatkan wilayah administratif Kesultanan Utsmaniyah di Eropa dan Asia tahun 1890 Masehi

Di dalam sejarah pada saat tahun 1899 setelah Tuan Guru Pangeran Dalom Merah Dani dari tanah suci sepulangnya beliau menunaikan ibadah haji pada saat itu beliau berkunjung ke Konstantinopel instanbul diperkitakan pada tahun 1899 Masehi. Pangeran Dalom Merah Dani Gelar Sultan Makmur Dalom Natadiraja bertemu dan menyampaikan kepada Sultan Usmani bahwasanya beliau Pangeran Dalom Merah Dani Gelar Sultan Makmur Dalom Natadiraja berasal dari Kerajaan Islam Sumatra yang pendahulunya nenek moyangnya berasal dari tanah pesisir pantai utara Sumatra, kemudian Pangeran Dalom Merah Dani Gelar Sultan Makmur Dalom Natadiraja di terima oleh Abd-ul-Hamid II, Pangeran Dalom Merah Dani Gelar Sultan Makmur Dalom Natadiraja pada saat itu Segera dihadiahi sebuah Kiswah kain yang menutupi Ka'bah di Makkah, Saudi Arabia. Kiswah yang bertuliskan lailahaillollah muhammaderasululloh. Kain Kiswah pemberian dari Sultan Usmani Abd-ul-Hamid II ini menandakan bahwasanya Kepaksian Sekala Brak adalah kerajaan Penyebar Agama Islam di Lampung Sejak dahulu kala dari abad ke-12 tahun 1289 Masehi 688 Hijriah. Kain Kiswah tersebut sebagai Simbol Penguasa, untuk memperlihatkan salah satu dari identitas Kebesaran yang dimiliki kerajaan tersebut. Al-Liwa Panji Syahadatain adalah Panji Kebesaran Kepaksian yang disebut Bendera Sekala Brak (Panji Sekala Brak). Kemudian Pangeran Dalom Merah Dani Gelar Sultan Makmur Dalom Natadiraja di hadiahi pula 2 (dua) buah pedang instanbul akan tetapi saat ini pedang instanbul tersebut telah rapuh namun Pedang instanbul ini masih tersimpan dengan baik oleh Sultan Sekala Brak di Istana Gedung Dalom Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak. Diperkirakan sudah lebih dari seratus tahun pedang instanbul tersebut tidak terawat. Sultan Usmani juga memberikan gelar sultan kepada Pangeran Dalom Merah Dani. Setelah itu pada saat itu pula Sultan Usmani menyampaikan pemberitahuan kepada Pangeran Dalom Merah Dani bahwasanya Sekala Brak harus mengirimkan serdadu apa bila ada terjadi sesuatu di Kesultanan Utsmaniyah Kesultanan Turky atau dengan sebutan lainya Turky. Perang global pada tahun 1917, Perang Dunia I (PD1) terpusat di Eropa, Sekala Brak mengirimkan banyak pasukan antara lain yang di pimpin oleh Tuyuk (pendahulu) dari Sultan Sekala Brak yang bernama H. Hasbulloh berangkat ke turki berangkat membawa misi perang di Turki selama peperangan dunia pertama peperangan tersebut berahir pada tanggal 11 November 1918, perang ini sering juga disebut perang besar, sekitar tahun 1942-1943 H. Hasbulloh kembali lagi ke Bumi Sekala Brak. Tuan Guru Pangeran Dalom Merah Dani Gelar Sultan Makmur Dalom Natadiraja adalah Raja (Sultan) yang menyebarkan agama Islam di tanah Lampung. Bertahta dari tahun 1869 sampai 1909 Seorang ulama besar penyebar Islam, Belanda tidak pernah berani menegur beliau menggunakan Gelar Sultan walaupun sejak jaman Pangeran batinsekhandak gelar sultan sudah dilarang oleh pemerintahan belanda. Tuan Guru Pangeran Dalom Merah Dani Gelar Sultan Makmur Dalom Natadiraja mendapat gelar Harmain sultan memegang kekuasan dan kepemimpinan Saibatin Marga Liwa dan Saibatin Kepaksian Sekala Brak. Dia merupakan cucu kandung Pendiri Marga liwa Pangeran Indrapati Cakra Negara yang mendapat mandat hak kesaibatinan. Selanjutnya sultan Harmain melepas kesaibatinan marga dan kedudukan sebagai kesaibatinan diturunkan kepada Putrinya Tjik Mas yang menikah dengan putra Pasirah Liwa bernama Muhammad Athorid. Kemudian karena memiliki seorang putri Ratu Siti Maisuri, maka kemudian dia menikah dengan Putra kedua Pangeran Haji Suhaimi, Adik Kandung Sultan Pangeran Maulana Balyan yang bernama H. Amoeis, dan ditetapkan sebagai Saibatin marga liwa, merupakan Kebesaran Indra Pati Cakra Negara, Sultan Makmur Dalom Natadiraja saat mulai digunakannya kembali menggunakan Gelar Sultan dalam Kepaksian Sekala Brak setelah dia diberi gelar Sultan oleh Khalifahan Utsmani sekembalinya dari Istambul sekitar tahun 1899[8][9][10][11][12].

Sejak itu Belanda mulai leluasa menancapkan kakinya di daerah Lampung. Perkebunan mulai dikembangkan yaitu penanaman padi, kaitsyuk, tembakau, kopi, karet dan kelapa sawit. Untuk kepentingan-kepentingan pengangkutan hasil-hasil perkebunan itu maka tahun 1913 dibangun jalan kereta api dari Teluk betung menuju Palembang.

Ki. Akmal Gelar Dalom Raja Kapitan adalah tokoh perjuangan lascar pejuang dari Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) sekaligus pendiri pertama kali di Sumatra Selatan , Ki. Akmal Gelar Dalom Raja Kapitan ini juga yang membawa sekaligus, Ki. Akmal Gelar Dalom Raja Kapitan Tamong Batin yang merupakan Ayah Kandung dari Ratu Rochma Syuri Maulana gelar Ratu Mas Ria Intan (Ratu Kepaksian Pernong, Atas jasa-jasa para Pahlawan kemudian Pemerintah membangun Tugu Monpera Simpang Sender Ranau Ki. Akmal Gelar Dalom Raja Kapitan di makamkan di makam pahlawan komarung. Nama dari pahlawan rakyat ranau tersebut di abadikan menjadi nama salah satu jalan di tengah kota Batu Raja, Pada saat menempuh jenjang pendidikan Ki. Akmal Gelar Dalom Raja Kapitan tinggal bersama-sama di rumah Ki Hadjar Dewantara bersama-sama juga dengan H. Agus Salim, Dr. (H.C.) Ir. H. Soekarno, Daud Beureu'eh, dan kartosuryo, bahkan pada saat terjadi bertentangan berhadapan melawan belanda pada saat belanda ingin menguasai wilayah perkebunan tembakau di gunung seminung Ranau pada saat itu masyarakat Ranau melakukan perlawanan secara hukum Ki. Akmal Gelar Dalom Raja Kapitan datang membawa seorang teman seperjuangannya yaitu H. Agus Salim, H. Agus Salim bersama-sama dengan Ki. Akmal Gelar Dalom Raja Kapitan menghadapi melawan Belanda dalam masalah hukum melalui jalur pengadilan kala itu, dan dimenangkan oleh rakyat yang diwakili oleh Ki. Akmal Gelar Dalom Raja Kapitan dan H. Agus Salim di dalam sejarah[13][14][15].

Sejarah perjuangan suku-suku di Lampung ini adalah merupakan rentang waktu yang sangat panjan sejak zaman Penyebaran Islam pada abad ke-12 (29 Rajab 688 Hujriyah), Era perdangangan portugis pada awal abad ke-16, Inggeris dari tahun 1701-1824 Masehi, hingga pada jaman Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) dari sekitar tahun 1824 Masehi peristiwa ini bagian yang tidak bisa terpisahkan dari deretan rangkuman sejarah perjuangan merebut kemerdekaan Sejarah Indonesia, Hingga menjelang Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 dan periode perjuangan fisik setelah itu, putra Lampung tidak ketinggalan ikut terlibat dan merasakan betapa pahitnya perjuangan melawan penindasan penjajah yang silih berganti. Sehingga pada akhirnya sebagai mana dikemukakan pada awal uraian ini pada tahun 1964 Keresidenan Lampung ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat I Provinsi Lampung.

Kejayaan Lampung sebagai penyebar agama Islam dan sumber lada hitam pun mengilhami para senimannya sehingga tercipta lagu Bumi Sekala Brak, Tanoh Lada. Bahkan, ketika Lampung diresmikan menjadi provinsi pada 18 Maret 1964, Laduk, Payan, Payung Agung Songsong Kuning Bersejarah, Padi lada hitam menjadi bagian dari pada Lambang Lampung itu. Namun, sayang saat ini kejayaan tentang lada tersebut telah pudar sehingga kejayaan saat ini adalah kejayaan tentang kopi. Pada zaman pra-sejarah Kerajaan Sekala Brak hanya Melanjutkan kebesaran-kebesaran warisan budaya, tradisi, adat istiadat serta tata cara berkehidupan sosial oleh masyarakat disana yang merupakan warisan leluhur secara turun-temurun dari generasi ke generasi sedangkan Bandar Lampung menjadi ibukota dari pada Provinsi Lampung.

Revolusi Lampung

Lampung lahir pada tanggal 18 Maret 1964 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3/1964 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 14 tahun 1964. Sebelum itu Provinsi Lampung merupakan Karesidenan yang tergabung dengan Provinsi Sumatra Selatan.

Kendatipun Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 maret 1964 tersebut secara administratif masih merupakan bagian dari Provinsi Sumatra Selatan, tetapi daerah ini jauh sebelum Indonesia merdeka memang telah menunjukkan potensi yang sangat besar serta corak warna Adat dan kebudayaan tersendiri yang dapat menambah khasanah Adat dan Budaya di Nusantara yang tercinta ini. Oleh karena itu pada zaman Vereenigde Oostindische Compagnie daerah Lampung tidak terlepas dari incaran penjajahan Belanda.

Pranala

Referensi