Waspada (surat kabar)
Harian Umum Nasional Waspada (Aksara Jawi : تنبيه يومي عام وطني) atau Waspada (Aksara Jawi : كن حذرا) adalah sebuah surat kabar harian umum nasional dengan sirkulasi terbesar nomor satu yang terbit di Tanah Deli untuk berbagai bahasa Melayu Deli dengan kaum Melayu Deli sehingga surat kabar dalam bahasa Melayu Deli pertama di Tanah Deli sementara surat kabar dalam bahasa Melayu Deli tertua di Tanah Deli. Kantor pusatnya terletak di Jalan Letnan Jenderal Suprapto/Brigadir Jenderal Katamso Nomor 1, Aur, Medan Maimun, Medan, Sumatra Utara. Koran ini pertama kali terbit sejak bertepatan dengan pada 18 Safar 1366 Hijriah tepatnya pada Sabtu (Pon), 11 Januari 1947. Surat kabar ini slogan dan motto adalah Demi Kebenaran dan Keadilan.
Demi Kebenaran dan Keadilan | |
Tipe | Surat kabar harian nasional |
---|---|
Format | Koran |
Pendiri | Mohammad Said dan Ani Idrus |
Penerbit | PT Penerbitan Harian Waspada |
Pemimpin redaksi | Prabudi Said |
Diterbitkan | 18 Safar 1366 Hijriah (11 Januari 1947 ) |
Bahasa | Bahasa Melayu Deli |
Pusat | Jalan Letnan Jenderal Suprapto/Brigadir Jenderal Katamso Nomor 1, Aur, Medan Maimun, Medan, Sumatera Utara 20151 |
Situs web | waspada.co.id |
Harian ini didirikan Haji Mohammad Said dan Ani Idrus. Pemimpin Redaksi saat ini Prabudi Said. Waspada menempati kantor yang berada di Jalan Letnan Jenderal Suprapto/Brigadir Jenderal Katamso Nomor 1, Aur, Medan Maimun, Medan, Sumatra Utara.
Sejarah
Waspada sebuah surat kabar harian pertama kali yang terbit di Medan sejak bertepatan dengan pada 18 Safar 1366 Hijriah tepatnya pada Sabtu (Pon), 11 Januari 1947, maka dari itu tanggal 11 Januari dijadikan hari lahir Waspada.
Haji Mohammad Said dan Ani Idrus mendirikan Surat Kabar Harian Waspada dengan slogan dan motto Demi Kebenaran dan Keadilan bertekad bulat mengangkat bendera Republiken. Koran daerah ini dengan sikap tegas menyatakan diri sebagai bagian dari pendukung Kemerdekaan RI. Slogan pro pejuang itu bukan basa-basi, tapi ditunjukkan lewat artikel dan pemberitaan yang tegas dan tajam menghantam Belanda yang terus berupaya menancapkan pengaruh dan cengkeramannya menduduki Medan dan sekitarnya demi menguasai lahan-lahan perkebunan, seperti areal tembakau Deli dan komoditas pangan maupun rempah-rempah.
Asal kata "Waspada"
Nama WASPADA memiliki kisah sejarah tersendiri. Masa itu, kondisi masyarakat diliputi ketakutan dan kegelisahan, panik luar biasa, sehingga sebagian besar warga Kota Medan bersikap waspada serta mengungsi ke luar kota, sejalan sengitnya peperangan dan berpindahnya kantor-kantor Pemerintahan Republik di bawah pimpinan Gubernur Tengku M. Hassan ke Pematang Siantar, lebih kurang 120 km dari Medan. Satu poin lagi yang memantapkan hati Mohammad Said memberi nama korannya WASPADA adalah terkait lemahnya delegasi pemerintahan Indonesia masa itu dalam perundingan dengan petinggi Belanda. Setiap hari para pejuang bersama rakyat menghadang pasukan Belanda, khususnya konvoi menuju Pelabuhan Belawan. Belanda dibuat kelabakan akibat tersendatnya pasokan logistik dan akhirnya mendesak dilakukan perjanjian dengan pemerintahan Republik Indonesia di Jakarta, dipimpin Menteri Pertahanan RI Amir Syarifuddin. Sayangnya, tim delegasi Republik Indonesia cenderung mengalah yang akhirnya sepakat untuk menyetujui perluasan wilayah kekuasaan Belanda dari gangguan pejuang tentara rakyat di Medan. Pemimpin kita kecolongan alias tidak ‘’WASPADA’’ terhadap strategi busuk Belanda yang mengakibatkan kerugian besar bagi para pejuang dan kedaulatan Republik Indonesia.
Waspada dari masa ke masa
Pertama kali terbit, Surat Kabar WASPADA dicetak 1000 eksemplar dan terjual habis walapun dengan format penerbitan yang hanya setengah halaman. Dalam perjalanannya, surat kabar WASPADA dibreidel berkali-kali karena melawan Belanda, pernah dilarang terbit sampai lima kali, bahkan sampai adanya buka paksa kantor dan percetakan WASPADA oleh militer Belanda.
Pada masa Orde Lama kehidupan surat kabar di Indonesia, termasuk WASPADA penuh dengan perjuangan, mengalami beberapa kali masa sulit, sehingga harus bekerja keras untuk bisa mandiri (terbit), termasuk sulitnya mendapatkan bahan baku kertas sehingga harus didatangkan dari luar negeri (Pulau Pinang) dengan boat dengan cara menerobos blokade Belanda ke Pelabuhan Tanjung Balai.
Pada masa Orde Baru hampir semua surat kabar dan majalah (penerbitan) mengalami ancaman breidel lewat pencabutan SUIPP, tiba-tiba ditelepon pejabat militer (ABRI). Tidak ada kebebasan pers sehingga fungsi kontrol media tidak bisa dijalankan dengan efektif. Namun WASPADA tetap berupaya menjalankan kontrol sosial dengan penuh hati-hati.
Merangka bertepatan dengan ulang tahun Harian Umum Nasional WASPADA ke-50 dengan tajuk Harian Umum Nasional WASPADA Emas tepatnya pada tanggal 11 Januari 1997.
Kini, WASPADA tercatat sebagai surat kabar tertua terbesar nomor satu dalam sejarah pers Indonesia yang kontinu terbitnya (tanpa jeda), menembus usia 70 tahun-pada 11 Januari 2017.
Penghargaan
Atas dedikasinya, kedua pendiri WASPADA memperjuangkan Kemerdekaan RI, membangun negeri tercinta tanpa pamrih di daerah maupun nasional, pemerintah Indonesia menganugerahi penghargaan kepada Mohammad Said berupa: Penghargaan Satya Penegak Pers Pancasila dari PWI (1985), Peniti Emas dari Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat atas jasanya ikut mendirikan SPS di Solo pada tahun 1946 dan membantu pembentukan SPS Cabang Sumut, Sedangkan Hj. Ani Idrus-tokoh pers empat zaman sejak zaman kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan reformasi dianugerahi Satya Lencana Penegak Pers Pancasila.