Tarekat Syadziliyah

salah satu tarekat dalam Islam

Tarekat Syadziliyah adalah tarekat Islam yang dipelopori oleh Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili (571-656) H/ (1197 - 1258) M yang berkembang di Indonesia.[1]

Pendiri

Tarekat Syadziliyah didirikan oleh Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili. Nama Lengkapnya adalah Syaikh Taqiyuddin Abul Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar bin Tamim bin Hurmuz bin Hatim bin Qushay bin Yusuf bin Yusya' bin Ward bin Baththal bin Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Muhammad bin Abu Muhammad Hasan bin Ali Kwj. dan Fatimah binti Rasulullah SAW.[2]

Nama beliau adalah Ali, gelarnya adalah Taqiyuddin, Julukanya adalah Abul Hasan dan nisbat kelahirannya adalah Asy Syadzili. al-Syadzili lahir di sebuah desa yang bernama Ghumarah, dekat kota Sabtah pada tahun 593 H (1197 M). menghapal al-Quran dan pergi ke Tunis ketika usianya masih sangat muda. Ia tinggal di desa Syadzilah. Oleh karena itu, namanya dinisbatkan kepada desa tersebut meskipun ia tidak berasal dari desa tersebut.[2]

Dasar

Secara pribadi Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili tidak meninggalkan karya tasawuf, begitu juga muridnya, Syekh Abul Abbas al-Mursi, kecuali hanya sebagai ajaran lisan tasawuf, doa, dan hizib. Syekh Ibnu Atha'illah as-Sakandari atau nama lengkapnya Syekh Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Atha’illah As-Sakandari]] (658 - 709 H )/ (1260 - 1309 M) [3] adalah orang yang pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga khasanah tareqat Syadziliyah tetap terpelihara. Ibnu Atha'illah juga orang yang pertama kali menyusun karya paripurna tentang aturan-aturan tareqat tersebut, pokok-pokoknya, prinsip-prinsipnya, bagi angkatan-angkatan setelahnya.

Melalui sirkulasi karya-karya Ibnu Atha'illah, tareqat Syadziliyah mulai tersebar sampai ke Maghrib, sebuah negara yang pernah menolak sang guru. Tetapi ia tetap merupakan tradisi individualistik, hampir-hampir mati, meskipun tema ini tidak dipakai, yang menitik beratkan pengembangan sisi dalam. Syadzili sendiri tidak mengenal atau menganjurkan murid-muridnya untuk melakukan aturan atau ritual yang khas dan tidak satupun yang berbentuk kesalehan populer yang digalakkan. Namun, bagi murid-muridnya tetap mempertahankan ajarannya. Para murid melaksanakan Tareqat Syadziliyah di zawiyah-zawiyah yang tersebar tanpa mempunyai hubungan satu dengan yang lain.

Sebagai ajaran Tareqat ini dipengaruhi oleh Al-Ghazali dan Abu Talib al-Makki atau al-Makki. Salah satu perkataan as-Syadzili kepada murid-muridnya: "Seandainya kalian mengajukan suatu permohonanan kepada Allah, maka sampaikanlah lewat Abu Hamid Al-Ghazali". Perkataan yang lainnya: "Kitab Ihya' Ulum ad-Din, karya Al-Ghazali, mewarisi anda ilmu. Sementara Qut al-Qulub, karya Abu Talib al-Makki/ al-Makki, mewarisi anda cahaya." Selain kedua kitab tersebut, as-Muhasibi, Khatam al-Auliya, karya Hakim at-Tarmidzi, Al-Mawaqif wa al-Mukhatabah karya An-Niffari, Asy-Syifa karya Qadhi 'Iyad, Ar-Risalah karya al-Qusyairi, Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn Atha'illah.

Silsilah dan Sanad

  • As-Syaikh As-Sayyid Abil Hasan Asy-Syadzili ra
  • As-Syaikh Abdus Salam b Mashish ra
  • As-Syaikh Muhammad bin Harazim ra
  • As-Syaikh Muhammad Salih ra
  • As-Syaikh Shuaib Abu Madyan ra
  • As-Syaikh As-Sayyid Abdul Qadir Al-Jailani ra
  • As-Syaikh Abu Said Al-Mubarak ra
  • As-Syaikh Abul Hasan Al-Hukkari ra
  • As-Syaikh At-Tartusi ra
  • As-Syaikh Asy-Shibli ra
  • As-Syaikh Sari As-Saqati ra
  • As-Syaikh Ma'ruf Al-Kharkhi ra
  • As-Syaikh Daud At-Tai ra
  • As-Syaikh Habib Al-Ajami ra
  • Imam Hasan Al-Basri ra
  • Sayyidina Ali bin Abu Thalib ra
  • Sayyidina Muhammad Rasulullah ﷺ

Silsilah Nasab

  1. Sayyidina Muhammad Rasulullah ﷺ.
  2. Sayidatina Fatimah dan Sayyidina Ali
  3. Sayyidina Hasan
  4. Hasan
  5. Muhammad
  6. Isa
  7. Muhammad
  8. Ahmad
  9. Ali
  10. Batthal
  11. Ward
  12. Yusha'
  13. Yusuf
  14. Qushay
  15. Hatim
  16. Hurmuz
  17. Tamim
  18. Abdul Jabbar
  19. Abdullah
  20. Sayyid Abul Hasan Ali Asy Syadzili[4]

Wejangan Dasar

  1. Tauhid dengan sebenar-benarnya tauhid yang tidak musyrik kepada Allah.
  2. Ketaqwaan terhadap Allah swt lahir dan batin, yang diwujudkan dengan jalan bersikap wara' dan Istiqamah dalam menjalankan perintah Allah swt.
  3. Konsisten mengikuti Sunnah Rasul, baik dalam ucapan maupun perbuatan, yang direalisasikan dengan selalau bersikap waspada dan bertingkah laku yang luhur.
  4. Berpaling (hatinya) dari makhluk, baik dalam penerimaan maupun penolakan, dengan berlaku sadar dan berserah diri kepada Allah swt (Tawakkal).
  5. Ridho kepada Allah, baik dalam kecukupan maupun kekurangan, yang diwujudkan dengan menerima apa adanya (qana'ah/ tidak rakus) dan menyerah.
  6. Kembali kepada Allah, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah, yang diwujudkan dengan jalan bersyukur dalam keadaan senang dan berlindung kepada-Nya dalam keadaan susah.

Keenam atau lima sendi tersebut juga tegak diatas lima sendi berikut:

  1. Semangat yang tinggi, yang mengangkat seorang hamba kepada derajat yang tinggi.
  2. Berhati-hati dengan yang haram, yang membuatnya dapat meraih penjagaan Allah atas kehormatannya.
  3. Berlaku benar/baik dalam berkhidmat sebagai hamba, yang memastikannya kepada pencapaian tujuan kebesaran-Nya/kemuliaan-Nya.
  4. Melaksanakan tugas dan kewajiban, yang menyampaikannya kepada kebahagiaan hidupnya.
  5. Menghargai (menjunjung tinggi) nikmat, yang membuatnya selalu meraih tambahan nikmat yang lebih besar.

Selain itu tidak peduli sesuatu yang bakal terjadi (merenungkan segala kemungkinan dan akibat yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang) merupakan salah satu pandangan tareqat ini, yang kemudian diperdalam dan diperkukuh oleh Ibn Atha'illah menjadi doktrin utamanya. Karena menurutnya, jelas hal ini merupakan hak prerogratif Allah. Apa yang harus dilakukan manusia adalah hendaknya ia menunaikan tugas dan kewajibannya yang bisa dilakukan pada masa sekarang dan hendaknya manusia tidak tersibukkan oleh masa depan yang akan menghalanginya untuk berbuat positif.

Perkembangan

Sementara itu tokohnya yang terkenal pada abad ke delapan Hijriyah, Ibn Abbad ar-Rundi (w. 790 H), salah seorang pensyarah kitab al-Hikam memberikan kesimpulan dari ajaran Syadziliyah: Seluruh kegiatan dan tindakan kita haruslah berupa pikiran tentang kemurahan hati Allah kepada kita dan berpendirian bahwa kekuasaan dan kekuatan kita adalah nihil, dan mengikatkan diri kita kepada Allah dengan suatu kebutuhan yang mendalam akan-Nya, dan memohon kepada-Nya agar memberi syukur kepada kita."

Mengenai dzikir yang merupakan suatu hal yang mutlak dalam tareqat, secara umum pada pola dzikir tareqat ini biasanya bermula dengan Fatihat adz-dzikir. Para peserta duduk dalam lingkaran, atau kalau bukan, dalam dua baris yang saling berhadapan, dan syekh di pusat lingkaran atau diujung barisan. Khusus mengenai dzikir dengan al-asma al-husna dalam tareqat ini, kebijakjsanaan dari seorang pembimbing khusus mutlak diperlukan untuk mengajari dan menuntun murid.

Sebab penerapan asma Allah yang keliru dianggap akan memberi akibat yang berbahaya, secara rohani dan mental, baik bagi sipemakai maupun terhadap orang-orang di sekelilingnya. Beberapa contoh penggunaan Asma Allah diberikan oleh Ibnu Atha'ilah berikut: Asma al-Latif, Yang Halus harus digunakan oleh seorang sufi dalam penyendirian bila seseorang berusaha mempertahankan keadaan spiritualnya; Al-Wadud, Kekasih yang Dicintai membuat sang sufi dicintai oleh semua makhluk, dan bila dilafalkan terus menerus dalam kesendirian, maka keakraban dan cinta Ilahi akan semakin berkobar; dan Asma al-Faiq, "Yang Mengalahkan" sebaiknya jangan dipakai oleh para pemula, tetapi hanya oleh orang yang arif yang telah mencapai tingkatan yang tinggi.

Pengikut

Tareqat Syadziliyah terutama menarik dikalangan kelas menengah, pengusaha, pejabat, dan pengawai negeri. Mungkin karena kekhasan yang tidak begitu membebani pengikutnya dengan ritual-ritual yang memberatkan seperti yang terdapat dalam tareqat-tareqat yang lainnya. Setiap anggota tareqat ini wajib mewujudkan semangat tareqat di dalam kehidupan dan lingkungannya sendiri, dan mereka tidak diperbolehkan mengemis atau mendukung kemiskinan. Oleh karenanya, ciri khas yang kemudian menonjol dari anggota tareqat ini adalah kerapian mereka dalam berpakaian.

Kekhasan lainnya yang menonjol dari tareqat ini adalah "ketenangan" yang terpancar dari tulisan-tulisan para tokohnya, misalnya: asy-Syadzili, Ibn Atha'illah, Abbad. A Schimmel menyebutkan bahwa hal ini dapat dimengerti bila dilihat dari sumber yang diacu oleh para anggota tareqat ini. Kitab ar-Ri'ayah karya al-Muhasibi. Kitab ini berisi tentang telaah psikologis mendalam mengenai Islam pada masa awal. Acuan lainnya adalah Kitab Qut al-Qulub karya al-Makki dan Kitab Ihya Ulumuddin karya al-Ghazali. Ciri "ketenangan" ini tentu saja tidak menarik bagi kalangan muda dan kaum penyair yang membutuhkan cara-cara yang lebih menggugah untuk berjalan di atas Jalan Yang Benar.

Disamping Kitab Ar-Risalahnya Abul Qasim Al-Qusyairy serta Kitab Khatamul Auliya'nya, Hakim at-Tirmidzi. Ciri khas lain yang dimiliki oleh para pengikut tareqat ini adalah keyakinan mereka bahwa seorang Syadzilliyah pasti ditakdirkan menjadi anggota tareqat ini sudah sejak di alam Azali dan mereka percaya bahwa Wali Qutb akan senantiasa muncul menjadi pengikut tareqat ini.

Tidak berbeda dengan tradisi di Timur Tengah, Martin menyebutkan bahwa pengamalan tareqat ini di Indonesia dalam banyak kasus lebih bersifat individual, dan pengikutnya relatif jarang, kalau memang pernah, bertemu dengan yang lain. Dalam praktiknya, kebanyakan para anggotanya hanya membaca secara individual rangaian-rangkaian doa yang panjang (hizb), dan diyakini mempunyai kegunaan-kegunaan megis. Para pengamal tareqat ini mempelajari berbagai hizib, paling tidak idealnya, melalui pengajaran (talkin) yang diberikan oleh seorang guru yang berwewenang dan dapat memelihara hubungan tertentu dengan guru tersebut, walaupun sama sekali hampir tidak merasakan dirinya sebagai seorang anggota dari sebuah tareqat.

Amalan

Hizb al-Bahr, Hizb Nashor, Hizb Barr disamping Hizib al-Hafidzah, merupakan Hizib-Hizib yang terkenal dari as-Syadzilli. Menurut laporan, hizib ini dikomunikasikan kepadanya oleh [[Nabi Muhammad]] ﷺ. Sendiri. Hizib ini dinilai mempunyai kekuatan adikodrati, yang terutama dugunakan untuk melindungi selama dalam perjalanan dan bermanfaat dalam meningkatkan kadar ibadah kepada Allah.

Sebagai contoh, [[Ibnu Batutah]] menggunakan doa-doa tersebut selama perjalanan-perjalanan panjangnya, dan berhasil. Di Indonesia, di mana doa ini diamalkan secara luas, secara umum dipercaya doa ini baik dan tidak bertentangan dengan Sunatulloh dan Sunnatur Rosul. Untuk pengamalan hizb ini sebaiknya dalam bimbingan guru yang mengamalkannya.

Hizib-hizib dalam Tareqat Syadzilliyah, di Indonesia, juga dipergunakan oleh anggota tareqat lain untuk memohon perlindungan tambahan (Istighotsah), dan berbagai kekuatan hikmah, seperti debus di Pandegelang, yang dikaitkan dengan tareqat Rifa'iyah, dan di Banten utara yang dihubungkan dengan tareqat Qadiriyah. Akan tetapi yang utama adalah Hizb tersebut dipergunakan untuk meningkatkan kadar ibadah yang sebenarnya kepada Allah.

Para ahli mengatakan bahwa hizib, bukanlah doa yang sederhana, ia bukan hanya merupakan mantra megis yang Nama-nama Allah Yang Agung (Ism Allah A'zhim) dan, apabila dilantunkan secara benar, akan mengalirkan berkah dan menjamin respon supra natural dan yang terpenting adalah mendapatkan ridha Allah. Menyangkut pemakaian hizib, wirid, dana doa, para syekh tareqat biasanya tidak keberatan bila doa-doa, hizib-hizib (Azhab), dan wirid-wirid dalam tareqat dipelajari oleh setiap muslim untuk tujuan personalnya. Akan tetapi mereka tidak menyetujui murid-murid mereka mengamalkannya tanpa berlandaskan Al-Qur'an dan tuntunan Rasululloh SAW, sebab murid tersebut sedang mengikuti suatu pelatihan dari sang guru untuk dapat beribadah kepada Allah dengan benar.

Yang menarik dari filosufi Tasawuf Asy-Syadzily, justru kandungan makna hakiki dari Hizib-hizib itu, memberikan tekanan simbolik akan ajaran utama dari Tasawuf atau Tharekat Syadziliyah. Jadi tidak sekadar doa belaka, melainkan juga mengandung doktrin tingkah laku islami, pemahaman, adab hati, penyaksian, pembuktian yang sangat dahsyat yang semuanya bersumber dari Nabi Muhammad.

Pengaruh dan Cabang

Tareqat ini mempunyai pengaruh yang besar di dunia Islam. Sekarang tareqat ini terdapat di Afrika Utara, Mesir, Kenya, dan Tanzania Tengah, Sri langka, Indonesia dan beberapa tempat yang lainnya termasuk di Amerika Barat dan Amerika Utara. Di Mesir yang merupakan awal mula penyebaran tareqat ini, tareqat ini mempunyai beberapa cabang, yakitu: al-Qasimiyyah, al- madaniyyah, al-Idrisiyyah, as-Salamiyyah, al-handusiyyah, al-Qauqajiyyah, al-Faidiyyah, al-Jauhariyyah, al-Wafaiyyah, al-Azmiyyah, al-Hamidiyyah, al-Faisiyyah dan al- HasyimiyyaH dan 'Alawiyah

Salah satu cabang tarekat Syadzilliya di Indonesia adalah Syadzili Darqawi Habibi Hashimi, dengan mursyid yang mendpaatkan idhin kemursyidan saat ini adalah Sayyidi Shaykh Moulay Hashim al Belghiti, Meknes, Maroko. Syadzilli Darqawi ini adalah dari jalur Sayyidi Shaykh Muhammad ibn al Habib. Fuqara Syadzili Darqawi ini tersebar di beberapa kota di Indonesia yang salah satunya mendirikan ribat di Yogyakarta. Seperti tarekat pada umumnya tarekat Syadzili Darqawi mempunyai sanad guru-guru yang bersambung sampai kepada Rasulullah shallallahu alaihi wassalam.

Kata-Kata Hikmah

Di antara Ucapan Abul Hasan asy-Syadzili: "Pengelihatan akan yang Haqq telah mewujud atasku, dan takkan meninggalkan aku, dan lebih kuat dari apa yang dapat dipikul, sehingga aku memohon kepada Tuhan agar memasang sebuah tirai antara aku dan Dia. Kemudian sebuah suara memanggilku", katanya "Jika kau memohon kepada-Nya yang tahu bagaimana memohon kepada-Nya, maka Dia tidak akan memasang tirai antara kau dan Dia. Namun memohonlah kepada-Nya untuk membuatmu kuat memiliki-Nya."Maka akupun memohon kekuatan dari Dia pun membuatku kuat, segala puji itu milik Allah.

Aku dipesan oleh guruku (Abdus Salam ibn Masyisy ra): "Jangan anda melangkahkan kaki kecuali untuk sesuatu yang dapat mendatangkan keridhoan Allah ta'ala, dan jangan duduk dimajelis kecuali majelis yang aman dari murka Allah. Jangan bersahabat kecuali dengan orang yang membantu berbuat taat kepada Allah. Jangan memilih sahabat karib kecuali orang yang menambah keyakinanmu terhadap Allah."

Seorang wali tidak akan sampai kepada Allah selama ia masih ada syahwat atau usaha ikhtiar sendiri. Janganlah yang menjadi tujuan doamu itu adalah keinginan tercapainya hajat kebutuhanmu. Dengan demikian engkau hanya terhijab dari Allah. Yang harus menjadi tujuan dari doamu adalah untuk dapat selalu taat kepada Allah yang memiliki pemelihara dirimu.

Seorang arif adalah orang yang megetahui rahasia-rahasia karunia Allah di dalam berbagai macam bala' dan ni'mat yang menimpanya sehari-hari, dan mengakui kesalahan-kesalahannya di dalam lingkungan belas kasih Allah kepadanya dan bersyukur atas syukur yang mendalam.

Sedikit amal dengan mengakui dan mensyukuri karunia Allah, lebih baik dari banyak amal dengan terus merasa kurang beramal. Andaikan Allah membuka nur (cahaya) seorang mu'min yang berbuat dosa, niscaya ini akan memenuhi antara langit dan bumi, maka bagaimanakah kiranya menjelaskan: Andaikan Allah membuka hakikat kewalian seorang wali, niscaya ia akan disembah, sebab ia telah mengenangkan sifat-sifat Allah SWT.

Perkembangan di Indonesia

Tarikat Syadziliyyah adalah satu di antara tarikat yang diakui di Indonesia yang tergabung dalam Jam’iyyah Ahli al-Thariqah al-Mu’Tabarah al-Nahdliyah (JATMAN), lembaga otonom Nahdhatul Ulama NU, yaitu Aliran-aliran tarekat yang dinilai mu'tabarah (diakui keabsahannya) adalah:

  1. 'Abbasiyah,
  2. Akbariyah,
  3. Baerumiyah,
  4. Bakriyah,
  5. Buhuriyah,
  6. Ghaibiyah,
  7. Haddadiyah,
  8. Idrisiyah,
  9. Isawiyah,
  10. Justiyah,
  11. Khadliriyah,
  12. Khalidiyah wa al-Naqsyabandiyah,
  13. Madbuliyah,
  14. Maulawiyah,
  15. Rifa'iyah,
  16. Sa’diyah,
  17. Sumbuliyah,
  18. Syadziliyah,
  19. Syuhrawiyah,
  20. Umariyah,
  21. Utsmaniyah.
  22. Ahmadiyah,
  23. Alawiyah,
  24. Bakdasyiyah,
  25. Bayumiyah,
  26. Dasuqiyah,
  27. Ghozaliyah,
  28. Hamzawiyah,
  29. Idrusiyah,
  30. Jalwatiyah,
  31. Kalsyaniyah,
  32. Khalwatiyah,
  33. Kubrawiyah,
  34. Malamiyah,
  35. Qadiriyah wa al-Naqsyabandiyah,
  36. Rumiyah,
  37. Samaniyah,
  38. Sya'baniyah,
  39. Syathariyah,
  40. Tijaniyah,
  41. Usyaqiyah,
  42. Uwaisiyah, dan
  43. Zainiyah.[5]

Di antara Mursyid Tarikat Syadziliyah di Indonesia adalah K.H. Abdul Jalil Mustaqim, Mursyid Tarekat Syadziliyah Dari Tulungagung.[6] dan K.H Dalhar Watucongol Magelang

Catatan Kaki

  1. ^ https://wiki-indonesia.club/wiki/Abul_Hasan_Asy-Syadzili
  2. ^ a b Ibn Abi-Qasim al-Humairi: "Jejak-jejak Wali Allah", halaman 2-4. Penerbit ERLANGGA, 2009 ISBN (13)978-979-033-319-2
  3. ^ http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/tasawuf/12/05/24/lmxtj1-tokoh-sufi-syekh-ibnu-athaillah-penulis-kitab-alhikam
  4. ^ http://suryanicenter.blogspot.co.id/2013/08/silsilah-tarekat-syadziliyah.html
  5. ^ http://www.nu.or.id/post/read/55506/habib-luthfi-tarekat-samaniyah-tidak-sesat
  6. ^ http://mukelujauh.blogspot.co.id/2013/03/kh-abdul-jalil-mustaqim-mursyid-tarekat.html

Pranala