Suku Siger

perhiasan kepala asal pulau Sumatera yang umumnya dikenakan oleh etnis (Pepadun, Saibatin–Lampung)
Revisi sejak 28 September 2021 11.06 oleh AFIF FAUZAN (bicara | kontrib) (Level Judul tidak tepat)

Siger (Lampung:, sigoʁ, sigokh) adalah sigokh yang digunakan oleh wanita Lampung yang bahkan bisa piramid bentuk dari siger tujuh tersebut, berwarna kuning emas dan memiliki lekuk berjumlah tujuh menandakan tujuh Adok Adat dan Saibatin. Siger lengkuk sembilan siger pepadun berbentuk segitiga, Lengkuk sembilan menandakan sebagai lambang dari sembilan sungai yang mengalir di daerah Lampung. Siger tujuh dan sembilan adalah benda yang sangat tidak umum di Lampung dan merupakan simbol khas daerah ini. Siger dibuat dari lempengan tembaga, kuningan, atau logam lain yang warnai dengan warna kuning emas. Siger biasanya digunakan oleh perempuan Suku-susu, sumbai-sumbai pada acara pernikahan ataupun acara perhelatan adat budaya lainnya. Pada zaman dahulu, Conon siger dibuat dari emas asli dan dipakai oleh wanita Lampung tidak hanya sebagai siger pengantin[1]. Sedangkan mahkota Pengantin laki-laki untuk saibatin bunga siger 7 sedangkan untuk Pedadun memiliki bunga siger 9. Dengan catetan untuk sebagian masyarakat adat saibatin, tukkus berekor hanya bisa di pakai oleh setingkat khaja dan batin baik dalam perhelatan adat atau pernikahan. Sedangkan tukkus tidak berekor mutlak untuk Sultan (Sai Batin).

Mahkota Siger Pengantin
Mahkota Siger Pengantin Laki-Laki bunga 7 SaiBatin, bunga 9 Pepadun
Informasi umum
Gaya arsitekturAdat dan Budaya
KotaLampung
Negaraindonesia

Siger Saibatin

 
Siger Saibatin

Siger pada Suku-suku, Sumbai-sumbai yang beradatkan Saibatin memiliki lekuk 7 (tujuh) dan dengan hiasan batang/pohon sekala di masing-masing lekuknya, ini memiki makna ada tujuh adok/gelar pada masyarakat mendiami dataran pegunungan dan lautan adok tersebut yaitu Gelar Sultan khusus untuk Sultan/Sai Batin Raja Adat Dikepaksian, Raja/dipati, Batin, Radin, Minak, Kimas dan Mas/inton. gelar/adok khusus untuk perangkat Adat Kerajaan ini hanya dapat digunakan oleh keturunan lurus saja, dengan kata lain masih kental dengan nuansa kerajaan, dimana kalau bukan anak pertama keturunan khaja dia tidak berhak menggunakan gelar/adok khaja di dalam Adat Bulambanan begitu juga dengan gelar/adok lainnya.

Sedangkan bentuknya, siger Saibatin sangat mirip dengan Buah Sekala seperti Istano Si Linduang Bulan, yaitu rumah pusaka dari keluarga besar ahli waris dari keturunan Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung dan juga Museum Adityawarman di daerah Minangkabau, Provinsi Sumatra Barat. Karena itulah maka Adat dan Budaya Lampung hususnya Saibatin mendapat pengaruh masuknya Islam di Lampung dari Pasai pesisir utara Sumatra, Pagaruyung, beranjak dari Muko-muko hal ini sangat berkaitan dengan sejarah berdirinya Kepaksian Sekala Brak, dimana pada masa masuknya Islam di daerah Lampung pada jaman Kepaksian Sekala Brak Kuno di bumi sekala brak abad 12 Masehi 29 Rajab 688 Hijriyah, mendapat pengaruh sejarah pengislaman dari pagaruyung yang di bawa di sebarkan oleh para putra-putra Al-Mujahit putra-putra dari (Umpu Ngegalang Paksi Gelar Sultan Ratu Ngegalang Paksi). Selain itu banyak kesamaan antara Adat dan Budaya Saibatin dengan Adat dan Budaya Pagaruyung seperti pada saat melangsungkan pernikahan, tata cara dan alat yang digunakan banyak Pertepatan dan Kesamaan.

Siger Pepadun

Berkas:Siger pepadun.jpg
Siger Pepadun

Menurut sebagian kokunitas budaya adat masyarakat Federasi Abung Siwo Migo Siger pepadun memiliki lekuk Sembilan yang berartikan sebagai lambang dari sembilan sungai yang mengalir di daerah Lampung. Tapi bentuk dari siger pepadun sangat mirip sepertinya dengan Istana Basa Paguruyung, hal ini pun bukan mustahil dikarenakan kerajaan sekala brak merupakan cikal bakal Suku Asli Lampung, suku-suku Lampung adalah suku-suku, sumbai-sumbai yang berasal dari Negeri Sekala Brak pada jamam Kerapaksian Sekala Brak Kuno, dan proses terbentuknya Federasi Abung Siwo Migo merupakan penyebaran Era Negeri Sekala Brak. Suku asli Lampung, dari tengkuk dataran pegunungan Bukit Hematang Sulang Negeri Sekala Brak tepatnya di tengkuk Gunung Pesagi melalui aliran sungai Way Semaka, yang berada di empat titik kebesaran.

Kemungkinan hal ini dapat dilihat dari tambo Buay Bejalan Diway bahwa Ratu Bejalan Diway meninggalkan Kepaksian Sekala Brak untuk mencari daerah baru mendirikan Negeri baru bersama keluarganya untuk membesarkan budaya dan adat, terhimpun dalam kemargaan yang terhimpun dalam Bandar lima way lima Marga Teluk Peminggir, Marga pemanggilan peminggir, Marga abung (Federasi abung siwo mego), Marga rebang semendo, Marga jelma doya (Federasi way lima way kanan), Masyarakat marga melinting dan Masyarakat marga tulang bawang (Federasi mego pak tulang bawang), merupakan keturunan dari Putri indar wati (Sibulan).

Buay Kenyangan, Marga Suoh, Marga Way Sindi, Marga La'ai, Marga Bandakh, Marga Pedada, Marga ulu krui/gunung kemala, Marga Way napal, Marga Tenumbang, Marga Bengkunat yang merupakan Marga dari Kepaksian Pernong.

Marga Way Tenong, Marga Ngambur, Marga ngaras, Marga belimbing yang merupakan Marga dari Paksi Buay Belunguh. Marga pugung penengahan, Marga pugung malaya, Marga Pugung tampak, Marga pulau pisang merupakan marga dari Paksi Buay Bejalan Diway.

Marga Liwa, Marga Sukau, Marga Krui yang merupakan marga dari Paksi Buay Nyerupa dengan catetan Marga pasar krui berdiri sendiri di bawah kemargaan Bengkulu, Namun siger pesisir yang mirip Istano Si Linduang Bulan, Museum Adityawarman dan buah serta pohon sekala, siger pepadun sepertinya justru mirip dengan Istana Basa Paguruyung, jaman Kepaksian Sekala Brak kuno dari dahulu hingga sekarang buah dan pohon sekala hanya ada di lereng tengkuk Gunung Pesagi (Bukit Hematang Sulang) Gunung Tertinggi di tanah Lampung.

Seiring dengan penyebaran penduduk dan berdirinya beberapa kebuayan beserta marga-marga yang lainnya maka yang menggunakan komunitas budaya adat pepadun bukan hanya Federasi Abung Siwo Migo tetapi juga oleh marga dan kebuayan lain terkecuali adat Saibatin. Adat Saibatin memiliki adat tersendiri yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi yang disebut Saibatin hingga jaman pra-sejarah saat ini.

Siger Tuha

Siger tuha (tua), merupakan siger yang digunakan pada Jaman sejarah era jauh sebelum Sejarah Lampung dengan kepercayaan bercorak hindu Penganut Animisme. Siger ini tidak dapat dijumpai lagi pada jaman pra-sejarah saat ini karena tidak ada yang menyimpannya. terkhusus pada Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak. Pada zaman dahulu siger telah memiliki aturan pada jumlah lekuk yang digunakan, di dapat dari berbagai sumber bahwa Siger dan Mahkota Siger Lampung pada jaman dahulu memiliki aturan pada jumlah lekuk nya, dan yang boleh menggunakan hanya keturunan Sultan/Sai Batin Raja Adat Dikepaksian (Satu Sultan) saja atau sama dengan mahkota Kerajaan saja. Pada siger tua jelas terlihat berbentuk buah sekala dengan hiasan pohon sekala diatasnya. Ini membuktikan bahwa pada dasarnya siger itu menggambarkan tentang sekala yang tumbuh di Sekala Brak di tengkuk gunung pesagi (hematang sulang).

Filosofi Siger

Siger 7 (tujuh) dan siger 9 (sembilan) merupakan Simbol lambang khas Provinsi Lampung. Siger yang menjadi khas Lampung saat ini merupakan simbolisasi Mahkota perlambang keagungan adat budaya dan tingkat kehidupan terhormat. Pada umumnya, lambang daerah di Nusantara bersifat maskulin. Seperti di Jawa Barat, lambang yang dipergunakan adalah Kujang, yaitu senjata tradisional masyarakat Sunda. Contoh lain adalah Kalimanatan dengan Mandaunya danAceh dengan Rencongnya. Lambang-Lambang pada daerah melambangkan sifat-sifat patriotik dan defensif terhadap ketahanan wilayahnya.

Saat ini penggunaan lambang siger bukan hanya masalah lambang kejayaan dan kekayaan karena bentuk mahkotanya saja, melainkan juga mengangkat nilai Mahkota perlambang keagungan adat budaya dan tingkat kehidupan terhormat. Siger mengambil konsep dari agama Islam. Islam sendiri adalah agama yang dianut seluruh Suku-suku, Sumbai-sumbai Asli tanah Lampung. Agama Islam menyatakan bahwa laki-laki adalah pemimpin dalam rumah tangga, dan perempuan sebagai manajer yang mengatur segala sesuatunya dalam rumah tangga. Konsep itulah yang saat ini diterapkan dalam lambang Siger. Bagi seluruh Suku-suku, Sumbai-sumbai Asli Masyarakat Lampung, Perempuan sangat berperan dalam segala kegiatan, khususnya dalam kegiatan rumah tangga. Di balik kelembutan perempuan, ada kerja keras, ada kemandirian, ada kegigihan, dan lain sebagainya. Meskipun masyarakat Suku-suku, Sumbai-sumbai Asli tanah Lampung sendiri penganut garis ayah atau patrilineal. Figur perempuan merupakan hal penting bagi masyarakat Asli Lampung, yang sekaligus menjadi inspirasi dan pendorong kemajuan pasangan hidupnya.

Penggunaan siger saat ini

Simbol Lambang Lampung siger bisa ditemukan di hampir semua tempat di provinsi ini, termasuk di daerah-daerah kantong transmigrasi yang penghuninya bukanlah asli Suku-suku, Sumbai-sumbai Asli tanah Lampung. Saat ini simbol siger telah diaplikasikan dalam berbagai bentuk. Simbol Lampung Lambang siger, baik dalam gambar maupun 3 (tiga) dimensi bisa ditemukan dalam bentuk Monumen, Menara Siger Lambang Komunitas Budaya, gapura, ornamen rumah, ruko, pagar rumah, sampai dalam bentuk aksesoris seperti gantungan kunci, lukisan, patung, boneka, dll. Komunitas Budaya SAIBATIN dan Komunitas Budaya PEPADUN, Kabupaten, Kota, Instansi Pemerintahan, Institusi, Perusahaan, Organisasi, Acara, dan kegiatan yang ada di Provinsi Lampung. Menara Siger saat ini menjadi Lambang khas Komunitas Budaya PEPADUN yang ada di Provinsi Lampung dan berada tepat titik 0 km Pulau Sumatra.

Galeri

Lihat juga

Pranala luar