Klinker

bahan baku semen portland

Klinker adalah padatan yang hadir sebagai produk intermediet dalam produksi semen portland. Klinker biasanya berupa bongkahan kecil yang berdiameter antara 3 milimeter (0,12 in) hingga 25 milimeter (0,98 in). Klinker dibuat menggunakan proses penyinteran (memadatkan dan membentuk suatu massa tanpa melalui titik leburnya) batu gamping dan bahan aluminosilikat seperti tanah liat selama tahap pembakaran semen (kiln).

Bongkahan kecil dari klinker
Klinker panas

Komposisi dan preparasi

Klinker terdiri atas empat fase mineral: dua jenis kalsium silikat, alit (Ca3Si) dan belit (Ca2Si), serta trikalsium aluminat (Ca3Al) dan kalsium aluminoferit (Ca4AlFe). Fase mineral ini dapat diperoleh dari memanaskan lempung dan batu gamping pada suhu tinggi.[1]

Klinker semen portland dibuat dengan memanaskan bahan baku dan mencampurkannya secara homogen dalam rotary kiln pada suhu tinggi. Produk reaksi kimia mengalami agregasi pada suhu penyinteran, sekitar 1.450 °C (2.640 °F) . Aluminium oksida dan besi oksida hanya muncul sebagai fluks untuk mengurangi suhu penyinteran, dan memiliki kontribusi kecil pada kekukuhan semen. Untuk membuat semen khusus seperti low heat (LH) dan sulfate resistant (SR), trikalsium aluminat yang terbentuk harus dibatasi. Bahan baku utama klnker adalah batu gamping yang dicampur dengan bahan lain yang mengandung lempung sebagai sumber alumino-silikat. Batu gamping tak murni yang mengandung lempung atau silikon dioksida (SiO2) dapat digunakan. Kandungan kalsium karbonat (CaCO3) dari batu gamping dapat rendah hingga 80% beratnya. Bahan baku kedua (bahan dalam campuran mentah selain batu gamping) bergantung kemurnian batu gampingnya. Bahan baku kedua yang dapat digunakan untuk membuat klinker adalah tanah liat, batu serpih, pasir, bijih besi, bauksit, abu terbang, dan terak. Klinker dan reaksi hidrasinya telah dikaji secara rinci dengan banyak teknik, seperti kalorimetri, uji kekuatan tekan, difraksi sinar-X, mikroskop pemindai elektron (SEM), dan mikroskop gaya atom.[2]

Pemakaian

Klinker digiling menjadi bubuk halus dan banyak digunakan sebagai bahan pengikat dalam berbagai produk semen. Sedikit gips (kurang dari 5% berat) harus ditambahkan untuk menghindari pengerasan dengan cepat akibat trikalsium aluminat (Ca3Al2O6), fase mineral yang cukup reaktif dari semen Portland (reaksi hidrasi eksotermis). Dapat dikombinasi dengan bahan aktif lain atau penambahan semen untuk menghasilkan berbagai macam semen termasuk, mengikuti standar EN 197-1 di Eropa:[3]

  • CEM I: klinker portland murni (semen portland biasa)
  • CEM II: semen komposit dengan penambahan terbatas filler atau blast furnace slag
  • CEM III: semen blast-furnace BFS-OPC
  • CEM IV: semen pozzolan
  • CEM V: semen komposit (dengan tambahan BFS, abu terbang, atau abu silika dalam jumlah banyak)

Kliinker dapat disimpan berbulan-bulan dalam kondisi kering. Karena mudah ditangani oleh peralatan penanganan bahan mineral biasa, klinker diperdagangkan secara internasional dalam jumlah besar. Produsen semen yang membeli klinker dapat menggilingnya sampai halus sebagai tambahan klinker mereka sendiri di pabrik semen mereka. Pabrik klinker pun dapat mengirimkan klinker ke pabrik penggilingan yang terletak di tempat yang tidak melimpah bahan baku semennya.

Bahan tambahan

Gips ditambahkan ke klinker sebagai aditif yang mencegah pengerasan semen, dan sangat efektif untuk mencegah aglomerasi dan pelapisan bubuk pada permukaan bola dan dinding penggilingan saat klinker digiling.

Senyawa organik dapat dijadikan sebagai bahan tambahan untuk menghindari aglomerasi bubuk. Trietanolamna (TEA) digunakan dalam konsentrasi 0,1% berat dan telah terbukti sangat efektif. Aditif lain dapat digunakan, seperti etilen glikol, asam oleat, dan dodesil-benzena sulfonat.[4]

Hidrasi mineral klinker

Saat air ditambahkan, mineral klinker mulai bereaksi untuk membentuk berbagai jenis hidrat sehingga terbentuk pasta hidrasi. Hidrat kalsium silikat (C-S-H) (hidrat dari alit dan belit) diibaratkan sebagai komponen perekat dalam pengerasan pasta semen. Setelah pengerasan awal, pasta yang sudah terhidrasi mulai mengeras lalu meningkatkan kekuatan mekanisnya. Dua puluh delapan hari pertama adalah titik paling kritis dalam pengerasan semen. Semen tidak kering tetapi mengeras. Semen dianggap sebagai bahan pengikat hidraulis yang hidrasinya membutuhkan air. Air sangat penting dalam proses pengerasannya dan kekurangan air harus diminimalkan saat usia beton masih muda untuk mencegah retakan.

Kontribusi terhadap pemanasan global

Hingga 2018, produksi semen berkontribusi sebanyak 8% terhadap emisi karbon, yang menberikan kontribusi pada pemanasan global. Emisi tersebut dihasilkan terutama dalam proses produksi klinker.[5]

Referensi

  1. ^ Siegbert Sprung "Cement" in Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry, 2012 Wiley-VCH, Weinheim. DOI:10.1002/14356007.a05_489.pub2
  2. ^ Ferrari, L. (2012). "Reaction of clinker surfaces investigated with atomic force microscopy". Construction and Building Materials. 35: 92–96. doi:10.1016/j.conbuildmat.2012.02.089. 
  3. ^ European cement standard EN 197-1 Cement – Part 1: “Composition, specifications and conformity criteria for common cements” which defines 27 distinct common cement products and their constituents.
  4. ^ Sohoni, S.; R. Sridhar; G. Mandal (1991). "Effect of grinding aids on the fine grinding of limestone, quartz and portland cement clinker". Powder Technology. 67 (3): 277–286. doi:10.1016/0032-5910(91)80109-V. 
  5. ^ Rodgers, Lucy (2018-12-17). "The massive CO2 emitter you may not know about". BBC News (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-12-17.