Lokomotif CC203

salah satu lokomotif diesel-elektrik di Indonesia

Lokomotif CC203 adalah lokomotif diesel elektrik yang diproduksi oleh General Electric Transportation dengan model U20C. Lokomotif CC203 merupakan hasil pengembangan dari lokomotif CC201 yakni pada kabin masinis ujung pendek yang aerodinamis dan diperlebar. Terdapat dua operator sekaligus pemilik dari lokomotif ini, yaitu PT Kereta Api Indonesia dan PT Tanjung Enim Lestari Pulp and Paper (TeL). Satu unit versi ekspor dari lokomotif ini dahulu dioperasikan oleh ICTSI di Filipina dan kemudian dijual ke Australia.

Lokomotif CC203
Lokomotif CC203
Lokomotif CC 203 98 13 SDT menarik KA Rapih Dhoho persiapan berhenti di jalur 3 Stasiun Jombang, 2021
Data teknis
Sumber tenagaDiesel elektrik
DesainerGE Transportation dan UGL Rail
ProdusenGE Transportation
PT GE Lokomotif Indonesia
Nomor seriCC 203
ModelGE U20C
Tanggal dibuat1995-2000
Jumlah dibuat42 unit
Spesifikasi roda
Susunan roda AARC-C
Klasifikasi UICCo'Co'
Dimensi
Lebar sepur1067 mm
Diameter roda914 mm
Panjang14.135 mm
Lebar2.642 mm
Tinggi maksimum3.637 mm
Jarak antara alat perangkai15.214 mm
Jarak antarpivot7.680 mm
Jarak gandar3.304 mm
Tinggi alat perangkai775 mm
Berat
Berat kosong78 ton
Berat siap84 ton
Berat adhesi84 ton
Bahan bakar
Jenis bahan bakarHigh-Speed Diesel
Kapasitas bahan bakar3.028 liter
Kapasitas pelumas984 liter
Kapasitas air pendingin684 liter
Kapasitas bak pasir510 liter
Sistem mesin
Penggerak utamaGE 7FDL-8
Jenis mesin4 langkah, 2 tingkat turbocharger
GeneratorGT 581
Motor traksi6 unit
Tipe: GE 761, DC-DC
Kinerja
Perbandingan roda gigi90:21
Kecepatan maksimum120 km/jam
Kecepatan minimum kontinu24 km/jam
Daya mesin2.150 hp
Daya ke generator/converter2.000 hp
Jari-jari lengkung terkecil56.7 m
Lain-lain
Rem lokomotifRem udara tekan, rem dinamis, rem parkir
Sistem keselamatanLocotrack, Vigilance control panel
Tipe kompresorGardner Denver WBO
Jenis suling/klakson lokomotifWABCO AA-2
Karier
Perusahaan pemilikPT Kereta Api Indonesia
PT Tanjung Enim Lestari Pulp and Paper
Julukan'The Railsprinter'
Daerah operasiPulau Jawa dan Sumatera Selatan
Mulai dinas1995
Keadaan
  • Beroperasi: 37 unit
  • Tidak beroperasi: 4 unit
Catatan kaki:[1]

Lokomotif ini diadakan pertama kali pada tahun 1995 untuk memperkuat armada kereta api eksekutif Perumka pada saat itu. Hal ini berkaitan dengan peluncuran dua KA Argo generasi pertama, yaitu JS950 Argobromo dan JB250 Argogede. Setelah sukses merakit 12 lokomotif pertama di GE Transportation, produksi lokomotif kemudian dialihkan ke PT GE Lokomotif Indonesia (GE Lokindo). Desain kabin masinis lokomotif ini juga menginspirasi lokomotif CC204 generasi kedua dan menjadi ikon lokomotif KA penumpang cepat hingga CC206 menggantikannya pada 2013.

Sejarah

Generasi pertama (1995)

 
CC 203 02 menarik kereta api Taksaka saat berhenti di Stasiun Legok, 2009. Lokomotif ini diproduksi langsung oleh GE Transportation.

Ide mengenai pengadaan lokomotif dengan desain aerodinamis dimulai saat B. J. Habibie yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi. Di atas kereta wisata Toraja saat perjalanannya ke Bandung pada Desember 1992, ia mengemukakan ide untuk mengadakan kereta api yang mengutamakan kecepatan dan kenyamanan perjalanan. Ia menggunakan rute Jakarta–Bandung dan Jakarta–Surabaya sebagai model. Model ini akan diimplementasikan untuk memperingati 50 Tahun Kemerdekaan Indonesia, dan program ini diwujudkan sebagai JB250 (Jakarta–Bandung 2 jam) dan JS950 (Jakarta–Bandung 9 jam).[2]

Untuk mewujudkan program itu, Perumka meluncurkan kereta api bernama JS950 Argobromo dan JB250 Argogede.[3] Untuk memperkuat armada, Perumka mengadakan dua belas unit lokomotif langsung diimpor dari pabriknya di GE Transportation, Amerika Serikat. Bahkan, pada kesempatan itu, Menteri Perhubungan Haryanto Dhanutirto, menyebut bahwa pengadaan lokomotif itu masih dalam tahap awal, seraya berkata bahwa Perumka "butuh 50 lokomotif hingga akhir Pelita VI." Pada tahun yang sama, GE merencanakan bekerja sama dengan PT Industri Kereta Api (INKA) untuk memproduksi lokomotif untuk Indonesia. Perusahaan patungan yang direncanakan itu akan memanfaatkan salah satu los pabrik INKA di Madiun.[4]

Produksi GE Lokomotif Indonesia (1996–2001)

 
Lokomotif U201. Mulanya beroperasi di Filipina, dioperasikan oleh ICTSI, lalu dijual ke Australia dan berpindah kepemilikan empat kali: SSRS, Coote Industrials, Qube Logistics, dan terakhir Public Transport Authority of Western Australia (Transperth).

PT INKA dan GE Transportation akhirnya membentuk patungan dengan nama PT GE Lokomotif Indonesia (GE Lokindo). Komposisi sahamnya masing-masing adalah PT INKA 35%, IPTN dan PAL masing-masing 6,5%, PT GE Teknologi 26%, dan sisanya dipegang General Electric.[4] Perusahaan yang semula hanya memproduksi lokomotif untuk Indonesia ternyata juga melakukan ekspor produksinya ke Filipina. Dua lokomotif CC203 buatan GELI dan satu unit lokomotif ekspor Filipina ini diresmikan pada 17 Desember 1996 oleh Presiden Soeharto. Menteri Perhubungan Haryanto Dhanutirto menyerahkan secara simbolis dua lokomotif CC203 GELI ini kepada Dirut Perumka Soemino Eko Sapoetro, sedangkan Menteri Perindustrian Tungki Ariwibowo menyerahkan satu unit lokomotif Filipina kepada Duta Besar Filipina untuk Indonesia Eusebio Abaguin.[5]

Kinerja

Lokomotif CC 203 menggunakan mesin yang sama dengan CC 201, yaitu GE 7FDL-8. Desain kabin yang aerodinamis dibuat di Goninan Locomotive Work (kini UGL Rail) di Australia dengan desain dari General Electric. Selain itu, kabin juga dibuat di PT INKA untuk keperluan perbaikan dan restorasi.

Menurut Ir. Hartono, A.S., M.M., dosen STTD Bekasi, dalam komentarnya di Majalah KA edisi Mei 2014, lokomotif ini adalah "lokomotif hasil pengembangan desain dari lokomotif CC 201" dari segi data teknis, tetapi memiliki bentuk ujung kabin masinis yang aerodinamis, serta diperlebar untuk kenyamanan dan mengurangi penumpang liar.[1] Yang membedakan lokomotif CC 203 dengan lokomotif CC 201 adalah menggunakan motor diesel dengan dua tingkat turbocharger sehingga ia memiliki daya mesin sebesar 2.150 hp.

Lokomotif CC 203 yang diproduksi di PT INKA (CC 203 13–41 dan eks ICTSI 1) pada awalnya menggunakan penyejuk udara di kabin. Namun, penyejuk udara tersebut kemudian dihilangkan karena membuat awak kabin kedinginan dan menimbulkan rembesan air saat hujan.[6]

Mulai tahun 2017, lokomotif CC 203—bersama lokomotif jenis lain—kembali dilengkapi penyejuk udara. Peluncuran lokomotif berpenyejuk udara dilakukan pada 6 April 2019, ditandai dengan pengoperasian lokomotif CC 203 95 04.[7]

Insiden

Pada 24 Januari 2010, tiga lokomotif CC 203 menjadi sasaran pelemparan batu oleh pendukung sepak bola asal Kota Surabaya, Bonek. Menurut warga Surakarta, sebagian anggota Bonek yang hendak menonton pertandingan bola di Stadion Jalak Harupat sempat melempari batu terhadap rumah warga di sepanjang ruas jalan rel di Kota Surakarta. Puncaknya adalah kereta luar biasa (KLB) yang ditarik oleh lokomotif CC 203 40 diserang warga Surakarta dengan lemparan batu di sepanjang jalan rel, maupun di dekat Stasiun Purwosari dan Solo Jebres. Seluruh kaca jendela di kereta pecah berantakan. Ada tiga lokomotif CC 203 yang rusak parah, yakni CC 203 40, CC 203 02, dan CC 203 24. CC 203 02 menarik kereta api Pasundan yang terpaksa tak melayani penumpang reguler, sedangkan CC 203 24 yang seharusnya untuk menarik kereta api Argo Dwipangga ditugasi untuk membawa rombongan Bonek pulang ke daerah asalnya.[8]

Pada 28 April 2013, lokomotif CC 203 28 (CC 203 98 16) berjalan sendiri tanpa masinis dari Depo Lokomotif Semarang Poncol menuju Desa Nolokerto, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal. Penyebab dari kejadian ini adalah kelalaian manusia serta tidak ada laporan korban jiwa.[9]

Lihat pula

Referensi

Kutipan

  1. ^ a b Majalah KA Edisi Mei 2014, halaman 6 s.d. 19
  2. ^ Sampurno 2021, hlm. 66-67.
  3. ^ Warta Ekonomi 1998, hlm. 37.
  4. ^ a b "Indonesia Akan Bangun Industri Lokomotif dengan General Electric". Kompas. 15 Juni 1995. 
  5. ^ Direktorat Informasi Deplu RI 1996, hlm. 5.
  6. ^ "RailfansIna: CC203". RailfansIna. 2011-10-03. Diakses tanggal 2019-04-27. 
  7. ^ Simbolon 2019.
  8. ^ Haryanto 2014, hlm. 18.
  9. ^ Kistyarini 2013.

Daftar pustaka