Literasi keuangan

Revisi sejak 23 November 2021 04.04 oleh Luna Septalisa Pratiwi (bicara | kontrib) (Menambah subjudul dan referensi)

Literasi keuangan adalah kemampuan dalam memahami pro dan kontra dari suatu keputusan keuangan, pertimbangan biaya dan dengan percaya diri memutuskan apa yang harus dilakukan. Menjadi pribadi yang melek finansial bukan berarti seseorang mengetahui segala hal tentang uang melainkan melengkapi diri untuk mencari jawaban yang dibutuhkan dalam membuat keputusan keuangan yang baik.[1]

Definisi

Literasi keuangan adalah kemampuan dalam memahami dan menggunakan berbagai kemampuan keuangan secara efektif, seperti manajemen keuangan pribadi, penganggaran dan investasi. Literasi keuangan merupakan fundamental dari hubungan seseorang dengan uang dan akan terus dipelajari sepanjang hayat.[2]

Literasi keuangan merujuk pada banyak sekali keterampilan yang diperlukan saat membuat pilihan tentang apa yang harus seseorang lakukan terhadap uangnya. Beberapa dari keterampilan tersebut adalah keterampilan dasar, seperti bagaimana menambah atau mengurangi uang yang diperoleh, dibelanjakan dan ditabung―sedangkan yang lain berupa keterampilan yang lebih kompleks, seperti perhitungan dan penilaian risiko. [1]

Seseorang yang melek finansial mengetahui bahwa gaji yang diperoleh setiap bulan tidak boleh dibelanjakan lebih banyak dari yang diterima. Seseorang dengan tingkat literasi keuangan yang baik mengetahui bahwa ia harus menyisihkan sebagian dari gaji yang diterima untuk ditabung. Apabila orang tersebut memiliki tingkat literasi yang lebih baik lagi, ia akan familiar dengan beberapa formula penganggaran, seperti aturan 80/20, di mana 80% dari pendapatan untuk dibelanjakan dan 20% untuk disimpan. Jumlah 20% dari pendapatan tersebut dapat disimpan dalam bentuk tabungan berjangka atau diinvestasikan di instrumen pasar modal, seperti saham. Keduanya merupakan pilihan yang melek finansial dan dapat dipilih, tergantung tujuan keuangan seseorang, pemahaman terkait produk-produk keuangan dan toleransi risiko.[1]

Tujuan Literasi Keuangan

Literasi keuangan memiliki tujuan jangka panjang bagi seluruh golongan masyarakat sebagai berikut.[3]

  1. Meningkatkan tingkat literasi masyarakat dari less literate atau not literate menjadi well literate
  2. Meningkatkan jumlah pengguna produk dan layanan keuangan

Manfaat Literasi Keuangan

Literasi keuangan bermanfaat untuk menciptakan masyarakat yang melek finansial. Masyarakat yang melek finansial ditandai dengan memiliki pemahaman tentang bagaimana mengelola uang, melunasi hutang, paham tentang suku bunga, asuransi, tabungan pensiun, pajak, serta produk keuangan, seperti kredit atau pinjaman. Dengan keadaan melek finansial, seseorang dapat memanfaatkan produk-produk keuangan tersebut untuk mencapai stabilitas ekonomi dan keuangan.[4]

Pentingnya keuangan dalam kehidupan masyarakat modern, membuat literasi keuangan penting dimiliki oleh setiap individu agar terhindar dari kegagalan finansial jangka panjang. Selain itu, melek finansial juga dapat melindungi seseorang dari tindak penipuan keuangan, seperti pinjaman online (pinjol) ilegal. Orang yang buta finansial dapat mengalami sejumlah masalah keuangan, seperti terkena jebakan utang, baik karena keputusan pengeluaran yang buruk atau kurang persiapan jangka panjang. Hal ini dapat menyebabkan seseorang mempunyai catatan kredit yang buruk, mengalami kebangkrutan, penyitaan rumah dan konsekuensi negatif lainnya.[2]

Tingkat Literasi Keuangan Masyarakat Indonesia

Saat ini literasi keuangan semakin mendapat perhatian di banyak negara maju. Di beberapa negara, literasi keuangan sudah dicanangkan menjadi program nasional. Misalnya, di Amerika Serikat yang memperingati Bulan Literasi Finansial (Financial Literacy Month) setiap bulan April.[1]

Di Indonesia, selama bulan Oktober, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan industri jasa keuangan menggelar kegiatan tahunan Bulan Inklusi Keuangan (BIK) yang bertujuan untuk mendekatkan masyarakat pada produk dan layanan keuangan sehingga masyarakat memiliki akses ke produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhannya.[5]

Hasil riset secara umum menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan yang rendah masih terjadi juga di negara-negara maju, terlebih lagi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Kondisi ini merupakan masalah yang cukup serius karena literasi keuangan berpengaruh positif terhadap inklusi dan perilaku keuangan.[6]

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh OJK pada tahun 2013, tingkat literasi keuangan penduduk Indonesia dapat dibagi menjadi empat kategori.

  1. Well literate (21,84%) adalah tingkat literasi keuangan yang terbaik.[4] Masyarakat yang termasuk kategori well literate adalah mereka yang memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan serta memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan.[3]
  2. Sufficient literate (75,69%) adalah tingkat literasi keuangan dengan pengetahuan yang cukup.[4] Kategori ini merupakan yang terbesar jumlahnya dibandingkan kategori lain. Masyarakat yang tergolong sufficient literate memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko,hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan.[3]
  3. Less literate (2,06%) adalah tingkat literasi dengan pengetahuan yang kurang.[4] Masyarakat dengan tingkat literasi ini hanya memiliki pengetahuan tentang lembaga jasa keuangan, produk dan jasa keuangan.[3]
  4. Non literate (0,41%) adalah tingkat literasi terburuk, yaitu tidak memiliki pengetahauan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan, serta tidak memiliki keterampilan danalm menggunakan produk dan jasa keuangan.[3]

Hubungan antara Literasi Keuangan, Inklusi Keuangan dan Edukasi Keuangan

Literasi keuangan berkaitan erat dengan inklusi keuangan dan edukasi keuangan.

Inklusi keuangan dapat diartikan sebagai kondisi di mana individu atau bisnis memiliki akses ke berbagai produk dan layanan keuangan yang bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan. Akses ke berbagai produk dan layanan keuangan ini dapat memfasilitasi kebutuhan individu, keluarga atau bisnis untuk mencapai tujuan keuangan jangka panjang hingga mempersiapkan dana darurat, seperti kredit pengembangan usaha, asuransi jiwa atau kesehatan, dana pendidikan dan sebagainya.[7]

Inklusi keuangan bukan hanya tentang akses melainkan terletak pada pemanfaatan produk dan layanan keuangan oleh masyarakat. Supaya masyarakat tertarik dan mampu memanfaatkan produk dan layanan keuangan sesuai kebutuhan, masyarakat harus melek keuangan atau memiliki literasi keuangan yang baik.[8] Menciptakan masyarakat yang melek keuangan perlu edukasi keuangan yang dirancang secara serius dan sistematis untuk seluruh lapisan masyarakat, baik yang hidup di kota atau desa, laki-laki atau perempuan, kaya atau miskin, tua atau muda dan di berbagai jenjang pendidikan.[7]


Referensi

  1. ^ a b c d "What Is Financial Literacy?". The Balance (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-22. 
  2. ^ a b "What Is Financial Literacy?". Investopedia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-22. 
  3. ^ a b c d e "Konsumen". www.ojk.go.id. Diakses tanggal 2021-11-22. 
  4. ^ a b c d Media, Kompas Cyber (2021-06-11). "Literasi Keuangan: Definisi, Manfaat, dan Tingkatnya". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2021-11-22. 
  5. ^ "Tingkatkan Inklusi Keuangan, OJK Kembali Gelar BIK pada Oktober 2021 | Finansial". Bisnis.com. 2021-09-28. Diakses tanggal 2021-11-22. 
  6. ^ Yushita, Amanita Novi (2017-06-05). "PENTINGNYA LITERASI KEUANGAN BAGI PENGELOLAAN KEUANGAN PRIBADI". Nominal: Barometer Riset Akuntansi dan Manajemen (dalam bahasa Inggris). 6 (1): 11–26. doi:10.21831/nominal.v6i1.14330. ISSN 2502-5430. 
  7. ^ a b "Overview". World Bank (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-23. 
  8. ^ Qazi, Moin. "Financial literacy is key to financial inclusion". @businessline (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-23.