Literasi keuangan atau kemelekan keuangan (melek keuangan) (Inggris: financial literacy) adalah kemampuan dalam memahami pro dan kontra dari suatu keputusan keuangan, pertimbangan biaya dan dengan percaya diri memutuskan apa yang harus dilakukan. Menjadi pribadi yang melek finansial bukan berarti seseorang mengetahui segala hal tentang uang melainkan melengkapi diri untuk mencari jawaban yang dibutuhkan dalam membuat keputusan keuangan yang baik.[1]

Definisi sunting

Literasi keuangan adalah kemampuan dalam memahami dan menggunakan berbagai kemampuan keuangan secara efektif, seperti manajemen keuangan pribadi, penganggaran dan investasi. Literasi keuangan merupakan fundamental dari hubungan seseorang dengan uang dan akan terus dipelajari sepanjang hayat.[2]

Literasi keuangan merujuk pada banyak sekali keterampilan yang diperlukan saat membuat pilihan tentang apa yang harus seseorang lakukan terhadap uangnya. Beberapa dari keterampilan tersebut adalah keterampilan dasar, seperti bagaimana menambah atau mengurangi uang yang diperoleh, dibelanjakan dan ditabung―sedangkan yang lain berupa keterampilan yang lebih kompleks, seperti perhitungan dan penilaian risiko.[1]

Seseorang yang melek finansial mengetahui bahwa gaji yang diperoleh setiap bulan tidak boleh dibelanjakan lebih banyak dari yang diterima. Seseorang dengan tingkat literasi keuangan yang baik mengetahui bahwa ia harus menyisihkan sebagian dari gaji yang diterima untuk ditabung. Apabila orang tersebut memiliki tingkat literasi yang lebih baik lagi, ia akan familiar dengan beberapa formula penganggaran, seperti aturan 80/20, di mana 80% dari pendapatan untuk dibelanjakan dan 20% untuk disimpan. Jumlah 20% dari pendapatan tersebut dapat disimpan dalam bentuk tabungan berjangka atau diinvestasikan di instrumen pasar modal, seperti saham. Keduanya merupakan pilihan yang melek finansial dan dapat dipilih, tergantung tujuan keuangan seseorang, pemahaman terkait produk-produk keuangan dan toleransi risiko.[1]

Tujuan sunting

Ada dua tujuan jangka panjang dari literasi keuangan, yakni:[3]

  1. memperbaiki tingkat literasi masyarakat dari yang semula kurang atau buta finansial menjadi melek finansial,
  2. jumlah masyarakat yang menggunakan produk dan jasa keuangan semakin meningkat.

Manfaat sunting

Literasi keuangan bermanfaat untuk menciptakan masyarakat yang melek finansial. Masyarakat yang melek finansial ditandai dengan memiliki pemahaman tentang bagaimana mengelola uang, melunasi utang, paham tentang suku bunga, asuransi, tabungan pensiun, pajak, serta produk keuangan, seperti kredit atau pinjaman. Dengan keadaan melek finansial, seseorang dapat memanfaatkan produk-produk keuangan tersebut untuk mencapai stabilitas ekonomi dan keuangan.[4]

Pentingnya keuangan dalam kehidupan masyarakat modern, membuat literasi keuangan penting dimiliki oleh setiap individu agar terhindar dari kegagalan finansial jangka panjang. Selain itu, melek finansial juga dapat melindungi seseorang dari tindak penipuan keuangan, seperti pinjaman daring (pinjol) ilegal. Orang yang buta finansial dapat mengalami sejumlah masalah keuangan, seperti terkena jebakan utang, baik karena keputusan pengeluaran yang buruk atau kurang persiapan jangka panjang. Hal ini dapat menyebabkan seseorang mempunyai catatan kredit yang buruk, mengalami kebangkrutan, penyitaan rumah dan konsekuensi negatif lainnya.[2]

Komponen sunting

Ada tiga komponen penting dalam literasi keuangan sebagai berikut:

  • pengetahuan keuangan: merupakan komponen penting dalam literasi keuangan yang membantu seseorang dalam membandingkan antara produk dan layanan keuangan untuk dapat membuat keputusan keuangan yang tepat,
  • perilaku keuangan: tindakan dan perilaku konsumen penting dalam membentuk kondisi dan kesejahteraan keuangan mereka. Beberapa perilaku, seperti gagal dalam membangun kebiasaan menabung, terlambat dalam membayar tagihan rutin bulanan, gagal dalam mengendalikan pengeluaran yang tidak perlu, salah memilih produk keuangan, dapat berdampak negatif terhadap kondisi keuangan seseorang,
  • sikap keuangan: sikap keuangan dapat mempengaruhi keputusan keuangan seseorang. Hal ini terkait pada tindakan apa yang dilakukan jika dihadapkan pada pilihan-pilihan keuangan. Misalnya, keputusan untuk berbelanja atau menabung, beli sekarang atau besok dan sebagainya.[5]

Literasi keuangan di Indonesia sunting

Di Indonesia, selama bulan Oktober, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan industri jasa keuangan menggelar kegiatan tahunan Bulan Inklusi Keuangan (BIK) yang bertujuan untuk mendekatkan masyarakat pada produk dan layanan keuangan sehingga masyarakat memiliki akses ke produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhannya.[6]

Kerjasama antara OJK dengan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) melahirkan empat program peningkatan inklusi dan literasi keuangan berikut.

  • Kampanye Simpanan Pelajar (SimPel dan SimPel iB) Goes to School: merupakan kampanye atas produk tabungan untuk siswa yang diterbitkan secara nasional oleh bank-bank di Indonesia untuk mendorong budaya menabung sejak dini.[7]
  • Simpanan Pemuda dan Mahasiswa (SiMuda): merupakan tabungan bagi kelompok usia 18-30 tahun yang dilengkapi dengan fitur produk asuransi dan/atau investasi yang ditawarkan oleh perbankan di Indonesia.[7]
  • Reksa Dana Syariahku (SAKU): merupakan program investasi syariah untuk pelajar dan mahasiswa yang bersifat massal dengan persyaratan yang mudah dan sederhana.[7]
  • Reksa Dana Mini Mart: merupakan program penjualan reksa dana dengan mudah melalui jaringan minimarket. Pembayaran reksa dana dapat dilakukan dengan berbagai alternatif, baik secara tunai maupun non tunai.[7]

Saat ini literasi keuangan semakin mendapat perhatian di banyak negara maju. Hasil riset secara umum menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan yang rendah masih terjadi juga di negara-negara maju, terlebih lagi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Kondisi ini merupakan masalah yang cukup serius karena literasi keuangan berpengaruh positif terhadap inklusi dan perilaku keuangan.[8]

Menurut survei dari OJK pada tahun 2013, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori.

  1. Well literate (21,84%) adalah tingkat literasi keuangan yang terbaik.[4] Masyarakat yang termasuk kategori well literate adalah mereka yang memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan, produk dan jasa keuangan. Pengetahuan dan keyakinan akan produk dan jasa keuangan tersebut meliputi fitur, manfaat dan risiko serta hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan. Masyarakat yang well literate juga memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan.[3]
  2. Sufficient literate (75,69%) adalah tingkat literasi keuangan dengan pengetahuan yang cukup.[4] Kategori ini merupakan yang terbesar jumlahnya dibandingkan kategori lain. Masyarakat yang tergolong sufficient literate memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan, produk dan jasa keuangan seperti halnya masyarakat yang well literate. Perbedaannya terletak pada keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan, di mana masyarakat yang well literate memiliki keterampilan finansial yang lebih baik.[3]
  3. Less literate (2,06%) adalah tingkat literasi dengan pengetahuan tentang lembaga jasa keuangan, produk dan jasa keuangan yang masih kurang.[4]
  4. Non literate (0,41%) adalah tingkat literasi terburuk. Masyarakat yang termasuk kategori non literate tidak memiliki pengetahuan, keyakinan dan keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan.[3]

Tantangan literasi keuangan di Indonesia sunting

Perkembangan industri keuangan modern perlu diikuti dengan peningkatan literasi keuangan masyarakat. Namun pengembangan literasi keuangan di Indonesia juga memiliki tantangan sebagai berikut.

  1. Tantangan demografi: masalah perbedaan agama, bahasa, suku, budaya, tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat yang berbeda di masing-masing wilayah di Indonesia.[9][10]
  2. Tantangan geografis: Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas dan masih ada wilayah-wilayah yang sulit dijangkau. Akses internet yang belum merata hingga ke daerah-daerah terpencil menyebabkan timbulnya kesenjangan literasi antara masyarakat kota dan desa. Dari 34 provinsi di Indonesia, sebanyak 21 provinsi memiliki indeks literasi keuangan di bawah indeks literasi nasional.[9][10]

Literasi keuangan, inklusi keuangan, dan edukasi keuangan sunting

Literasi keuangan berkaitan erat dengan inklusi keuangan dan edukasi keuangan.

Inklusi keuangan dapat diartikan sebagai kondisi di mana individu atau bisnis memiliki akses ke berbagai produk dan layanan keuangan yang bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan. Akses ke berbagai produk dan layanan keuangan ini dapat memfasilitasi kebutuhan individu, keluarga atau bisnis untuk mencapai tujuan keuangan jangka panjang, seperti kredit pengembangan usaha, asuransi jiwa atau asuransi kesehatan, dana pendidikan dan sebagainya hingga mempersiapkan dana darurat,.[11]

Inklusi keuangan bukan hanya tentang ketersediaan akses melainkan terletak pada pemanfaatan produk dan layanan keuangan oleh masyarakat. Supaya masyarakat tertarik dan mampu memanfaatkan produk dan layanan keuangan sesuai kebutuhan, masyarakat harus melek keuangan atau memiliki literasi keuangan yang baik.[12]

Menciptakan masyarakat yang melek keuangan perlu edukasi keuangan yang dirancang secara serius dan sistematis untuk seluruh lapisan masyarakat, baik yang hidup di kota atau desa, laki-laki atau perempuan, kaya atau miskin, tua atau muda dan di berbagai jenjang pendidikan.[13]

Program literasi keuangan di berbagai negara sunting

Jika di negara-negara berkembang program literasi keuangan lebih banyak ditujukan untuk masyarakat miskin dan kurang beruntung, program literasi keuangan di negara-negara maju menargetkan orang-orang dari berbagai kelompok masyarakat.

Asia Pasifik, Timur Tengah dan Afrika (APMEA) sunting

Peningkatan literasi keuangan untuk konsumen perempuan di Asia Pasifik, Timur Tengah dan Afrika yang terdiri atas manajemen keuangan dasar dan perencanaan keuangan serta investasi.[14]

Australia sunting

Australia memiliki Kerangka Kerja Literasi Konsumen dan Keuangan Nasional dan Strategi Literasi Keuangan Nasional yang menempatkan literasi keuangan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan yang diajarkan, baik kepada para siswa maupun tenaga pendidik di sekolah-sekolah.[15]

Topik-topik literasi keuangan diajarkan sesuai dengan jenjang pendidikan, misalnya untuk siswa sekolah menengah diajarkan mengenai pengambilan keputusan keuangan dalam membeli ponsel pintar, bagaimana mengamankan pekerjaan pertama mereka, membeli mobil pertama, pindah rumah dan merencanakan bisnis kecil-kecilan. Mereka juga belajar tentang perpajakan dan perencanaan pensiun, seperti pengetahuan dasar tentang pajak dan perencanaan pensiun, pentingnya membayar pajak dan manfaat sistem perpajakan bagi masyarakat.[15]

Belgia sunting

Otoritas Jasa Keuangan dan Pasar (FSMA-Belgium) ditugaskan untuk meningkatkan literasi keuangan para penabung dan investor sehingga para penabung perseorangan, orang-orang yang diasuransikan, pemegang saham dan investor memiliki posisi dan hubungan yang lebih baik dengan lembaga keuangan. Dengan demikian, mereka tidak lagi membeli produk keuangan yang tidak sesuai dengan profil risiko mereka.[14]

FSMA Belgia memiliki inisiatif dan menjadi pelopor pengembangan literasi keuangan di level Eropa melalui program pendidikan keuangan, Wikifin. Program Wikifin memiliki tiga pilar utama, yaitu inisiatif untuk masyarakat umum, kerja sama dengan sekolah-sekolah dan Lab Wikifin baru.[16][17]

Britania Raya sunting

Britania Raya memiliki badan khusus yang berperan dalam pengembangan literasi keuangan yang bernama The Consumer Financial Education Body (CFEB). CFEB merupakan badan independen yang dibentuk pada bulan April 2010 oleh the Financial Services Authority (FSA) 2010. Badan ini bertugas untuk mengembangkan pendidikan finansial konsumen di Britania Raya, sekaligus meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang masalah-masalah keuangan serta kemampuan untuk mengelola keuangan.[18]

Amerika Serikat sunting

Departemen Keuangan Amerika Serikat mendirikan Komisi Pendidikan dan Literasi Keuangan berdasarkan The Fair and Accurate Credit Transaction Act (FACT atau FACTA) tahun 2003. Tugas dari komisi tersebut adalah mengembangkan situs web pendidikan keuangan nasional (MyMoney.gov) dan strategi pendidikan keuangan nasional. Komisi ini memiliki visi untuk menciptakan kesejahteraan finansial yang berkelanjutan bagi seluruh individu dan keluarga di Amerika Serikat yang diwujudkan melalui berbagai program, seperti menetapkan arahan strategis untuk kebijakan, pendidikan, praktik, penelitian dan koordinasi sehingga seluruh masyarakat Amerika dapat membuat keputusan keuangan berdasarkan informasi yang kredibel.[19]

Program literasi keuangan juga diinisiasi oleh kampus-kampus di Amerika Serikat. Contohnya, program literasi keuangan Financial Cents yang diselenggarakan secara kolaboratif antara mahasiswa Northern Illinois University (NIU) dengan Junior Achievement, bisnis lokal dan organisasi yang memberikan pendidikan ekonomi di semua jenjang kontinum P-20, dari tingkat prasekolah hingga pascasarjana. Mereka juga menyelenggarakan berbagai kegiatan edukatif untuk sejumlah pelajar dan guru lokal P-20, seperti presentasi di kelas, sosialisasi oleh organisasi kemahasiswaan, lokakarya dan permainan trivia interaktif.[20]

India sunting

Masyarakat India lintas generasi memiliki kebiasaan menabung dalam bentuk uang tunai atau barang, baik secara konvensional atau non konvensional. Produk tabungan yang paling mereka sukai selama berabad-abad adalah emas dan tanah. Namun kesadaran akan inklusi keuangan telah dimulai sejak 1950 meskipun menggunakan pendekatan informal. Puncaknya dimulai sejak 2005 melalui arahan dan pedoman dari Reserve Bank of India (RBI) yang didukung oleh berbagai organisasi, seperti National Bank for Agriculture and Rural Development (NABARD) dan bank-bank komersial.[14]

Pemerintah India melalui berbagai lembaganya, seperti RBI, Securities and Exchange Board of India (SEBI), NABARD, State Bank of India dan lain-lain telah berusaha mengembangkan literasi keuangan dan pendidikan keuangan pada warga negaranya dalam beberapa tahun terakhir. RBI telah memprakarsai "Proyek Literasi Keuangan" dengan tujuan menyebarkan informasi tentang konsep bank sentral dan perbankan umum ke berbagai kelompok sasaran. Tautan situs web 'Pendidikan Keuangan' milik RBI menyediakan informasi tentang dasar-dasar perbankan, keuangan dan perbankan sentral dalam format komik untuk anak-anak dari segala usia.[21]

Referensi sunting

  1. ^ a b c Digangi, Christine. "What Is Financial Literacy?". The Balance (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-22. 
  2. ^ a b Fernando, Jason. "What Is Financial Literacy?". Investopedia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-22. 
  3. ^ a b c d "Konsumen". www.ojk.go.id. Diakses tanggal 2021-11-22. 
  4. ^ a b c d Utami, Silmi Nurul (2021-06-11). "Literasi Keuangan: Definisi, Manfaat, dan Tingkatnya". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2021-11-22. 
  5. ^ "International Gateway for Financial Education - Organisation for Economic Co-operation and Development". www.oecd.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-24. 
  6. ^ Meilanova, Denis Riantiza (2021-09-28). "Tingkatkan Inklusi Keuangan, OJK Kembali Gelar BIK pada Oktober 2021 | Finansial". Bisnis.com. Diakses tanggal 2021-11-22. 
  7. ^ a b c d Murdaningsih, Dwi (2018-10-31). "OJK dan PUJK Luncurkan 4 Program Literasi Keuangan". Republika Online. Diakses tanggal 2021-11-24. 
  8. ^ Yushita, Amanita Novi (2017-06-05). "PENTINGNYA LITERASI KEUANGAN BAGI PENGELOLAAN KEUANGAN PRIBADI". Nominal: Barometer Riset Akuntansi dan Manajemen (dalam bahasa Inggris). 6 (1): 11–26. doi:10.21831/nominal.v6i1.14330. ISSN 2502-5430. 
  9. ^ a b Pertiwi, Suryani Wandari Putri (2020-08-19). "Ini Dua Tantangan Edukasi Literasi Keuangan Versi OJK". mediaindonesia.com. Diakses tanggal 2021-11-24. 
  10. ^ a b Catriana, Elsa (2020-08-19). "2 Tantangan OJK dalam Meningkatkan Literasi Keuangan di Indonesia". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2021-11-24. 
  11. ^ "Overview". World Bank (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-23. 
  12. ^ Qazi, Moin. "Financial literacy is key to financial inclusion". @businessline (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-23. 
  13. ^ Sudheer, C. S. "Financial Education a Must For The Youth Today". Entrepreneur (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-24. 
  14. ^ a b c "Financial Literacy as a Tool for Financial inclusion and Client Protection | UNDP in India". UNDP (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-24. 
  15. ^ a b Office, Australian Taxation. "The case for teaching and learning about taxation and superannuation at school". www.ato.gov.au (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-25. 
  16. ^ "Speech on financial education | FSMA". www.fsma.be (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-26. 
  17. ^ "Opening of the Wikifin Lab: a unique financial experience centre for schools | FSMA". www.fsma.be (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-26. 
  18. ^ "House of Commons - Treasury - Written Evidence". publications.parliament.uk. Diakses tanggal 2021-11-24. 
  19. ^ "Financial Literacy and Education Commission". U.S. Department of the Treasury (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-24. 
  20. ^ "NIU Today - NIU, community financial literacy projects join to expand educational impact across region". NIU Today (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-24. 
  21. ^ Ramakrishnan, Dr (2012-06-09). "Financial Literacy and Financial Inclusion" (dalam bahasa Inggris). Rochester, NY.