Etika

cabang filosofi
Revisi sejak 13 Desember 2021 06.45 oleh Umar Pahennei (bicara | kontrib) (menambahkan kalimat dan referensi)

Etika adalah konsep penilaian sifat kebenaran atau kebaikan dari tindakan sosial berdasarkan kepada tradisi yang dimiliki oleh individu maupun kelompok.[1] Pembentukan etika melalui proses filsafat sehingga etika merupakan bagian dari filsafat.[2] Unsur utama yang membentuk etika adalah moral.[3] Etika hanya mengatur tentang cara manusia dalam bertindak dan tidak memperhatikan kondisi fisik dari manusia.[4] Ruang lingkup etika meliputi analisis dan penerapan konsep mengenai kebenaran, kesalahan, kebaikan, keburukan dan tanggung jawab.[5] Pengelompokan etika secara umum terdiri dari etika deskriptif, etika normatif, etika deontologi dan etika teleologi.[6] Manfaat dari etika adalah adanya pengendalian diri individu yang bermanfaat bagi kepentingan kelompok sosial.[7]

Peristilahan

Kata 'etika' berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu ethos. Dalam bentuk tunggal, kata ini memiliki beberapa arti yang berkaitan dengan tempat atau pemikiran. Maknanya sebagai tempat ialah tempat tinggal yang biasa, padang rumput, atau kandang. Sementara maknanya sebagai pemikiran ialah kebiasaan, adat, akhlak, watak, sikap atau cara berpikir. Dalam filsafat, makna etika yang digunakan adalah sebagai cara berpikir. Istilah ini digunakan dalam filsafat pertama kalinya oleh Aristoteles (384–322 SM) untuk menjelaskan tentang filsafat moral. Dalam pengertian ini, etika diartikan sebagai ilmu tentang adat dan kebiasaan.[8]

Tujuan

Etika merupakan salah satu disiplin ilmiah yang bertujuan untuk mempelajari tentang moral. Selain etika, terdapat beberapa disiplin ilmiah lain yang mempelajari moral, antara lain antropologi, sosiologi, dan psikologi. Perbedaannya terletak pada pendekatan yang digunakan dalam memahami moral. Pendekatan yang digunakan dalam etika ialah studi deskriptif moralitas. Etika menjadi tindakan sosial manusia sebagai permasalah utamanya. Tujuan etika bersifat deskriptif sekaligus preskiptif. Deskriptif berarti bahwa etika menyajikan pengamatan tentang karakteristik individu. Sementara, preskriptif berarti bahwa etika bertujuan untuk mengevaluasi tindakan manusia dan memberikan rekomendasi atau persetujuan atas tindakan manusia.[9]

Sejarah

Masa Yunani Kuno

Konsep mengenai etika mulai muncul di kalangan murid Pythagoras (570–496 SM) di wilayah bangsa Yunani di Mezzogiorno. Para murid Pythagoras membentuk suatu tradisi yang berlangsung selama dua ratus tahun. Tradisi ini berbentuk sebuah pernyataan bahwa prinsip-prinsip matematika merupakan dasar dari segala kenyataan. Para murid ini meyakini terjadinya reinkarnasi yang membuat tubuh manusia berperan sebagai kuburan bagi jiwa. Jiwa hanya dapat terbebas dari ketertarikan indrawi dengan melakukan pembersihan. Bentuk pembersihan jiwa ini adalah bekerja dan bertapa secara rohani. Bentuk pertapaan ini utamanya melalui pemikiran filsafat dan matematika.[10] Aristoteles kemudian menjelaskan pengertian etika sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perbuatan manusia. Ruang lingkupnya hanya meliputi tata cara atau kebiasaan yang menghasilkan perbuatan yang dianggap baik atau buruk menurut kodrat manusia.[11]

Karakteristik

Istilah "etika" memiliki kemiripan dan perbedaan dengan beberapa istilah lain yaitu “etik” dan “etiket”. Persamaan antara ketiganya adalah dari segi bentuk serta unsur. Etika adalah kajian tentang etik. Sementara etiket adalah adat istiadat, sopan santun, dan perilaku dalam hubungan antar manusia yang bersifat positif. Persamaan antara etika dan etiket adalah sama-sama membahas mengenai perilaku manusia dan mengaturnya. Karenanya, istilah etika dan etiket tidak digunakan untuk hewan. Perbedaan keduanya adalah pada kondisi perilaku manusia. Etiket hanya membahas tentang cara perbuatan dilakukan. Sementara etika menentukan kepantasan suatu cara perbuatan untuk dilakukan. Etiket juga hanya berlaku untuk pergaulan dengan orang lain, sementara etika berlaku bagi diri sendiri dan orang lain. Sifat dari etiket adalah relatif sementara etika bersifat mutlak untuk diterapkan. Selain itu, sudut pandang etiket hanya dari sifat lahiriah manusia, sedangkan etika memandang manusia secara lengkap, menyeluruh, dan mendalam.[12]

Pengelompokan

Berdasarkan tingkat penerapan prinsip, etika dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus (sosial). Etika umum merupakan dasar dari ilmu etika. Prinsip-prinsip yang dikemukakan berkaitan langsung dan menjadi bagian dari ilmu tentang moral. Sementara itu, etika khusus atau etika sosial merupakan penerapan dari prinsip-prinsip etika umum. Etika khusus ini ditujukan bagi berbagai pekerjaan yang bersifat profesional.[13]

Etika filosofi

Etika deskriptif

Etika deskriptif merupakan jenis etika yang memberikan deskripsi mengenai penilaian manusia terhadap sesuatu yang berharga sehingga mempengaruhi tindakan dan perilakunya. Deskripsi ini diberikan secara rasional dan kritis. Etika deskriptif melibatkan pengambilan keputusan dalam tindakan manusia dengan memperhatikan fakta yang ada.[14]

Etika normatif

Etika deontologi

Etika teleologi

Etika terapan

Etika bisnis

Masyarakat dan bisnis saling berkaitan satu sama lain. Kegiatan bisnis selalu berkaitan dengan keberadaan masyarakaat disertai dengan seluruh atribut dan simbol yang diyakini oleh masyarakat tersebut. Kondisi ini membuat kegiatan bisnis memiliki nilai moral dan etika tertentu.[15] Etika bisnis bertujuan untuk memberikan kesadaran moral kepada para pelaku bisnis. Kesadaran ini utamanya ditujukan kepada pebisnis untuk konsumen. Bentuknya dapat berupa kegiatan bisnis yang tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen.[16]

Sudut pandang teoretis

Etika dapat dipahami melalui beberapa sudut pandang teoretis yang didasarkan kepada analisa pengalaman dengan bukti empiris. Sudut pandang paling awal adalah memandang teori etika melalui aspek kepentingan dan motivasi. Pada sudut pandang ini, subjeknya adalah individu yang akan melakukan suatu kegiatan atas keinginannya sendiri tanpa mempertimbangkan akibat dari tindakan yang dilakukannya. Sudut pandang berikutnya adalah berdasarkan penilaian dari pihak penyelenggara negara atau insitusi pemerintahan. Pada sudut pandang ini, etika dapat diatur dengan memasukkan konsep-konsepnya ke dalam peraturan, undang-undang dan perlakuan hukum publik. Konsep-konsep ini kemudian diberlakukan kepada publik. Sudut pandang terakhir adalah penilaian etika oleh komunitas masyarakat tertentu yang menjadi pihak perantara dalam interaksi sosial maupun interaksi fisik.[17]

Sudut pandang agama

Etika Islam

Etika Islam berbeda dengan etika dalam pandangan filsafat. Karakteristik utama dari etika Islam adalah adanya tuntunan untuk berperilaku dengan baik dan menghindari perilaku yang buruk. Sumber moral yang menjadi acuan penetapan standar etika Islam adalah wahyu dari Allah yang disampaikan di dalam Al-Qur'an dan hadis. Selain itu, etika Islam berlaku secara universal di segala tempat dan segala waktu. Sifat dari etika Islam ialah masuk akal sehingga dapat diterapkan oleh seluruh manusia. Tujuan akhir dalam etika Islam adalah pembentukan akhlak yang bersifat luhur.[18]

Lihat Pula

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Purba, S. dkk. (2020). Etika Profesi: Membangun Profesionalisme Diri. Yayasan Kita Menulis. hlm. 3. ISBN 978-623-6512-89-0. 
  2. ^ Nurdin, Ismail (2017). Etika Pemerintahan: Norma, Konsep dan Praktek bagi Penyelenggara Pemerintahan. Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Books. hlm. 1–2. ISBN 978-602-7802-36-0. 
  3. ^ Darwin, Eryati (2014). Etika Profesi Kesehatan (PDF). Sleman: Deepublish. hlm. 13. 
  4. ^ Hidana, R., dkk. (2020). Jaelani, Elan, ed. Etika Profesi dan Aspek Hukum Bidang Kesehatan (PDF). Bandung: Penerbit Widina Bhakti Persada Bandung. hlm. 3. ISBN 978-623-93255-1-0. 
  5. ^ Rakhmat, Muhammad (2013). Haerun, M., dan Nurrahmat, F. B., ed. Etika Profesi: Etika Dasar Setiap Profesi Kehidupan dalam Perspektif Hukum Positif (PDF). Bandung: LoGoz Publishing. hlm. 2. ISBN 978-602-9272-07-9. 
  6. ^ Prihatminingtyas 2019, hlm. 2-3.
  7. ^ Sidiq, Umar (2018). Etika dan Profesi Keguruan (PDF). Tulungagung: STAI Muhammadiyah. hlm. 89. ISBN 978-602-71303-4-0. 
  8. ^ Bertens, K. (1993). Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 4. ISBN 979-511-744-0. 
  9. ^ Ekasari, K. dan Nurfitriasih, D. M. (2019). Etika Bisnis. Malang: Polinema Press. hlm. 3. ISBN 978-623-7408-54-3. 
  10. ^ Hidayat, R., dan Rifa’i, M. (2018). Abdillah, ed. Etika Manajemen Perspektif Islam (PDF). Medan: Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia. hlm. 6–7. ISBN 978-602-51316-3-9. 
  11. ^ Gunadi, A. A., dan Oisina S., I. V. (2015). Etika Periklanan (PDF). Jakarta: Universitas Muhammadiyah Jakarta Press. hlm. 1. ISBN 978-979-882-387-9. 
  12. ^ Hudha, A. M., Husamah, dan Rahardjanto, A. (2019). Etika Lingkungan: Teori dan Praktik Pembelajarannya (PDF). Malang: Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang. hlm. 48. ISBN 978-979-796-384-2. 
  13. ^ Asmawati dan Amri, S. R. (2011). Etika Profesi dan Hukum Kesehatan (PDF). Makassar: Pustaka Refleksi. hlm. 5. ISBN 978-979-357-067-9. 
  14. ^ Napitupulu, Dedi Sahputra (2020). Maknun, ed. Etika Profesi Guru Pendidikan Agama Islam (PDF). Sukabumi: Haura Utama. hlm. 77. ISBN 978-623-94603-6-5. 
  15. ^ Prihatminingtyas 2019, hlm. 27.
  16. ^ Budiono, Gatut L. (2008). Laruhun, Lamansu, ed. Etika Bisnis Pendekatan Teoritis dan Praktis (PDF). Jakarta: Poliyama Widya Pustaka. hlm. 40. ISBN 978-979-15721-3-2. 
  17. ^ Fauzi, Imron (2019). Umam, Khairul, ed. Etika Profesi Keguruan (PDF). Jember: IAIN Jember Press. hlm. 11–12. ISBN 978-602-414-088-5. 
  18. ^ Wahyudin, Wahyudi, D., dan Muzakki, A. (2019). Etika Ketuhanan (PDF). Yogyakarta: Idea Press. hlm. 3–4. ISBN 978-623-7085-36-2. 

Daftar pustaka

Pranala luar