Fatahillah

penyebar agama Islam di Indonesia
Revisi sejak 20 Desember 2021 03.15 oleh Budak Plaju (bicara | kontrib) (Menambah nasab Fatahillah)

Fatahillah atau Faletehan (ejaan orang Portugis) adalah tokoh penyebar Islam yang dikenal karena memimpin penaklukkan Sunda Kelapa pada tahun 1527 dan mengganti namanya menjadi Jayakarta. Penaklukkan ini adalah salah satu misinya untuk menyebarkan Islam ke Jawa Barat.[2]

Fatahillah
Fatahillah (kanan) dalam perangko keluaran tahun 2008
LahirTidak diketahui
Samudera Pasai[a]
Meninggal1570
Cirebon, Kesultanan Cirebon
ZamanPenyebaran Islam di Nusantara, Kolonialisme Portugis di Indonesia
Dikenal atasPenaklukkan Sunda Kelapa
Anak2

Nama Faletehan pertama kali disebutkan oleh João de Barros dalam seri bukunya yang berjudul Décadas da Ásia (Dekade-dekade dari Asia). Ia melaporkan bahwa salah satu kapal brigantin armada Duarte Coelho [en] yang terdampar di Sunda Kelapa, telah diserang oleh pasukan Muslim di bawah pimpinan Fatahillah dan membunuh semua laskar Portugis di kapal tersebut.[3]

Latar belakang

Barros mencatat bahwa Fatahillah berasal dari Pasai, Aceh Utara, yang kemudian pergi meninggalkan Pasai ketika daerah tersebut dikuasai Portugis. Fatahillah pergi ke Mekkah untuk mempelajari agama Islam, dan setelah dua atau tiga tahun lalu kembali ke Pasai. Karena masih diduduki oleh Portugal, Fatahillah melanjutkan perjalanannya ke Pulau Jawa, ke Jepara, dan mengabdikan diri kepada sultan Demak di sana. Merasa puas atas pengabdiannya, Raja memberikan seorang adiknya kepada Fatahillah untuk diperistri.[4] Graaf dan Pigeaud menganggap bahwa raja Jepara yang dimaksud adalah Raja Demak ketika itu, Sultan Trenggana.[5]:112-3

Setelah itu Fatahillah berangkat untuk mengislamkan Banten, dan diberi dukungan 2.000 orang prajurit dan pembantu oleh Raja. Dengan dukungan pasukan Muslim itulah Fatahillah menaklukkan pelabuhan Sunda (Kalapa dan Banten).[6] Adolf Heuken berpendapat bahwa peristiwa terdamparnya armada Duarte Coelho di pantai Kalapa terjadi pada akhir November 1526,[7]:66, 76 jadi penaklukan Fatahillah atas Kalapa mungkin terjadi pada pertengahan bulan November itu.

Hubungannya dengan Sunan Gunung Jati

Sejarawan seperti Hoesein Djajadiningrat,[8] H.J. de Graaf dan Th.G.Th. Pigeaud,[5]:111-13,[9]:11, Slamet Muljana,[10]:101-2, 223-34 dan Adolf Heuken[11]:96-7 berpendapat bahwa Fatahillah dan Sunan Gunung Jati adalah orang yang sama. Setelah mengabdikan diri ke Demak, pada sekitar 1524-1525 Fatahillah dengan sokongan sekitar 1500 prajurit menyerbu dan mengalahkan Banten, pelabuhan penting Kerajaan Sunda yang beragama Hindu, serta menguasainya sebagai raja bawahan Sultan Demak. Tahun-tahun berikutnya (1526-1527) Fatahillah menyerang dan menundukkan Sunda Kalapa, serta mengusir tentara Portugis yang hendak mendirikan benteng di wilayah Sunda. Setelah berkuasa hampir 30 tahun, pada sekitar 1552 Fatahillah meninggalkan Banten menuju Cirebon; dan menyerahkan kekuasaannya atas Banten kepada puteranya, Maulana Hasanuddin. Fatahillah kemudian tinggal sebagai penguasa dan pemuka agama di Cirebon sampai dengan wafatnya, hingga kelak dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.[5]:111-15

Sedangkan Fatahillah adalah seorang Panglima Pasai, bernama Fadhlulah Khan. Ketika Pasai dan Malaka direbut Portugis, ia hijrah ke tanah Jawa untuk memperkuat armada kesultanan-kesultanan Islam di Jawa (Demak, Cirebon dan Banten) setelah gugurnya Raden Abdul Qadir bin Yunus (Pati Unus, menantu Raden Patah Sultan Demak pertama).

Menurut Saleh Danasasmita, Fatahillah masih berkerabat dengan Walisongo karena kakek buyutnya, Zainal Alam Barakat, adalah adik dari Nurul Alam Amin (kakek Sunan Gunung Jati) dan kakak dari Ibrahim Zainal Akbar (ayah Sunan Ampel) yang semuanya adalah putra-putra Syekh Maulana Akbar dari Gujarat, India.


Nasab

Maulana Fathlullah bin Mahdar Ibrahim bin Abdul Ghofur bin Zainul Alam Barokat bin Jamaludin Husein Al-Akbar bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Amir Abdullah Azmatkhan bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi ‘Ammil Faqih bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali' Qasam bin Alwi Shohib Baiti Jubair/'Alwi Ats Tsani bin Muhammad Shohibus Saumah bin Alawi bin Ubaidillah Ahmad al-Muhajir bin Isa bin Muhammad an-Naqib bin Ali bin Imam Ja’far ash-Shadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam Ali bin Husain bin Imam Husain bin Ali bin Abu Thalib.

Penghargaan

Untuk menghormati jasa-jasa beliau dalam mempertahankan Sunda Kelapa dari Portugis, Pemerintah Republik Indonesia menjadikan beliau sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia.[butuh rujukan]

Catatan

  1. ^ Ada perbedaan pendapat mengenai asal usulnya Fatahillah[1]

Referensi

  1. ^ "Sejarah HUT Jakarta & Benarkah Fatahillah Membantai Rakyat Betawi?". tirto.id. Diakses tanggal 2020-12-12. 
  2. ^ Kotapradja Djakarta Raya 1953, hlm. 491.
  3. ^ Barros 1777, hlm. 85.
  4. ^ Barros 1777, hlm. 86.
  5. ^ a b c De Graaf, H. J.; Pigeaud, Theodoor Gautier Thomas (1974). "De eerste moslimse vorstendommen op Java: Studiën over de staatkundige geschiedenis van de 15de en 16de eeuw on JSTOR". JSTOR (dalam bahasa Inggris). doi:10.1163/j.ctvbqs7vc. 
  6. ^ Barros 1777, hlm. 86,87.
  7. ^ Heuken, A. (1999). Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid I. Jakarta: Cipta Loka Caraka
  8. ^ Djajadiningrat, Hoesein (1983). Tinjauan kritis tentang sejarah Banten. (Terjemahan disertasi dari Critische bischorwing van de sadjarah Banten). Jakarta: Djambatan. 
  9. ^ De Graaf, H. J. (1976). Islamic States in Java 1500-1700: Eight Dutch Books and Articles by Dr. H.J. de Graaf (dalam bahasa Inggris). Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (dalam Brill). ISBN 978-90-04-28700-6. 
  10. ^ Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. Yogyakarta: LKIS Yogyakarta. ISBN 9798451163. 
  11. ^ Heuken, Adolf (2000). Sumber-sumber asli sejarah Jakarta dokumen-dokumen sejarah Jakarta dari kedatangan kapal pertama Belanda sampai dengan tahun 1619. III. Cipta Loka Caraka: Jakarta. 

Daftar pustaka