Aristoteles

filsuf Yunani Kuno, murid Plato, dan pionir filsafat Barat
Revisi sejak 25 Desember 2021 13.30 oleh Saiful Arvandy (bicara | kontrib) (Merapikan tulisan)

Aristoteles (bahasa Yunani: ‘Aριστοτέλης Aristotélēs), (384 SM322 SM) adalah seorang filsuf Yunani yang menjadi guru dari Aleksander Agung.[1] Sementara itu, ia adalah murid dari Plato. Semasa hidupnya, ia menulis tentang filsafat dan ilmu lainnya yaitu logika, politik, etika, biologi dan psikologi.[2] Aristoteles membagi filsafat menjadi empat persoalan yaitu logika, matematika, fisika dan metafisika. Analisis mengenai filsafat dilakukannya menggunakan silogisme.[3] Pemikiran Aristoteles mengenai logika yang memanfaatkan metode deduktif dijadikan sebagai dasar dalam logika formal.[4]

Aristotélēs
Ἀριστοτέλης
Lahir384 SM Stagira, Chalcidice
Meninggal322 SM (umur 61 atau 62) Euboea
EraFilsafat kuno
KawasanFilsuf barat
AliranSekolah Peripatetik
Aristotelianisme
Minat utama
Fisika
Metafisika
Puisi
Teater
Musik
Retorika
Politik
Pemerintahan
Etika
Biologi
Zoologi
Gagasan penting
Golden mean
Logika
Silogisme
Aristoteles menurut Raphael, dalam lukisan Sekolah Athena (Akademia Athena) School of Athens.

Riwayat hidup

Aristoteles lahir di sebuah kota kecil bernama Stagira pada tahun 384 SM. Kota ini merupakan bagian dari semenanjung Kalkidiki. Pengasuhan Aristoteles dilakukan oleh keluarganya di Atarneus, Anatolia. Kondisi ini disebabkan ayahnya wafat pada usia muda selama pengadilan di Pella, Makedonia Tengah. Pekerjaan ayahnya adalah sebagai fisikawan.[5] Ayahnya adalah tabib pribadi Raja Amyntas dari Makedonia.[butuh rujukan] Pada usia 17 tahun, Aristoteles menjadi murid Plato.[6] Belakangan ia meningkat menjadi guru di Akademi Plato di Athena selama 20 tahun.[butuh rujukan] Aristoteles meninggalkan akademi tersebut setelah Plato meninggal, dan menjadi guru bagi Alexander dari Makedonia.[butuh rujukan]

Saat Alexander berkuasa pada tahun 336 SM, ia kembali ke Athena.[butuh rujukan] Dengan dukungan dan bantuan dari Alexander, ia kemudian mendirikan akademinya sendiri yang diberi nama Lyceum, yang dipimpinnya sampai tahun 323 SM.[butuh rujukan] Perubahan politik seiring jatuhnya Alexander menjadikan dirinya harus kembali kabur dari Athena guna menghindari nasib naas sebagaimana dulu dialami Socrates.[butuh rujukan] Aristoteles meninggal tak lama setelah pengungsian tersebut.[butuh rujukan]Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan.[butuh rujukan]

Pemikiran

Abstraksi

Aristoteles meyakini bahwa abstraksi menjadi pembentuk kategori yang dapat diterapkan ke objek pemikiran.[7] Aristoteles menganggap bahwa pemikiran manusia melebihi tiga jenis abstraksi yang membentuk filsafat, yaitu fisika, matematika dan metafisika. Manusia melampaui fisika ketika ia mulai berpikir saat sedang melakukan pengamatan. Selama berpikir, akal manusia melepaskan diri dari pengamatan yang menggunakan indra untuk merasakan segala yang dapat dirasakan keberadaannya. Pengetahuan yang bersifat umum kemudian diketahui dari hal yang partikular dan nyata. Pengetahuan fisika kemudian terbentuk melalui pengetahuan abstrak dan akal manusia. Selanjutnya, abstraksi matematika membuat manusia mampu mengerti mengenai materi yang tidak terlihat. Akal melepaskan diri dari segala sesuatu yang dapat dipahami. Semua ciri material dari abstraksi ini kemudian menghasilkan ilmu pengetahuan. Sementara, abstraksi metafisika muncul setelah manusia melakukan abstraksi fisika. Dalam abstraksi ketiga, manusia telah mampu berpikir tentang kenyataan dari segala materi beserta dengan asal-usul dan tujuan pembentukannya. Aristoteles menganggap abstraksi ini sebagai filsafat pertama.[8]

Metode filsafat

Aristoteles mengemukakan bahwa metode penemuan pengetahuan dan kebenaran baru terbagi menjadi dua. Pertama, metode induktif dan yang kedua ialah metode deduktif. Metode induktif bertujuan menyimpulkan hal-hal khusus menjadi suatu kesimpulan umum. Sementara itu, metode deduktif hanya menyimpulkan kebenara dari dua hal yang bersifat pasti dan tidak diragukan. Sifat dari metode deduktif ialah menyimpulkan dari sesuatu yang bersifat umum menjadi khusus. Kondisi dari suatu proposisi dapat ditinjau melalui analitika atau dialektika. Analitika digunakan pada penelitian yang menggunakan proposisi yang telah diyakini kebenarannya untuk argumentasi. Sementara dialektika digunakan pada penelitian yang menggunakan proposisi yang diragukan kebenarannya untuk argumentasi. Analitika dan dialektika menjadi dasar dari logika dengan inti yaitu silogisme. Peran silogisme ialah menjadi mekanisme penalaran premis-premis yang benar untuk menghasilkan kesimpulan yang benar. Silogisme menjadi bentuk formal dari penalaran deduktif. Aristoteles menjadi metode deduktif ini sebagai metode terbaik dalam memperoleh pengatahuan dan kebenaran baru yang didasarkan kepada kesimpulan. Metode ini dikenal dengan nama metode silogistis deduktif.[9]

Ilmu alam

Aristoteles menjadi perintis dalam kegiatan pengumpulan dan klasifikasi spesies biologi. Kecenderungan terhadap ilmu alam oleh Aristoteles berkaitan dengan analisis kritis. Kegiatan tersebut dilakukan untuk mengetahui tentang hukum alam dan keseimbangan alam. Keberadaan materi menandakan bahwa materi ada dengan suatu bentuk tertentu. Selain itu, ia berpendapat bahwa terdapat satu tujuan dari pergerakan benda-benda. Pemikiran Aristoteles mengenai gerak menghasilkan hubungan sebab-akibat yang mengarahkan kepada pemikiran mengenai penggerak pertama yang tidak bergerak. Arah pemikirannya mengarah kepada pengertian mengenai Tuhan.[10]

Politik

Filsafat Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan yang pertama ketika dia masih belajar di Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat dengan gurunya tersebut, kemudian ketika dia mengungsi, dan terakhir pada waktu ia memimpin Lyceum mencakup enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain kontribusinya di bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, Ilmu Alam dan karya seni.[butuh rujukan]

Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis).[butuh rujukan] Pemikiran lainnya adalah tentang gerak di mana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis.[butuh rujukan] Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak di mana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan.[butuh rujukan]

Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarki.[butuh rujukan]

Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, di mana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti Fisika, Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori retorika dan puisi.[butuh rujukan]

Di bidang seni, Aristoteles memuat pandangannya tentang keindahan dalam buku Poetike.[6] Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan.[6] Ia mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan.[6] Menurut Aristoteles keindahan menyangkut keseimbangan ukuran yakni ukuran material.[6] Menurut Aristoteles sebuah karya seni adalah sebuah perwujudan artistik yang merupakan hasil chatarsis disertai dengan estetika.[6] Chatarsis adalah pengungkapan kumpulan perasaan yang dicurahkan ke luar.[11] Kumpulan perasaan itu disertai dorongan normatif.[11] Dorongan normatif yang dimaksud adalah dorongan yang akhirnya memberi wujud khusus pada perasaan tersebut.[11] Wujud itu ditiru dari apa yang ada di dalam kenyataan.[11] Aristoteles juga mendefinisikan pengertian sejarah yaitu Sejarah merupakan satu sistem yang meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersusun dalam bentuk kronologi. Pada masa yang sama, menurut dia juga Sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan, rekod-rekod atau bukti-bukti yang konkret.

Pengaruh

Meskipun sebagian besar ilmu pengetahuan yang dikembangkannya terasa lebih merupakan penjelasan dari hal-hal yang masuk akal, banyak teori-teorinya yang bertahan bahkan hampir selama dua ribu tahun lamanya.[butuh rujukan] Hal ini terjadi karena teori-teori tersebut dianggap masuk akal dan sesuai dengan pemikiran masyarakat pada umumnya, meskipun kemudian ternyata bahwa teori-teori tersebut salah total karena didasarkan pada asumsi-asumsi yang keliru.[butuh rujukan]

Dapat dikatakan bahwa pemikiran Aristoteles sangat berpengaruh pada pemikiran Barat dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya.[butuh rujukan] Penyelarasan pemikiran Aristoteles dengan teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas pada abad ke-13, dengan teologi Yahudi oleh Maimonides (1135 – 1204), dan dengan teologi Islam oleh Ibnu Rusyid (1126 – 1198).[butuh rujukan] Bagi manusia abad pertengahan, Aristoteles tidak saja dianggap sebagai sumber yang otoritatif terhadap logika dan metafisika, melainkan juga dianggap sebagai sumber utama dari ilmu pengetahuan, atau "the master of those who know", sebagaimana yang kemudian dikatakan oleh Dante Alighieri.[butuh rujukan].

Dunia Islam

Pemikiran Aristoteles khususnya mengenai logika, tersebar di dunia Islam melalui penerjemahan atas karya tulisnya dalam bahasa Arab. Proses penerjemahan ini dilakukan oleh para pendukung pemikiran mengenai logika. Buku-buku yang ditulis oleh Aristoteles pertama kali diterjemahkan pada masa Khalifah al-Mansur oleh Ibn al-Muqaffaʻ. Buku-buku yang diterjemahkannya yaitu Categoriae, Interpretatione, dan Analytica Priora.[12]

Karya tulis

Etika Nikomakea

Dalam bukunya yang berjudul Etika Nikomakea, Aristoteles menjelaskan bahwa manusia memiliki dua jenis kebijaksanaan. Keberadaan keduanya menjadi bagian utama dari kehidupan manusia. Masing-masing adalah kebijaksanaan teoretis dan kebijaksanaan praktis. Kebijaksanaan teoretis digunakan oleh manusia untuk memahami alam semesta. Manusia memperoleh pemahaman mengenai alam semesta dan segala sesuatu yang ada melalui pengamatan dengan kebijaksanaan teoretis. Sementara itu, kebijakan praktis berkaitan dengan moral dan etika. Segala sesuatu yang ada di dunia dinilai berdasarkan kebaikan dan keburukan yang dimiliki serta menjadi dasar keberadaannya. Aristoteles meyakini bahwa manusia yang memiliki dua jenis kebijaksanaan ini akan menjadi manusia yang bijaksana.[13]

To Organon

Aristoteles menganggap logika sebagai ilmu yang digunakan untuk melakukan penyimpulan atas sesuatu secara tepat. Logika dijadikannya sebagai dasar bagi segala jenis pengetahuan. Pemikirannya mengenai logika ia sampaikan dalam kumpulan tulisan yang diberi nama To Organon. Nama ini berarti metode untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. Dalam tulisan-tulisannya ini, Aristoteles mengutamakan persoalan mengenai silogisme. To Organon terbagi menjadi enam bab yang masing-masing membahas satu konsep tertentu. Secara berurut, konsep yang dibahas ialah kategori, proposisi, silogisme, pembuktian, seni berdebat dan sesat pikir.[14] To Organon merupakan karya yang menjadikan logika sebagai ilmu. Pola pengembangan ilmu yang dihasilkannya dimulai dari pembentukan gagasan, lalu pengambilan keputusan, dan diakhiri dengan proses pemikiran.[15]

Referensi

  1. ^ Kristiawan, Muhammad. Hendri, L., dan Juharmen, ed. Filsafat Pendidikan: The Choice Is Yours (PDF). Yogyakarta: Penerbit Valia Pustaka Jogjakarta. hlm. 95. ISBN 978-602-71540-8-7. 
  2. ^ Amka (2019). Filsafat Pendidikan (PDF). Sidoarjo: Nizamia Learning Center. hlm. 20. ISBN 978-623-7169-27-7. 
  3. ^ Sanjayanti, N. P. A. H., Darmayanti, N. W. S., dan Mahayasa, K. E. (2021). Ilmu Alamiah Dasar. Badung: Nilacakra. hlm. 12–13. ISBN 978-623-6176-73-3. 
  4. ^ Armawi, Armaidy (2021). Filsafat Barat Pra-Modern. Sleman: Gadjah Mada University Press. hlm. 62. ISBN 978-602-386-984-8. 
  5. ^ Roswantoro, Alim (2015). "Filsafat Sosial-Politik Plato dan Aristoteles". Refleksi. 15 (2): 125. 
  6. ^ a b c d e f Mudji Sutrisno dan Christ Verhaak, Estetika Filsafat Keindahan (Yogyakarta: Kanisius, 1993.
  7. ^ Rohman, A., dan Rukiyati (2014). Lamsuri, Mohammad, ed. Epsitemologi dan Logika: Filsafat untuk Pengembangan Pendidikan (PDF). Sleman: Aswaja Pressindo. hlm. 110. ISBN 978-602-18653-6-1. 
  8. ^ Sudiantara, Yosephus (2020). Filsafat Ilmu Pengetahuan: Bagian pertama, Inti Filsafat Ilmu Pengetahuan (PDF). Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata. hlm. 5. ISBN 978-623-7635-46-8. 
  9. ^ Waris (2014). Rofiq, Ahmad Choirul, ed. Pengantar Filsafat (PDF). Ponorogo: STAIN Po Press. hlm. 10–11. 
  10. ^ Siska, Yulia (2015). Manusia dan Sejarah: Sebuah Tinjauan Filosofis. Garudhawaca. hlm. 237. 
  11. ^ a b c d Fuad Hasan, Pengantar Filsafat Barat, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1996.
  12. ^ Purwanto, Muhammad Roy (2019). Ilmu Mantiq (PDF). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. hlm. 4. ISBN 978-602-450-360-4. 
  13. ^ Wattimena, Reza A. A. (2015). Koratno, Y. Dwi, ed. Bahagia, Kenapa Tidak? (PDF). Yogyakarta: Maharsa. hlm. 114. ISBN 978-602-08931-1-2. 
  14. ^ Rakhmat, Muhamad (2013). Haerun, M., dan Nurrahmat, F. B., ed. Pengantar Logika Dasar (PDF). Bandung: LoGoz Publishing. hlm. 6–7. ISBN 978-602-9272-09-3. 
  15. ^ Hidayat, Ainur Rahman (2018). Afandi, Moh., ed. Filsafat Berpikir: Teknik-Teknik Berpikir Logis Kontra Kesesatan Berpikir (PDF). Pamekasan: Duta Media Publishing. hlm. 11. ISBN 978-602-6546-55-5. 

Bacaan lanjutan

  • Ackrill J. L. (1997). Essays on Plato and Aristotle, Oxford University Press, US.
  • Ackrill, J. L. (1981). Aristotle the Philosopher. Oxford and New York: Oxford University Press. 
  • Adler, Mortimer J. (1978). Aristotle for Everybody. New York: Macmillan.  A popular exposition for the general reader.
  • Ammonius (1991). Cohen, S. Marc; Matthews, Gareth B, ed. On Aristotle's Categories. Ithaca, NY: Cornell University Press. ISBN 0-8014-2688-X. 
  • Aristotle (1908–1952). The Works of Aristotle Translated into English Under the Editorship of W. D. Ross, 12 vols. Oxford: Clarendon Press.  These translations are available in several places online; see Pranala luar.
  • Bakalis Nikolaos. (2005). Handbook of Greek Philosophy: From Thales to the Stoics Analysis and Fragments, Trafford Publishing ISBN 1-4120-4843-5
  • Bocheński, I. M. (1951). Ancient Formal Logic. Amsterdam: North-Holland Publishing Company. 
  • Bolotin, David (1998). An Approach to Aristotle's Physics: With Particular Attention to the Role of His Manner of Writing. Albany: SUNY Press. A contribution to our understanding of how to read Aristotle's scientific works.
  • Burnyeat, M. F. et al. (1979). Notes on Book Zeta of Aristotle's Metaphysics. Oxford: Sub-faculty of Philosophy.
  • Cantor, Norman F.; Klein, Peter L., ed. (1969). Ancient Thought: Plato and Aristotle. Monuments of Western Thought. 1. Waltham, Mass: Blaisdell Publishing Co. 
  • Chappell, V (1973). "Aristotle's Conception of Matter". Journal of Philosophy. 70: 679–96. doi:10.2307/2025076. 
  • Code, Alan. (1995). Potentiality in Aristotle's Science and Metaphysics, Pacific Philosophical Quarterly 76.
  • Ferguson, John (1972). Aristotle. New York: Twayne Publishers. 
  • De Groot, Jean (2014). Aristotle's Empiricism: Experience and Mechanics in the 4th Century BC, Parmenides Publishing, ISBN 978-1-930972-83-4
  • Frede, Michael. (1987). Essays in Ancient Philosophy. Minneapolis: University of Minnesota Press.
  • Fuller, B.A.G. (1923). Aristotle. History of Greek Philosophy. 3. London: Cape. 
  • Gendlin, Eugene T. (2012). Line by Line Commentary on Aristotle's De Anima, Volume 1: Books I & II; Volume 2: Book III. Spring Valley, New York: The Focusing Institute. Available online in PDF.
  • Gill, Mary Louise. (1989). Aristotle on Substance: The Paradox of Unity. Princeton: Princeton University Press.
  • Guthrie, W. K. C. (1981). A History of Greek Philosophy. 6. Cambridge University Press. 
  • Halper, Edward C. (2009). One and Many in Aristotle's Metaphysics, Volume 1: Books Alpha – Delta, Parmenides Publishing, ISBN 978-1-930972-21-6.
  • Halper, Edward C. (2005). One and Many in Aristotle's Metaphysics, Volume 2: The Central Books, Parmenides Publishing, ISBN 978-1-930972-05-6.
  • Irwin, T. H. (1988). Aristotle's First Principles. Oxford: Clarendon Press, ISBN 0-19-824290-5.
  • Jaeger, Werner (1948). Robinson, Richard, ed. Aristotle: Fundamentals of the History of His Development (edisi ke-2nd). Oxford: Clarendon Press. 
  • Jori, Alberto. (2003). Aristotele, Milano: Bruno Mondadori Editore (Prize 2003 of the "International Academy of the History of Science") ISBN 88-424-9737-1.
  • Kiernan, Thomas P., ed. (1962). Aristotle Dictionary. New York: Philosophical Library. 
  • Knight, Kelvin. (2007). Aristotelian Philosophy: Ethics and Politics from Aristotle to MacIntyre, Polity Press.
  • Lewis, Frank A. (1991). Substance and Predication in Aristotle. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Lloyd, G. E. R. (1968). Aristotle: The Growth and Structure of his Thought. Cambridge: Cambridge Univ. Pr., ISBN 0-521-09456-9.
  • Lord, Carnes. (1984). Introduction to The Politics, by Aristotle. Chicago: Chicago University Press.
  • Loux, Michael J. (1991). Primary Ousia: An Essay on Aristotle's Metaphysics Ζ and Η. Ithaca, NY: Cornell University Press.
  • Maso, Stefano (Ed.), Natali, Carlo (Ed.), Seel, Gerhard (Ed.). (2012) Reading Aristotle: Physics VII.3: What is Alteration? Proceedings of the International ESAP-HYELE Conference, Parmenides Publishing. ISBN 978-1-930972-73-5
  • McKeon, Richard (1973). Introduction to Aristotle (edisi ke-2d). Chicago: University of Chicago Press. 
  • Owen, G. E. L. (1965c). "The Platonism of Aristotle". Proceedings of the British Academy. 50: 125–150.  [Reprinted in J. Barnes, M. Schofield, and R. R. K. Sorabji, eds.(1975). Articles on Aristotle Vol 1. Science. London: Duckworth 14–34.]
  • Pangle, Lorraine Smith (2003). Aristotle and the Philosophy of Friendship. Cambridge: Cambridge University Press. Aristotle's conception of the deepest human relationship viewed in the light of the history of philosophic thought on friendship.
  • Plato (1979). Allen, Harold Joseph; Wilbur, James B, ed. The Worlds of Plato and Aristotle. Buffalo: Prometheus Books. 
  • Reeve, C. D. C. (2000). Substantial Knowledge: Aristotle's Metaphysics. Indianapolis: Hackett.
  • Rose, Lynn E. (1968). Aristotle's Syllogistic. Springfield: Charles C Thomas Publisher. 
  • Ross, Sir David (1995). Aristotle (edisi ke-6th). London: Routledge.  A classic overview by one of Aristotle's most prominent English translators, in print since 1923.
  • Scaltsas, T. (1994). Substances and Universals in Aristotle's Metaphysics. Ithaca: Cornell University Press.
  • Strauss, Leo (1964). "On Aristotle's Politics", in The City and Man, Chicago; Rand McNally.
  • Swanson, Judith (1992). The Public and the Private in Aristotle's Political Philosophy. Ithaca: Cornell University Press. 
  • Taylor, Henry Osborn (1922). "Chapter 3: Aristotle's Biology". Greek Biology and Medicine. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 March 2006. Diakses tanggal 3 January 2017. 
  • Veatch, Henry B. (1974). Aristotle: A Contemporary Appreciation. Bloomington: Indiana U. Press.  For the general reader.
  • Woods, M. J. (1991b). "Universals and Particular Forms in Aristotle's Metaphysics". Aristotle and the Later Tradition. Oxford Studies in Ancien Philosophy. Suppl. hlm. 41–56. 

Lihat pula

Pranala luar

Koleksi karya (kebanyakan dalam bahasa Inggris atau Yunani)