Bahasa Rote

bagian dari rumpun bahasa Austronesia

Bahasa Rote adalah bahasa Austronesia yang berasal dari pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Selain di pulau Rote, penutur bahasa Rote juga dapat ditemukan di pulau Semau dan Timor.

Bahasa Rote
Nalī Rote
Dituturkan diIndonesia
WilayahPulau Rote
Penutur
110.000 (di pulau Rote)
20.000 (di pulau Semau dan Timor)
Dialek
Rote Barat Laut
Rote Barat Daya
Rote Tengah
Rote Timur
Latin
Kode bahasa
ISO 639-3-
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Penelitian tentang Bahasa Rote sudah banyak dilakukan sejak abad ke-19 (Fanggidaej: 1892-1894, dan Heijmering: 1842-1844). Pada awal abad ke-20, Jonker (1905-1915) menulis kumpulan cerita dengan terjemahannya dalam bahasa Belanda (1905), kemudian menulis kamus Rote Belanda dengan jumlah 800 halaman Iebih (1908). Kamus itu kemudian ditambahkan dengan teks bahasa Rote beserta terjemabannya dalam bahasa Belanda (1911) dan sekumpulan teks bahasa Rote dalam berbagai dialek yang juga beserta terjemahan dalam bahasa Belanda (1913). Jonker juga menulis Tata Bahasa Rote (700 halaman) pada tahun 1975. Namun karya Jonker itu, baik kamus maupun tata bahasa, tidak merupakan tulisan khusus tentang bahasa Rote. Ia menjelaskan berbagai hal di luar ihwal kebahasaan. Penelitian yang lebih mendalam (khusus mengenai bahasa ritual) adalah penelitian Fox pada tahun 1970-1980, yang kemudian dibukukan dengan judul Bahasa, Sastra dan Sejarah (1986). Pada tahun 1985, Mboeik dan kawan-kawan melakukan penelitian tentang sastra lisan Rote. Belum ada penelitian yang memadai tentang struktur bahasa ini secara linguistik.

Dialek

Migrasi manusia ke Pulau Rote secara bergelombang (pada zaman dahulu) menyebabkan terbentuknya kelompok-kelompok pemukiman pada wilayah-wilayah tertentu yang kemudian disebut nusak atau suku.

Orang Rote dalam mengidentifikasi dirinya, tidak memperkenalkan dirinya sebagai orang Rote, tetapi sebagai orang nusak (misalnya, Termanu ana, Dengka ana, dan Oenale ana). Fanatisme kesukuan ini menyebabkan terjadinya delapan belas dialek bahasa Rote sesuai dengan jumlah nusak yang ada di pulau itu. Nusak-nusak itu diakui sebagai pemerintahan adat di pulau yang otonom oleh pemerintah kolonial Belanda dan tetap dipertahankan sampai sekarang. Pembagian dialek seperti di atas, terutama, didasarkan atas sejarah perpecahan nusak-nusak yang dalam melaksanakan politik devide et impera.

Dalam beberapa penelitian lain, bahasa Rote dibagi ke dalam enam dialek, yaitu dialek Rote Timur, Rote Pantai Baru, Rote Tengah, Rote Lobalain, Rote Barat Daya, dan Rote Barat Laut. Pengelompokan ini berdasarkan kesamaan dialek. Selanjutnya, kedelapan belas dialek yang berdasarkan jumlah nusak dapat digolongkan menjadi empat kelompok besar, yaitu dialek Rote Timur (termasuk di dalamnya Rote Pantai Baru), Rote Tengah (termasuk sebagian dialek Lobalain), Rote Barat Laut (terrnasuk sebagian dialek Lobalain), dan Rote Barat Daya.

Dialek Rote tengah merupakan dialek standar bagi pemakai bahasa Rote.

Di antara keempat dialek tersebut, tidak terdapat perbedaan fonologis yang membedakan makna kata. Dalam sejumlah kata, terdapat perbedaan fonetis sebagai variasi dialek, yaitu

  1. gugus konsonan dengan prenasalisasi homorganik bervariasi dengan konsonan dan,
  2. bunyi /r/ bervariasi menjadi /l/.

Beberapa contoh variasi dialek itu digambarkan di bawah ini.

Dialek Arti
Rote Barat Laut Rote Barat Daya Rote Temgah Rote Timur
ngati ngati ngati kati 'ganti
ngofa ngofa ngofa kofa 'kurus'
ngau ngau ngau kau 'duri'
ndolu ndolu ndolu tolu 'tukang'
ndundu ndundu ndundu tutu 'tinju'
ndende ndende tete tete 'empang'
mbui mbui pui pui 'burung'
kamba kamba kapa kapa 'kerbau'
dombe dombe dope dope 'pisau'
lafu rafu lafu lafu 'halus'
bela bera bela bela 'hancur'
lo'uk ro'uk lo'uk lo'uk 'kulit,

'kosong'

landu randu landu landu 'berteriak'

Dalam bagan di atas, dapat dilihat perubahan gugus konsonan /ng/ dalam satu dialek menjadi /n/ dan menjadi /k/ dalam dialek lain. Gugus konsonan /mb/ dalam sebuah dialek menjadi /p/ dalam dialek lain, serta /l/ dalam suatu dialek menjadi /r/ dalam dialek lain. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa gugus-gugus konsonan itu bukan merupakan fonem tersendiri.

Fonologi

Vokal

Secara fonemis, Bahasa Rote memiliki lima buah fonem vokal, yaitu /a/, /e/, /i/, /o/, dan /u/. Namun secara fonetis, apabila bunyi vokal diklasifikasikan berdasarkan tinggi-rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, striktur dan bentuk bibir, maka bunyi vokal dalam bahasa Rote dapat diklasifikasikan menjadi tujuh bunyi vokal, yaitu [i], [u], [ɛ], [o], [ɔ], dan [a].

Tidak Bundar Bundar
depan pusat belakang
tinggi i u
tengah semi-tertutup e o
semi-terbuka ɛ ɔ
rendah a

Selain itu, terdapat pula bunyi vokal pendek dan bunyi vokal panjang. Adanya vokal pendek dan panjang, ditentukan berdasarkan lamanya alat bicara dapat dipertahankan. Bunyi vokal panjang biasanya ditandai dengan pemberian titik dua setelah bunyi vokal, seperti [u:], [a:], dan [i:], selain itu juga ditandai dengan pemberian tanda garis pada bagian atas vokal, misalnya [ū], [ā], dan [ī]. Bisa juga bunyi vokal panjang ditandai dengan penulisan vokal rangkap seperti [uu], [aa], dan [ii].

Vokal panjang di dalam Rote bersifat fonemis karena membedakan makna kata. Contoh di bawah ini memperlihatkan fungsi durasi sebagai pembeda makna.

do 'lalu', 'sesudah itu' 'jauh'
tete 'potong' tēte 'siram'
matane 'bertanya' matāne 'hadang'
bubu 'pancar' būbu 'lubang pelarian'
do'do 'bunuh' dōdo 'taksir'

Dalam bahasa Rote, hanya terdapat dua bunyi diftong, yaitu /ou/ dan /ei/. Dalam distribusinya, diftong /ou/ hanya menempati posisi tengah dan akhir kata. Sedangkan diftong /ei/ dalam distribusinya dapat menempati posisi awal, tengah dan akhir kata.

Diftong berbeda dengan deret vokal. Kalau diftong merupakan dua bunyi yang berada dalam satu suku kata, maka deret vokal merupakan dua bunyi vokal yang merupakan masing-masing termasuk dalam suku kata yang berbeda. Dalam bahasa Rote, terdapat lima belas deret vokal, yaitu /au/, /aé/, /aó/, /ai/, /ea/, /eu/, /éó/, /ua/, /ui/, /ué/, /iu/, /ió/, /óé/, /oi/, dan /oa/.

Konsonan

Konsonan-konsonan bahasa Rote berjumlah lima belas, yaitu /b/, /p/, /m/, /d/, /t/, /n/, /f/, /s/, /r/, /l/, /k/, /ŋ/, /r/, /1/, dan /ʔ/, tiga semi vokal /y/, /w/, dan /h/, dan tiga pranasal /mb/, /nd/, /ŋg/. Berdasarkan artikulator dan hambatan waktu udara keluar dari paru-paru dan bergetar-tidaknya selaput suara, konsonan bahasa Rote dapat digambarkan seperti berikut.

Dwibibir Bibir-gigi Gigi Rongga-gigi Langit-langnit Langit-langit belakang Celah suara
Hambat bersuara b d ʔ
nirsuara p t k
Frikatif bersuara s h
nirsuara f
Sengau bersuara m n ŋ
Prasengau bersuara mb nd ŋg
Semivokal w y
Getar r
Hamparan Sisi l

Tiga jenis gugus konsonan di dalam bahasa ini, yaitu, /mb/, /nd/, dan /ŋg/, merupakan variasi dialek. Gugus konsonan /ŋg/ dalam dialek Rote Barat Laut dan Rote Barat Daya bervariasi menjadi /ŋ/ dalam dialek Rote Tengah dan menjadi /k/ dalam dialek Rote Timur. Gugus konsonan /mb/ dan /nd/ dalam dialek-dialek Rote Barat Laut, Rote Barat Daya, dan Rote Tengah bervariasi menjadi /p/ dan /t/ dalam dialek Rote Timur. Karena gugus-gugus konsonan itu beroposisi dengan tiap-tiap unsumya, gugus konsonan tidak dihitung sebagai fonem tersendiri.[1]

Tekanan

Semua kata, secara tersendiri, memperoleh tekanan dan tekanan pada kata (bersama dengan durasi) berperan sebagai pembeda makna. Pada kata bersuku kata dua atau lebih, tekanan diberikan pada suku penultima. Dalam konstruksi morfologis, seperti pengulangan, pengimbuhan dan pemajemukan (reduplikasi, afikasi, dan komposisi) tekanan kata selalu berada pada suku penultima kata.

Pada tataran kalimat, tidak semua kata mendapat tekanan yang sama; kata yang hanya dianggap penting diberi tekanan, yang lazim disebut aksen. Oleh karena itu, tekanan di dalam bahasa Rote mempunyai fungsi ekspresif. Naik turunnya nada pada untaian kata-kata dalam kalimat membentuk intonasi atau lagu kalimat. Pola perubahan nada itu membagi kalimat dalam satuan yang secara gramatikal bermakna. Nada, di dalam penjelasan di bawah ini, dinyatakan dengan empat angka, yaitu (1) rendah, (2) sedang, (3) tinggi, dan (4) ekstra tinggi. Tiap-tiap pola perubahan nada menyatakan informasi sintaksis tersendiri. Kalimat berita dapat berubah menjadi kalimat tanya karena bergantung pada naik-turunnya intonasi yang dipakai.

3 3
o- mae- leo- be ? "Kamu bilang apa?"
2 2
3 2
o- mae- leo- be ? "Kamu mau bilang apa lagi?"
2 2

Naik dan turunnya nada pada kata tugas (partikel) di da1am satuan bahasa, seperti frasa, klausa, atau kalimat, menyebabkan perbedaan penegasan makna sintaksis itu sendiri.

o lao leo ! "(Kamu) pergilah!"
2 2 2
3
o lao leo ! "(Kamu) pergi (sekarang juga)!"
2 2

Gramatika

Pronomina Persona

Pronomina Persona Tunggal Jamak
Orang Pertama inklusif 'au ita
eksklusif 'ai
Orang Kedua o emi
Orang Ketiga ia

ana

sila

'ala

Pronornina persona seperti yang digambarkan di atas dipakai secara rnandiri. Dalarn konstruksi sintaksis yang berfungsi sebagai subjek atau objek (baik objek verba maupun preposisi), pronomina persona itu dapat dilihat seperti dalarn contoh dibawah ini:

ia pesi au
dia lempar saya
"dia melempari saya"

Pronomina Posesif

Untuk menyatakan hubungan kemilikan, bentuk pronornina persona, ('pemilik') tetap sarna, yaitu diikuti oleh penanda milik pada termilik -nga (dengan variasi -na pada pronomina persona ketiga tunggal dan jarnak sebagai pemilik) dan disusul oleh keterangan tambahan yang rnerupakan unsur wajib.

au uma -nga matua
saya rumah POSS. besar
"Rumah saya besar"
sila uma -na manggaledok
mereka rumah POSS. terang
"Rumah mereka terang"

Bentuk kepemilikan juga dapat dinyatakan dengan -n sebagai penanda milik pada termilik, tanpa perubahan pada pronomina persona sebagai pemilik.

ia uma -n
dia rumah POSS.
"Rumahnya"
au uma -n
saya rumah POSS.
"Rumah saya"

Pronomina Demonstratif

Pronomina demonstrativa dibagi dalam tiga kelompok, yaitu pronomina demonstrativa umum, pronomina demonstrativa lokatif, dan pronomina demonstrativa ihwal.

Pronomina Demonstratif
Umum Lokatif Ihwal
Dekat ia nai ia loleo ia

lo ia

(Agak) jauh na

ndia

nai na loleo na

lo na

Sangat jauh nai ele

Pronomina demonstratif umum ia 'ini' menunjuk kepada acuan yang berada dalam jarak relatif dekat dengan pembicara, mengisyaratkan kekinian atau sesuatu yang akan dibicarakan. Sedangkan, na atau ndia 'itu' menunjuk kepada acuan yang berada dalam jarak relatif jauh dari pembicara, kepada waktu yang sudah lalu, atau kepada sesuatu yang ditentukan (penanda anaforis). Pronomina demonstratif umum dapat berfungsi sebagai subjek atau objek (baik objek verba maupun objek preposisi) di dalam kalimat, atau penutup konstruksi frasa nomina atau pronomina.

Contoh:
ndia malole 'itu bagus'
ana fe ndia neu o 'dia berikan itu kepada kamu'

Pronomina demonstratif lokatif nai ia '(di) sini' merujuk pada sesuatu di dekat pembicara, nai na '(di) situ merujuk pada sesuatu yang agak jauh dari pembicara atau mengacu kepada tempat yang sudah disebutkan, dan nai ele '(di) sana' merujuk pada sesuatu yang jauh dari pembicara dan pendengar. Karena menujuk lokasi, pronomina ini digunakan dengan konstruksi preposisi.

Contoh:
fetom nai ia 'saudarimu ada di sini'
kode nai na 'di sana ada monyet'
hi'an nai ele 'iparmu ada di sana'

Pronomina demonstratif ihwal loleo ia atau lo ia 'begini' adalah ihwal atau cara yang dekat pada pembicara atau yang akan disebutkan atau diperlihatkan. Sedangkan, loleo na atau lo na 'begitu' adalah ihwal atau cara yang jauh dari pembicara atau pendengar, yang telah disebutkan diperlihatkan.

Pronomina Interogatif

Pronomina Interogatif Arti
se 'siapa'
hata 'apa'
ba'u be

de'u be

hida

'berapa'
nai be 'di mana' (untuk nomina tunggal)
lai be 'di mana' (untuk nomina jamak)
be neu 'ke mana'
neme be 'dari mana'
be ka 'yang mana'
hu hata 'kenapa'

'mengapa'

fai hida 'kapan'
lo be

leo be

'bagaimana'

Pronomina interogatif yang berbentuk kata dasar secara penuh, dapat diulang.

Numeralia

Bilangan Pokok
Bebas Terikat
esa 'satu' hulu 'puluh'
dua

lua

rua

'dua' natun 'ratus'
telu 'tiga' lifun 'ribu'
ha 'empat'
lima 'lima'
ne 'enam'
hitu 'tujuh'
falu 'delapan'
sio 'sembilan'
salahunu

sanahulu

'sepuluh'

Bilangan pokok bebas dan bilangan pokok terikat dapat digabung untuk membentuk bilangan pokok majemuk.

Bilangan pecahan dibentuk dengan menambahkan baba'e dari kata ba'e 'membagi' dan ka di depan bilangan pokok yang diimbuhi sufiks -n, seperti contoh berikut:

baba'e ka telun 'sepertiga'
baba'e ka liman 'seperlima'

Untuk bilangan bertingkat gunakan ka- di depan dan -n di belakang bilangan pokok, seperti contoh berikut:

kaduan 'kedua'
kalima hulun 'kelima puluh'

Untuk menyatakan urut-urutan anak dalam keluarga, digunakan uluk '(yang) sulung', ladak '(yang) tengah', dan mulik '(yang) bungsu/terakhir' .

Bilangan pokok dapat diulang dengan mengikuti pola perulangan penuh kata dasar. Dalam perulangan itu, unsur kedua memperoleh tambahan afiks -k. Perulangan penuh bilangan pokok menghasilkan makna (a) distributif dan (b) konsekutif (yang menyatakan urut-urutan, satuan, atau kelompok).

Referensi

  • Morfologi bahasa Rote/A.M. Fanggidae, Threes Y. Kumanireng, Yosep B. Kroon, dan Soleman D. Taka.­ Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1998.
  1. ^ Fanggidae­, A.M. (1998). Morfologi Bahasa Rote. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. hlm. 23.  soft hyphen character di |last= pada posisi 10 (bantuan)