Kesultanan Sambas

kerajaan di Asia Tenggara

Kesultanan Sambas adalah kerajaan yang terletak di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat sekarang, tepatnya berpusat di Kota Sambas. Kerajaan Sambas di Kalimantan ini dimulai sejak keruntuhan Majapahit pada akhir abad ke-16. Diduga VOC melakukan pakta kerja sama dengan Sultan Sambas pada tahun 1609, tetapi identitas sultan pada masa itu tidak dapat diverifikasi. Sepertinya Gubernur Majapahit yang terakhir di sana adalah seorang Ratu Hindu, yang dikenal dengan nama Ratu Tengah. Ia menikahkan anak perempuannya dengan Raja Tengah, pangeran dari Brunei. Anak tertua dari pernikahan ini dinobatkan sebagai Sultan Muslim pertama Sambas oleh kakeknya Sultan Brunei pada tahun 1630. Hubungan antara dua kesultanan ini sangat dekat sejak saat itu.[1]

Berkas:Sambas-arms.gif
Lambang Kesultanan Sambas

Hubungan dengan kerajaan di Brunei Darussalam

Sejarah tentang asal usul kerajaan Sambas tidak bisa terlepas dari kerajaan di Brunei Darussalam. Antara kedua kerajaan ini mempunyai kaitan persaudaraan yang sangat erat. Pada abad ke-13, di Negeri Brunei Darussalam, bertahta seorang Raja yang bergelar Sri Paduka Sultan Muhammad. Setelah beliau wafat, tahta kerajaan diserahkan kepada anak cucunya secara turun temurun. Sampailah pada keturunan yang kesembilan yaitu Sultan Muhammad Hasan. Setelah Sultan Muhammad Hasan wafat pada tahun 1598, Baginda digantikan oleh putranya yang bergelar Sultan Abdul Jalilu Akbar,yang berkuasa dari tahun 1598 sampai 1659.

Sultan Abdul Jalilul Akbar mempunyai saudara kandung laki-laki yang bergelar Pangeran Muda Tengah. Pangeran Muda Tengah ini dikenal sebagai pemuda yang cerdas, gagah berani dan tampan sehingga kemudian setelah Sultan Abdul Jalilul Akbar memerintah selama puluhan tahun, timbul isu yang berkembang di Kesultanan Brunei saat itu bahwa Pangeran Muda Tengah lebih pantas untuk menjadi Sultan Brunei dibandingkan dengan Kakandanya yaitu Sultan Abdul Jalilul Akbar yang sedang memerintah saat itu. Maka kemudian untuk menghindari terjadinya perebutan Tahta Kesultanan Brunei, Baginda Sultan Abdul Jalilul Akbar kemudian membuat kebijaksanaan untuk memberikan sebagian wilayah kekuasaan Kesultanan Brunei masa itu yaitu Tanah Sarawak untuk diberikan kepada Adindanya yaitu Pangeran Muda Tangah agar Adindanya itu dapat menjadi Sultan di Sarawak. Usul Baginda Sultan Abdul Jalilul Akbar ini kemudian diterima oleh Pangeran Muda Tangah. Maka kemudian berhijrahlah Pangeran Muda Tengah dari Negeri Brunei beserta orang-orangnya yang terdiri dari sebagian pemuka-pemuka Kesultanan Brunei saat itu dengan membawa 1000 orang Sakai sebagai pasukan dan hulu balang. Selepas itu setelah menyiapkan segala sesuatunya maka berdirilah Kesultanan Sarawak dengan Pangeran Muda Tengah sebagai Sultan Sarawak yang pertama bergelar Sultan Ibrahim Ali Omar Shah dengan pusat pemerintahan di sekitar Kota Kuching sekarang ini. Sultan Ibrahim Ali Omar Shah ini kemudian lebih populer dengan sebutan Sultan Tengah atau Raja Tengah yaitu mengambil dari gelar asalnya yaitu Pangeran Muda Tengah. Raja tengah inilah yang telah datang ke Kesultanan Sukadana. Karena prilaku dan kemampuannya Baginda Sultan Tengah ini sangat baik dan unggul sehingga Sultan Sukadana saat itu yaitu Baginda Sultan Muhammad Shafiuddin sangat bersimpati dengan Baginda Sultan Tengah sehingga kemudian Baginda Sultan Muhammad Shafiuddin menjodohkan Adindabya yang dikenal cantik jelita bernama Putri Surya Kesuma dengan Baginda Sultan Tangah. Maka kemudian menikahlah Baginda Sultan Tengah dengan Putri Surya Kesuma. Dari perkawinan ini terlahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama Sulaiman. Saat itu di Sambas memerintah seorang ratu keturunan Majapahit (Hinduisme) bernama Ratu Sepudak dengan pusat pemerintahannya di Kota Lama, Kecamatan Teluk Keramat sekitar 36 km dari Kota Sambas.

Panembahan Ratu Sapudak

Baginda Ratu Sepudak dikaruniai dua orang putri. Yang sulung dikawinkan dengan kemenakan Ratu Sepudak bernama Raden Prabu Kencana dan ditetapkan menjadi penggantinya. Ketika Ratu Sepudak memerintah, tibalah Raja Tengah beserta rombongannya di Sambas. Kemudian banyak rakyat menjadi pengikutnya dan memeluk agama Islam. Tak berapa lama, Ratu Sepudak wafat. Menantunya Raden Prabu Kencana naik tahta dan memerintah dengan gelar Ratu Anom Kesuma Yuda. Pada peristiwa bersamaan putri kedua Ratu Sepudak yang bernama Mas Ayu Bungsu kawin dengan Raden Sulaiman (Putera sulung Raja Tengah. Perkawinan ini dikaruniai seorang putera bernama Raden Boma. Dalam pemerintahan Ratu Anom Kesuma Yuda, diangkatlah pembantu-pembantu Administrasi kerajaan. Adik kandungnya bernama Pangeran Mangkurat ditunjuk sebagai Wazir Utama. Bertugas khusus mengurus perbendaharaan raja, terkadang juga mewakili raja. Raden Sulaiman ditunjuk menjadi Wazir kedua yang khusus mengurus dalam dan luar negeri dan dibantu menteri-menteri dan petinggi lainnya.

Rakyat lebih menghargai Raden Sulaiman daripada Pangeran Mangkurat, hingga menimbulkan rasa iri dihati Pangeran Mangkurat. Suatu ketika tangan kanan Raden Sulaiman bernama Kyai Satia Bakti dibunuh pengikut Pangeran Mangkurat. setelah dilaporkan kepada raja, ternyata tak ada tindakan positif, suasana makin keruh. Raden Sulaiaman mengambil kebijaksanaan meninggalkan pusat kerajaan, menuju daerah baru dan mendirikan sebuah kota dengan nama Kota bangun. Jumlah pengikutnyapun makin banyak. Hal ini telah menyebabkan Petinggi Nagur, Bantilan dan Segerunding mengusulkan untuk berunding dengan Ratu Anom Kesuma Yuda. Hasil mufakat keduanya meninggalkan kota lama. Raden Sulaiman menuju kota Bandir dan Ratu Anom Kesuma Yuda berangkat menuju sungai Selakau. Kemudian agak ke hulu dan mendirikan kota dengan ibukota pemerintahannya diberi nama Kota Balai Pinang.

Meninggalnya Ratu Anom Kesuma Yuda dan Pangeran Mangkurat, putera Ratu Anom yang bernama Raden Bekut diangkat menjadi raja dengan gelar Panembahan Kota Balai. Beliau beristrikan Mas Ayu Krontiko, puteri Pangeran Mangkurat. Raden Mas Dungun putera raden Bekut adalah Panembahan terakhir Kota Balai. Kerajaan ini berakhir karena utusan Raden Sulaiman menjemput mereka kembali ke Sambas. Kurang lebih 3 tahun kemudian berdiam di Kota Bandir, atas hasil mufakat, berpindahlah mereka dan mendirikan pusat pemerintahannya di Lubuk Madung, pada persimpangan tiga sungai : sungai Sambas Kecil, Sungai Subah dan Sungai Teberau. Kota ini juga disebut orang "Muara Ulakan". Kemudian keraton kerajaan dibangun dan hingga kini masih berdiri megah.

Kesultanan Sambas

Di tempat inilah Raden Sulaiman dinobatkan menjadi Sultan Pertama di kerajaan Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Syafeiuddin I. Saudara-saudaranya, Raden Badaruddin digelari Pangeran Bendahara Sri Maharaja dan Raden Abdul Wahab di gelari Pangeran Tumenggung Jaya Kesuma. Raden Bima (anak Raden Sulaiman) ke Sukadana dan menikah dengan puteri Raja Tanjungpura bernama Puteri Indra Kesuma (adik bungsu Sultan Zainuddin) dan dikaruniai seorang putera diberi nama Raden Meliau, nama yang terambil dari nama sungai di Sukadana. Setahun kemudian mereka pamit kehadapan Sultan Zaiuddin untuk pulang ke Sambas, oleh Raden Sulaiman dititahkan berangkat ke Negeri Brunei untuk menemui kaum keluarga.

Sekembalinya dari Brunei, Raden Bima dinobatkan menjadi Sultan dengan gelar Sultan Muhammad Tadjuddin. Bersamaan dengan itu, Raden Akhmad putera Raden Abdu Wahab dilantik menjadi Pangeran Bendahara Sri Maharaja. Wafatnya Sultan Muhammad Tadjuddin, pemerintahan dilanjutkan puteranya Raden Meliau dengan gelar Sultan Umar Akamuddin I.

Berkat bantuan permaisurinya bernama Utin Kemala bergelar Ratu Adil, pemerintahan berjalan lancar dan adil. Inilah sebabnya dalam sejarah Sambas terkenal dengan sebutan Marhum Adil, Utin Kemala adalah puteri dari Pangeran Dipa (seorang bangsawan kerajaan Landak) dengan Raden Ratna Dewi (puteri Sultan Muhammad Syafeiuddin I).

Pangeran Anom

Wafatnya Sultan Umar Akamuddin I, Puteranya Raden Bungsu naik tahta dengan gelar Sultan Abubakar Kamaluddin. Kemudian diganti oleh Abubakar Tadjuddin I. Berganti pula dengan Raden Pasu yang lebih terkenal dengan nama Pangeran Anom. Setelah naik tahta beliau bergelar Sultan Muhammad Ali Syafeiuddin I. Sebagai wakilnya diangkatlah Sultan Usman Kamaluddin dan Sultan Umar Akamuddin III. Pangeran Anom dicatat sebagai tokoh yang sukar dicari tandingannya, penumpas perampok lanun. Setelah memerintah kira-kira 13 tahun (1828), Sultan Muhammad Ali Syafeiuddin I wafat. Puteranya Raden Ishak (Pangeran Ratu Nata Kesuma) baru berumur 6 tahun. Karena itu roda pemerintahan diwakilkan kepada Sultan Usman Kamaluddin.

Tanggal 11 Juli 1831, Sultan Usman Kamaluddin wafat, tahta kerajaan dilimpahkan kepada Sultan Umar Akamuddin III. Tanggal 5 Desember 1845 Sultan Umar Akamuddin III wafat, maka diangkatlah Putera Mahkota Raden Ishak dengan gelar Sultan Abu Bakar Tadjuddin II. Tanggal 17 Januari 1848 putera sulung beliau yang bernama Syafeiuddin ditetapkan sebagai putera Mahkota dengan gelar Pangeran Adipati. Tahun 1855, Sultan Abubakar Tadjuddin II diasingkan ke Jawa oleh pemerintah Belanda (kembali ke Sambas tahun 1879). Maka sebagai wakil ditunjuklah Raden Toko' (Pangeran Ratu Mangkunegara) dengan gelar Sultan Umar Kamaluddin. Pada tahun itu juga atas perintah Belanda, Pangeran Adipati diberangkatkan ke Jawa untuk studi.

Pangeran Adipati

Tahun 1861, Pangeran Adipati pulang ke Sambas dan diangkat menjadi Sultan Muda. Baru pada tanggal 16 Agustus 1866 beliau diangkat menjadi Sultan dengan gelar Sultan Muhammad Syafeiuddin II. Beliau mempunyai dua orang istri. Dari istri pertama (Ratu Anom Kesumaningrat) dikaruniai seorang putera bernama Raden Ahmad dan diangkat sebagai putera Mahkota. Dari istri kedua (Encik Nana) dikaruniai juga seorang putera bernama Muhammad Aryadiningrat. Sebelum manjabat sebagai raja, Putera Mahkota Raden Ahmad wafat mendahului ayahnya. Sebagai penggantinya ditunjuklah anaknya yaitu Muhammad Mulia Ibrahim. Pada saat Raden Ahmad wafat, Sultan Muhammad Syafeiuddin II telah berkuasa selama 56 tahun. Beliau merasa sudah lanjut usia, maka dinobatkan Raden Muhammad Aryadiningrat sebagai wakil raja dengan gelar Sultan Muhammad Ali Syafeiuddin II.

Kedatangan Jepang

Setelah memerintah kira-kira 4 tahun, beliau wafat. Roda pemerintahan diserahkan kepada Sultan Muhammad Mulia Ibrahim. Dan pada masa pemerintahan raja inilah, bangsa Jepang datang ke Sambas. Sultan Muhammad Mulia Ibrahim adalah salah seorang yang menjadi korban keganasan Jepang. Sejak saat itu berakhir pulalah kekuasaan Kerajaan Sambas. Sedangkan benda peninggalan Kerajaan Sambas antara lain tempat tidur raja, kaca hias, seperangkat alat untuk makan sirih, pakaian kebesaran raja, payung ubur-ubur, tombak canggah, meriam lele, 2 buah tempayan keramik dari negeri Tiongkok dan kaca kristal dari negeri Belanda.

Sultan-Sultan Sambas

  1. Sultan Muhammad Shafiuddin I (1675 - 1685)
  2. Sultan Muhammad Tajuddin (1685 - 1708)
  3. Sultan Umar Aqamaddin I (1708 - 1732)
  4. Sultan Abubakar Kamaluddin I (1732 - 1764)
  5. Sultan Umar Aqamaddin II (1764 - 1793) dan (1799 - 1790)
  6. Sultan Achmad Tajuddin (1793 - 1799)
  7. Sultan Abubakar Tajuddin I (1790 - 1815)
  8. Sultan Muhammad Ali Shafiuddin I (1815 - 1828)
  9. Sultan Usman Kamaluddin (1828 - 1832)
  10. Sultan Umar Aqamaddin III (1832 - 1846)
  11. Sultan Abu Bakar Tajuddin II (1846 - 1854)
  12. Sultan Umar Kamaluddin (1854 - 1866)
  13. Sultan Muhammad Shafiuddin II (1866 - 1924)
  14. Sultan Muhammad Ali Shafiuddin II (1924 - 1926)
  15. Sultan Muhammad Ibrahim Shafiuddin (1931 - 1944) (Sultan Sambas Terakhir, Kesultanan Sambas berakhir)
  16. Pangeran Ratu Muhammad Taufik (1944 - 1984) (Kepala Rumah Tangga Kesultanan Sambas)
  17. Pangeran Ratu Winata Kusuma (1984 - 2008) (Kepala Rumah Tangga Kesultanan Sambas)
  18. Pangeran Ratu Muhammad Tarhan (2008 hingga sekarang)

sebagai Pewaris Kepala Rumah Tangga Kesultanan Sambas.

Gelar dan jabatan

  • Penguasa: Sri Paduka al-Sultan Tuanku (nama resmi) ibni al-Marhum (nama dan gelar bapak), Sultan dan Yang di-Pertuan Sambas, dengan panggilan Yang Mulia.
  • Permaisuri: Sri Paduka Ratu (gelar).
  • Wakil penguasa atau wali: Sri Paduka Sultan Muda (nama di pemerintahan).
  • Pewaris resmi: Pangeran Ratu (gelar).
  • Putera selain pewaris resmi dari penguasa, yang berasal dari permaisuri: Raden (nama pribadi), Pangeran (gelar pribadi).
  • Puteri dari penguasa, yang berasal dari permaisuri: Raden (nama pribadi)
  • Gelar untuk anggota dinasti laki-laki dan perempuan lainnya yang melakukan pernikahan antar bangsawan: Urai (nama pribadi)
  • Gelar untuk anggota dinasti laki-laki dan perempuan lainnya yang berasal dari istri yang lebih muda atau selir: Mas (nama pribadi)[1]

Referensi

Sumber

Lihat pula

Pranala luar