Melayu Tanjung
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Melayu Cape atau Melayu Tanjung (bahasa Inggris: Cape Malay) adalah orang-orang keturunan Melayu yang tinggal di Cape Town, Provinsi Western Cape, Afrika Selatan. Kebanyakan orang Cape Malay merupakan keturunan Indonesia. Secara historis, mereka adalah keturunan orang buangan dari zaman penjajahan Belanda.[1] Saat ini, terdapat 200.000 orang Cape Malay di Cape Town.
Jumlah populasi | |
---|---|
200,000 | |
Daerah dengan populasi signifikan | |
Afrika Selatan Western Cape, Gauteng | |
Bahasa | |
Sekarang: Afrikaan, Inggris Afrika Selatan Formerly: Melayu,[2] Jawa, Bugis, Belanda.[3] | |
Agama | |
Mayoritas: Islam Sunni Minoritas: Islam Syiah | |
Kelompok etnik terkait | |
Suku Jawa, etnis Melayu, India Afrika, orang Bantu, bangsa Malagasi, Belanda Cape, orang Indo, bangsa Belanda, Cape Coloureds, bangsa Bugis |
Budaya
Kebudayaan Indonesia pun banyak yang mewarnai kebudayaan Coloured atau Melayu Cape. Buku "Indonesians in South Africa: Historical Links Spanning Three Centuries" mencatat beberapa hal. Sebagai contoh tari lingo ayoen, tari kusin, dan tari beras.
Bahkan, debus pun terbawa ke Cape Town. Tapi, di Cape Town debus disebut "ratieb". Ini dimungkinkan dibawa pengikut Syeikh Yusuf. Sebagai catatan, Syeikh Yusuf punya banyak pengikut dari Banten, tempat debus berkembang. Dia bahkan mengawini anak Ki Ageng Tirtayasa (raja Banten).
Kosakata bahasa Indonesia pun masih banyak dipakai orang Melayu Cape. Achmad Davids, dalam bukunya "Words The Cape Slaves Made" mencatat ada 40 kosakata Indonesia yang sering dipakai di Cape Town. Di antara kosakata itu adalah: taramakasie (terima kasih), katja (kaca), boeka (buka), toelis (tulis), batja (baca), kitab (kitab), soempah (sumpah), syambole (cambuk), manieng-al (meninggal), granaa (gerhana), maskawi (maskawin), agama (agama), ghoenthoem (guntur), gielap (kilat), kamar mandie (kamar mandi), dan sebagainya.
Beberapa kegiatan ritual dan tradisi keagamaan yang berasal dari tanah Melayu masih terus dipraktikkan seperti ratib (debus di Indonesia). Ritual ini kemungkinan besar berasal dari tanah Banten. Beberapa ritual dan praktik agama lainnya banyak menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa penamaan ritual itu seperti puasa, iftar, sembahyang, bang (adhan), abdas (wudhu). Kata-kata bahasa Indonesia lain yang masuk dalam kosakata lokal tetapi tidak ada kaitannya dengan ritual antara lain jamban (wc), terima kasih, kuli, pisang, dan roti.
Pengaruh musik Indonesia pun juga kuat. Ghoema sebenarnya sejenis genderang yang berasal dari Indonesia. Musik ini dipakai untuk merayakan pembebasan budak pada 1883. Instrumen yang dipakai dalam musik ghoema, coen, atau klopse adalah campuran dari alat musik Melayu dan Afrika.
Adat Indonesia juga ikut berpengaruh. Contohnya "tjoekoer". Ini adat mencukur anak yang baru berumur sepekan. Sedikit rambutnya dicukur, seperti yang dilakukan sebagian orang Indonesia.
Rampie sny adalah kebiasaan Wanita berkumpul di masjid dan mengiris daun jeruk kecil-kecil sebagai pewangi untuk perayaan maulud. Ini sama dengan di indonesia yang mengiris daun pandan kecil-kecil. Karena di cape town tak ada pandan, gantinya daun jeruk.
Ada juga pengaruh masakan Indonesia. Bubur, misalnya, di Cape Town disebut "boeber". Sedangkan sago pudding mirip bubur sagu di Maluku. Hanya, di Cape Town, resepnya memakai air mawar, kapulaga, susu (pengganti santan), dan tak memakai kenari. Pengaruh makanan lain adalah kolwadjib (waji), sambal (sambal), dan blatjang (blacang), dan sebagainya.
Catatan Kaki
- ^ "Cape Malay". 4 August 2012.
- ^ sampai abad 19
- ^ Stell, Gerald (2007). "From Kitaab-Hollandsch to Kitaab-Afrikaans: The evolution of a non-white literary variety at the Cape (1856-1940)" (PDF). Stellenbosch Papers in Linguistics. Stellenbosch University. 37. doi:10.5774/37-0-16. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 May 2016. Diakses tanggal 24 April 2016.