Departures (Jepang: おくりびと, Hepburn: Okuribito, "orang yang mengantar") adalah film drama tahun 2008 yang disutradarai oleh Yōjirō Takita dan dibintangi oleh Masahiro Motoki, Ryōko Hirosue, dan Tsutomu Yamazaki. Film ini bercerita mengenai seorang pria muda yang kembali ke kampung halamannya setelah gagal berkarir sebagai pemain selo dan tersandung pekerjaan sebagai nōkanshi—pengurus ritual pemakaman tradisional Jepang. Ia menjadi sasaran prasangka dari orang-orang di sekitarnya, termasuk dari istrinya, karena tabu sosial yang kuat terhadap orang-orang yang berurusan dengan kematian. Akhirnya ia memperbaiki hubungan antarpribadi tersebut melalui keindahan dan kemuliaan dari pekerjaannya.

Departures
SutradaraYōjirō Takita
ProduserYasuhiro Mase
Toshiaki Nakazawa
Ditulis olehKundō Koyama
Pemeran
Penata musikJoe Hisaishi
SinematograferTakeshi Hamada
PenyuntingAkimasa Kawashima
Perusahaan
produksi
DistributorShochiku
Tanggal rilis
  • 23 Agustus 2008 (2008-08-23) (MWFF)
  • 13 September 2008 (2008-09-13) (Jepang)
Durasi130 menit
NegaraJepang
BahasaBahasa Jepang
Pendapatan
kotor
$70 juta[1]

Ide untuk Departures muncul setelah Motoki, terpengaruh dengan upacara pemakaman yang dilihatnya di sepanjang Gangga ketika berkunjung ke India, membaca secara luas mengenai topik kematian dan menemukan Coffinman. Ia merasa bahwa cerita ini dapat diadaptasi ke dalam sebuah film, dan Departures diselesaikan pada satu dekade kemudian. Karena adanya prasangka orang Jepang terhadap mereka yang menangani mayat, distributor enggan untuk merilisnya—hingga film tersebut memenangkan hadiah utama yang mengejutkan di Festival Film Dunia Montreal pada Agustus 2008. Film tersebut dibuka di Jepang pada bulan berikutnya, yang memenangkan Penghargaan Akademi untuk Film Tahun Ini dan menjadi film domestik terlaris pada tahun itu. Kesuksesan film tersebut mencapai puncaknya pada tahun 2009, ketika menjadi film Jepang pertama yang memenangkan Penghargaan Akademi untuk Film Internasional Terbaik.[a]

Departures mendapatkan ulasan positif, dengan agregator Rotten Tomatoes menunjukkan peringkat persetujuan sebesar 80% dari 108 ulasan. Para kritikus memuji humor film tersebut, keindahan upacara pemakaman, dan kualitas akting, namun beberapa orang mempermasalahkan prediktabilitas dan sentimentalitas yang terang-terangan. Para pengulas menyoroti berbagai topik, terutama berfokus pada hadirnya kemanusiaan yang dibawa oleh kematian dan bagaimana hal tersebut memperkuat ikatan keluarga. Kesuksesan Departures menyebabkan pembangunan tempat-tempat wisata di lokasi yang berhubungan dengan film tersebut dan peningkatan minat pada upacara pemakaman, serta adaptasi cerita dalam berbagai media, termasuk manga dan drama panggung.

Sinopsis

Daigo Kobayashi (Masahiro Motoki) kehilangan pekerjaannya sebagai pemain selo ketika orkestra dibubarkan. Ia dan istrinya Mika (Ryōko Hirosue) pindah dari Tokyo ke kampung halamannya di Yamagata, mereka tinggal di rumah masa kecilnya yang ditinggalkan ketika ibunya meninggal dua tahun sebelumnya. Rumah tersebut berada di depan kedai kopi yang dioperasikan ayahnya Daigo sebelum ia melarikan diri dengan seorang pramusaji ketika Daigo berusia enam tahun; sejak itu keduanya tidak pernah berhubungan lagi. Daigo membenci ayahnya dan merasa bersalah karena tidak merawat ibunya dengan lebih baik. Ia masih menyimpan "batu bertulis"—batu yang konon menyampaikan makna melalui teksturnya—yang diberikan ayahnya bertahun-tahun sebelumnya.

Daigo menemukan iklan pekerjaan untuk "membantu keberangkatan". Ia berasumsi bahwa pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan di agen perjalanan, dan pergi ke kantor Agen NK untuk wawancara dan mendengar dari sekretaris, Yuriko Kamimura (Kimiko Yo), bahwa ia akan mempersiapkan jenazah untuk kremasi dalam upacara yang dikenal sebagai pemakaman. Meskipun enggan, Daigo dipekerjakan di tempat dan menerima uang muka dari bos barunya, Sasaki (Tsutomu Yamazaki). Daigo menyembunyikan tugas dan sifat sejati pekerjaan tersebut dari Mika.

Tugas pertamanya adalah membantu pemakaman seorang wanita yang meninggal di rumah dan tidak ditemukan selama dua minggu. Ia dilanda mual dan kemudian dipermalukan ketika orang-orang di dalam bus mencium aroma yang tidak sedap pada dirinya. Untuk membersihkan dirinya, ia mengunjungi pemandian umum yang sering ia kunjungi ketika masih kecil. Pemandian umum tersebut dimiliki oleh Tsuyako Yamashita (Kazuko Yoshiyuki), ibu dari salah satu mantan teman sekelas Daigo.

Seiring berjalannya waktu, Daigo mulai merasa nyaman dengan profesinya ketika ia menyelesaikan sejumlah tugas dan mendapatkan rasa terima kasih dari keluarga almarhum. Meskipun ia menghadapi pengucilan sosial, Daigo menolak untuk berhenti, bahkan setelah Mika menemukan DVD pelatihan yang menunjukkan perannya sebagai jenazah lalu meninggalkannya untuk kembali ke rumah orang tuanya di Tokyo. Mantan teman sekelas Daigo, Yamashita (Tetta Sugimoto) bersikeras bahwa pengurus pemakaman dapat menemukan pekerjaan yang lebih terhormat dan, sampai saat itu, menghindari ia dan keluarganya.

Setelah beberapa bulan, Mika kembali dan mengumumkan bahwa ia hamil. Ia berhadap Daigo akan menemukan pekerjaan yang bisa dibanggakan oleh anak mereka. Selama perdebatan, Daigo menerima panggilan untuk memakamkan Nyonya Yamashita. Daigo mempersiapkan tubuhnya di depan keluarga Yamashita dan Mika, yang mengenal pemilik pemandian umum. Ritual tersebut membuatnya dihormati oleh semua orang yang hadir, dan Mika berhenti untuk bersikeras agar Daigo mengganti pekerjaannya.

Beberapa waktu kemudian, mereka mengetahui kematian ayah Daigo. Daigo mengalami perasaan marah yang baru dan memberi tahu yang lain di kantor NK bahwa ia menolak untuk berurusan dengan tubuh ayahnya. Merasa malu karena telah lama meninggalkan putranya sendiri, Yuriko menceritakan hal tersebut kepada Daigo agar dapat mengubah pikirannya. Daigo mencaci maki Yuriko dan bergegas keluar sebelum menenangkan diri dan berbalik. Ia pergi bersama Mika ke desa lain untuk melihat jenazahnya. Daigo tidak dapat mengenalinya pada awalnya, tetapi tersinggung ketika pengurus pemakaman setempat ceroboh dengan jenazahnya. Ia bersikeras untuk mendandaninya sendiri, dan ketika melakukannya ia menemukan batu bertulis yang ia berikan kepada ayahnya, dipegang erat-erat pada tangan jenazah tersebut. Kenangan masa kecil mengenai wajah ayahnya kembali kepadanya, dan setelah ia menyelesaikan upacara, Daigo dengan lembut menekan batu bertulis pada perut Mika yang sedang hamil.

Produksi

Latar belakang kebudayaan

Pemakaman Jepang umumnya dilakukan dalam tata cara ritual agama Buddha.[2] Saat mempersiapkan pemakaman, tubuh jenazah dibasuh dan rongga-rongga tubuh ditutupi dengan kapas atau kain kasa. Ritual pemakaman (disebut dengan nōkan, bermakna keberangkatan), jarang dilakukan, dan hanya dilakukan di daerah pinggiran.[3] Upacara tersebut bukan sebuah standar, tetapi umumnya melibatkan ahli pemakaman profesional (disebut nōkanshi)[b], yang mempersiapkan tubuh jenazah, memakaikan pakaian putih, dan kadang kala memakaikan riasan wajah. Lalu jenazah diletakkan di atas es kering dalam peti mati, bersama dengan barang pribadi yang diperlukan dalam perjalanan ke akhirat.[4]

Terlepas dari pentingnya ritual kematian, subjek dianggap tidak suci dalam budaya tradisional Jepang karena segala sesuatu yang berhubungan dengan kematian diduga menjadi sumber kegare (kotoran). Setelah bersentuhan dengan jenazah, seseorang harus menyucikan diri melalui ritual penyucian.[5] Orang-orang yang bekerja dekat dengan jenazah, seperti pengurus pemakaman, dianggap tidak suci, dan selama zaman feodal mereka yang pekerjaannya berhubungan dengan kematian menjadi burakumin (orang yang tidak tersentuh), dan dipaksa untuk tinggal di dusun mereka sendiri dan didiskriminasikan oleh masyarakat luas. Meskipun terjadi pergeseran budaya sejak Restorasi Meiji pada tahun 1868, stigma kematian masih memiliki kekuatan yang cukup besar dalam masyarakat Jepang, dan diskriminasi terhadap mereka yang tidak tersentuh terus berlanjut.[c][6]

Hingga tahun 1972, sebagian besar kematian ditangani oleh keluarga, rumah duka, atau nōkanshi. Pada tahun 2014, sekitar 80% kematian terjadi di rumah sakit, dan persiapan jenazah sering dilakukan oleh staf rumah sakit; dalam kasus tersebut, keluarga sering tidak melihat jenazah sampai pemakaman.[7] Sebuah survei pada tahun 1998 menemukan bahwa 29,5% dari penduduk Jepang percaya adanya kehidupan setelah kematian, dan 40% lainnya ingin percaya akan hal itu; keyakinan tertinggi berada di kalangan muda. Kepercayaan akan adanya jiwa (54%) dan hubungan antara dunia yang hidup dan yang mati (64,9%) juga sesuatu yang umum.[8]

Konsep dan praproduksi

Pada awal tahun 1990-an, Motoki yang berusia 27 tahun dan temannya berkunjung ke India; sebelum berangkat, ia membaca buku Momento Mori karya Shin'ya Fujiwara (bahasa Latin untuk "ingatlah bahwa engkau akan mati").[9] Ketika berada di India, ia mengunjungi Varanasi, di mana ia melihat sebuah upacara di mana jenazah dikremasi dan abunya diapungkan di Sungai Gangga.[10] Menyaksikan upacara kematian tersebut dengan berlatar keramaian yang sedang menjalani kehidupannya sangat mempengaruhi Motoki.[9] Ketika ia kembali ke Jepang, ia membaca banyak buku mengenai kematian, dan pada tahun 1993, ia menulis sebuah buku mengenai hubungan antara hidup dan mati: Tenkuu Seiza–Hill Heaven.[d][11] Salah satu buku yang ia baca adalah Coffinman: The Journal of a Buddhist Mortician yang merupakan otobiografi dari Shinman Aoki. Motoki mengatakan bahwa ia merasakan misteri dan kedekatan erotisisme dengan profesi yang ia rasa memiliki persamaan dengan dunia perfilman.[e][12]

Pendanaan untuk proyek tersebut sulit diperoleh karena tabu terhadap kematian, dan kru mendekati beberapa perusahaan sebelum Departures disetujui oleh Toshiaki Nakazawa dan Yasuhiro Mase.[13] Menurut sutradara film, Yojiro Takita, pertimbangan dalam mengambil film ini adalah usia para kru: "kita sampai pada titik tertentu dalam hidup kita di mana kematian merayap menjadi unsur di sekitar kita". Kundō Koyama diminta untuk menyediakan naskahnya, menjadi pengalaman pertamanya untuk film karangan; sebelumnya ia menulis naskah untuk televisi dan panggung.[14] Takita, yang memulai karirnya dalam genre film merah muda sebelum memasuki pembuatan film arus utama pada tahun 1986 dengan Comic Magazine,[f] mengambil peran sebagai sutradara pada tahun 2006, setelah produser Toshiaki Nakazawa memberi draf pertama naskah kepadanya.[15] Dalam wawancara selanjutnya, ia menyatakan, "Saya ingin membuat film dari sudut pandang seseorang yang berurusan dengan sesuatu yang begitu universal namun dipandang rendah, dan bahkan didiskriminasi."[16] Meskipun ia mengetahui mengenai upacara pemakaman, ia sama sekali belum pernah melihat prosesinya.[3]

Produksi Departures memakan waktu selama sepuluh tahun, dan karya tersebut akhirnya hanya diadaptasi secara longgar dari Coffinman;[17] revisi naskah selanjutnya dikerjakan secara kolaboratif oleh para pemain dan kru. Meskipun aspek keagamaan dari pemakaman penting dalam karya sumber, film tersebut tidak memasukkannya. Hal tersebut bersama dengan fakta bahwa pembuatan film diselesaikan di Yamagata dan bukan di prefektur Toyama, rumah Aoki, yang menyebabkan ketegangan antara staf produksi dan penulis. Aoki menyatakan keprihatinannya bahwa film tersebut tidak dapat membahas "nasib akhir orang yang meninggal".[18] Edisi pertama buku ini dibagi menjadi tiga bagian; yang ketiga, "Cahaya dan Kehidupan", adalah renungan Buddhis yang berbentuk seperti esai mengenai hidup dan mati, mengenai "cahaya" yang terlihat ketika seseorang merasakan integrasi hidup dan mati, yang tidak ada dalam film tersebut.[19] Aoki percaya bahwa pendekatan humanistik film tersebut menghilangkan aspek-aspek keagamaan yang menjadi inti dari buku tersebut—penekanan pada pemeliharaan hubungan antara yang hidup dan yang mati yang ia rasa hanya bisa diberikan oleh agama—dan menolak untuk mengizinkan nama dan bukunya digunakan.[20] Untuk judul baru, Koyama menciptakan istilah okuribito sebagai eufemisme untuk nōkanshi, yang berasal dari kata okuru ("mengirim") dan hito ("orang").[21]

Meskipun buku dan film tersebut memiliki dasar pemikiran yang sama, detail dalam keduanya sangat berbeda; Aoki menghubungkan perubahan ini dengan studio yang membuat cerita tersebut menjadi lebih komersial.[22] Keduanya menampilkan protagonis yang menanggung kegelisahan dan prasangka karena pekerjaannya sebagai nōkanshi,[20] mengalami pertumbuhan pribadi sebagai hasil dari pengalamannya, dan menemukan makna baru dalam hidup ketika dihadapkan dengan kematian.[23] Dalam buku dan film tersebut, karakter utama berurusan dengan prasangka masyarakat dan kesalahpahaman atas profesinya.[24] Dalam Coffinman, protagonisnya merupakan pemilik kafe pub yang gulung tikar; istrinya melemparkan koran padanya selama pertengkaran rumah tangga, di mana ia menemukan iklan untuk posisi nōkanshi.[25] Ia menemukan kebanggaan dalam pekerjaannya untuk pertama kalinya ketika berhadapan dengan tubuh mantan pacarnya.[24] Koyama mengubah protagonis dari pemilik bar menjadi pemain selo karena dia menginginkan orkestrasi selo untuk skor film tersebut.[26] Perbedaan lainnya termasuk memindahkan latar dari Toyoma ke Yamagata untuk kenyamanan pembuatan film, membuat "batu bertulis" menjadi bagian besar dari alur cerita,[27] dan menghindari adegan yang berat, seperti seperti adegan religius dan adegan ketika Aoki berbicara mengenai melihat "cahaya" dalam segerombolan belatung.[20] Koyama juga menambahkan subalur ketika ia dapat memaafkan mendiang ayahnya; diambil dari novel yang ditulisnya, dimaksudkan untuk menutup cerita dengan "beberapa rasa kebahagiaan".[28]

Pemilihan pemeran

 
Ryōko Hirosue, yang sebelumnya bekerja dengan Takita, berperan sebagai Mika.

Motoki, yang saat itu berusia awal 40-an tahun dan membangun reputasi sebagai seorang realis, berperan sebagai Daigo.[g][29] Aktor kawakan Tsutomu Yamazaki terpilih untuk memerankan Sasaki;[30] Takita pernah bekerja sama dengan Yamazaki dalam We Are Not Alone (1993).[31] Meskipun karakter Mika pada awalnya direncanakan memiliki usia yang sama seperti Daigo, peran itu kemudian diberikan kepada seorang penyanyi pop Ryoko Hirosue, yang sebelumnya berperan dalam film Takita berjudul Himitsu pada tahun 1999.[h] Takita berasalan bahwa aktris yang lebih muda akan lebih baik dalam mewakili pertumbuhan keluar dari kenaifan pasangan utama tersebut.[30] Dalam wawancara pada tahun 2009, Takita menyatakan bahwa ia telah memilih "semua orang yang ada dalam daftar keinginannya".[32]

Motoki mempelajari seni pemakaman secara langsung dari seorang pengurus pemakaman, dan membantu dalam sebuah upacara pemakaman; ia kemudian menyatakan bahwa pengalaman itu memberinya "rasa misi...untuk mencoba menggunakan kehangatan manusia sebanyak yang saya bisa untuk mengembalikan [almarhum] pada sosok hidupnya untuk ditunjukkan kepada keluarganya".[33] Motoki kemudian melatih dirinya dengan berlatih pada manajer bakatnya sampai dia merasa menguasai prosedurnya, yang gerakannya rumit dan halus dibandingkan dengan upacara minum teh Jepang.[34] Takita menghadiri upacara pemakaman untuk memahami perasaan keluarga yang ditinggalkan, sementara Yamazaki tidak pernah berpartisipasi dalam pelatihan pemakaman.[35] Motoki juga mempelajari cara memainkan selo untuk bagian awal film.[36]

Untuk memberikan tubuh yang realistis sekaligus mencegah jenazah bergerak, kru memilih figuran yang bisa berbaring setenang mungkin setelah proses casting yang panjang. Bagi pemilik pemandian Tsuyako Yamashita, hal tersebut tidak mungkin karena perlu untuk melihat gerakannya terlebih dahulu, dan pencarian tubuh ganda tidak membuahkan hasil. Pada akhirnya, kru menggunakan efek digital untuk mentransplantasikan gambar diam aktor selama adegan pemakaman karakter, memungkinkan efek yang realistis.[32]

Pembuatan film dan pascaproduksi

Organisasi nirlaba Sakata Location Box dibangun pada Desember 2007 untuk menangani masalah di lokasi seperti mengatur perekrutan tambahan dan menegosiasikan lokasi. Setelah memutuskan untuk melakukan perekaman film di Sakata, staf Location Box memiliki waktu selama dua bulan untuk mempersiapkan delapan puluh anggota kru film.[37] Negosiasi berjalan lambat, karena banyak pemilik properti lokal menjadi tidak tertarik setelah mengetahui bahwa pembuatan film akan melibatkan adegan pemakaman; mereka yang setuju bersikeras bahwa proses perekaman film dilakukan di luar jam kerja.[38]

 
Bekas restoran ini digunakan sebagai lokasi kantor Agen NK.

Toyama merupakan latar dari Coffinman dan prefektur Takita berasal, tetapi perekaman dilakukan di Yamagata; hal ini sebagian besar dikarenakan Asosiasi Nōkan nasional, yang berkantor pusat di Hokkaido, memiliki kantor cabang di Sakata.[39] Beberapa adegan awal berlatar pemandangan bersalju diambil pada tahun 2007, dan pembuatan film utama dimulai pada April 2008, berlangsung selama 40 hari.[40] Lokasi pembuatan film termasuk Kaminoyama, Sakata, Tsuruoka, Yuza, dan Amarume.[41] Kantor Agen NK direkam di gedung tiga lantai bergaya Barat di Sakata yang dibangun antara pertengahan Zaman Meiji dan Taishō (1880-an-1920-an). Awalnya merupakan sebuah restoran bernama Kappo Obata, yang gulung tikar pada tahun 1998.[42] Kafe keluarga Kobayashi, yang disebut Concerto dalam film tersebut, terletak di Kaminoyama di bekas salon kecantikan. Dari seratus kandidat, Takita memilihnya karena suasananya sebagai bangunan tua dengan pemandangan yang jelas dari sungai terdekat dan pegunungan di sekitarnya.[43] Adegan rekaman dari DVD pelatihan berlangsung di Sakata Minato-za, bioskop pertama Yamagata, yang ditutup sejak 2002.[44]

Jalur suara untuk Departures dibuat oleh Joe Hisaishi, seorang komposer yang telah mendapatkan pengakuan internasional untuk karyanya dengan Hayao Miyazaki dan Studio Ghibli. Sebelum perekaman film dimulai, Takita memintanya untuk menyiapkan sebuah jalur suara yang akan mewakili perpisahan antara Daigo dan ayahnya, serta cinta petugas pemakaman untuk istrinya.[45] Karena pentingnya selo dan musik selo dalam narasinya, Hisaishi menekankan instrumen tersebut dalam jalur suaranya;[46] ia menggambarkan tantangan untuk memusatkan skor pada selo sebagai salah satu hal tersulit yang pernah ia lakukan.[47] Skor tersebut dimainkan selama perekaman film, yang menurut Takita "memungkinkan [para kru] untuk memvisualisasikan banyak emosi dalam film tersebut" dan dengan demikian berkontribusi pada kualitas karya yang diselesaikan.[48]

Gaya

Sebagai "bagian dramatis sentral" dalam film tersebut, upacara pemakaman dalam Departures menerima berbagai macam komentar.[49] Mike Scott, dalam The Times-Picayune, mengatakan bahwa adegan tersebut indah dan memilukan, dan Nicholas Barber dalam The Independent mendeskripsikannya dengan "elegan serta bermartabat".[50] James Adams dalam The Globe and Mail menyatakan bahwa upacara tersebut merupakan ritual dari ketenangan, anugerah yang dapat menghipnosis, dengan kemahiran yang dapat menyihir."[51] Seiring berlalunya film tersebut, Paul Byrnes dari The Sydney Morning Herald berpendapat bahwa penonton dapat memperoleh pengetahuan serta pentingnya upacara tersebut.[49] Penonton melihat bahwa upacara tersebut bukan hanya mengenai bagaimana mempersiapkan jenazah, tetapi juga mengenai "membawa kemuliaan pada kematian, penghormatan kepada orang yang meninggal dan penghibur bagi mereka yang berduka", jenazah dapat membantu dalam memperbaiki ikatan keluarga yang rusak dan menyembuhkan kerugian yang terjadi pada mereka yang ditinggalkan.[52]

Terdapat sebuah idealisasi dari nōkanshi yang ditampilkan dalam film ini. Dalam semua kasus kecuali satu hal, orang yang meninggal merupakan orang yang masih muda atau sudah disiapkan, sehingga "penonton dapat mengambil kebijaksanaan dengan mudah dalam mentoleransikan gambar-gambar yang ada pada layar".[53] Jenazah yang yang tidak ditemukan selama beberapa hari tidak pernah ditampilkan pada layar.[53] Tidak ada jenazah yang menunjukkan sosok kurus dari orang yang meninggal dikarenakan sakit berkepanjangan, atau luka dan memar korban kecelakaan.[54] Ahli Jepang, Mark R. Mullins, menulis bahwa rasa syukur yang ditampilkan dalam Departures mungkin tidak akan terjadi dalam kehidupan nyata; menurut Coffinman, "tidak ada strata yang paling rendah daripada pengurus pemakaman, dan kebenarannya adalah bahwa [orang-orang Jepang] takut pada peti mati dan kremator seperti halnya kematian dan mayat".[55]

 
Simbolisme ditemukan pada penggunaan sakura dalam film tersebut.

Dalam sebuah montase, adegan Daigo memainkan selo masa kecilnya sambil duduk di luar ruangan diselingi dengan adegan upacara pemakaman. Byrnes percaya bahwa adegan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan muatan emosional film,[49] dan Roger Ebert, dari Chicago Sun-Times menganggapnya sebagai "adegan fantasi yang indah" ketika kamera "diberikan kebebasan mendadak" dari standar pengambilan gambar pada umumnya.[56] Yoshiko Okuyama dari Universitas Hawaii di Hilo menemukan bahwa gerakan cekatan Daigo dalam memainkan selo mencerminkan profesionalisme tingkat tinggi yang dicapainya.[57] Beberapa pengulas, seperti Leigh Paatsch dari Herald Sun, mempertanyakan perlunya adegan tersebut.[58] Sepanjang jalur suara film, musik selo tetap dominan.[51] Takita menarik kesejajaran antara instrumen dan upacara pemakaman, menyatakan bahwa

Byrnes menemukan bahwa Departures menggunakan simbol sakura, bunga yang mekar setelah musim dingin hanya untuk melayukan dirinya setelah itu, untuk menggambarkan kefanaan kehidupan; melalui pemahaman ini, tulisnya, orang Jepang berusaha mendefinisikan keberadaan mereka sendiri. Simbol-simbol alam selanjutnya disajikan melalui perubahan musim, yang "menunjukkan perubahan emosional yang halus" dalam karakter tersebut,[49] serta batu bertulis, yang mewakili "cinta, komunikasi, [dan] tongkat estafet yang diturunkan dari generasi ke generasi".[60] Latar film ini digunakan untuk menyampaikan sensasi berbeda, termasuk kesunyian pedesaan dan keintiman pemandian umum.[61] Warna putih, yang dimanifestasikan melalui salju, krisan, dan objek lainnya, terlihat jelas dalam film tersebut; Okuyama menunjukkan bahwa ini, bersama dengan musik klasik dan gerakan tangan yang diritualkan, mewakili kesucian dan kemurnian dari upacara kematian.[62]

Departures menggabungkan aspek humor, pelengkap "tidak terduga" untuk tema kematian yang disugestikan Ebert dapat digunakan untuk menutupi ketakutan penonton.[63] Betsy Sharkey, dari Los Angeles Times, berpendapat bahwa, melalui penggunaan humor ini, film tersebut menjadi tidak terlalu gelap dan malah bertindak sebagai "perpaduan hangat" antara imajinasi dan ironi.[52] Humor ini bermanifestasi dalam berbagai cara, seperti adegan ketika "Daigo yang pemalu, hanya mengenakan sepasang popok dewasa, membuatnya merasa enggan sebagai model" untuk video pendidikan mengenai proses pemakaman, serta adegan ketika Daigo menyadari bahwa orang yang ia persiapkan adalah seorang transwanita.[i][64] Takita menyatakan bahwa penambahan unsur humor merupakan hal yang disengaja karena manusia pada dasarnya jenaka, dan humor tersebut tidak bertentangan dengan unsur gelap film tersebut.[16]

Tema

Beberapa kritikus membahas tema kematian yang ditemukan dalam Departures. Scott menyoroti perbedaan antara tabu kematian dan nilai pekerjaan yang terkait dengannya. Ia juga menandai peran dari pengurus pemakaman dalam menunjukkan "tindakan belas kasih terakhir" dengan menghadirkan orang yang meninggal dengan cara memelihara kenangan yang membanggakan dalam hidup mereka.[65] Pada awalnya, Daigo dan keluarganya tidak dapat mengatasi tabu dan rasa mual saat berhadapan dengan kematian. Daigo diasingkan dari istri dan teman-temannya karena nilai-nilai tradisional.[61] Pada akhirnya, melalui karyanya dengan kematian Daigo menemukan penyelesaian, dan, seperti yang disimpulkan oleh Peter Howell dari Toronto Star, penonton menyadari bahwa "kematian mungkin merupakan akhir dari kehidupan, tetapi itu bukan akhir dari kemanusiaan".[61] Okuyama menulis bahwa, pada akhirnya, film ini (dan buku yang mendasarinya) berfungsi sebagai "protes yang tenang namun gigih" terhadap diskriminasi yang terus dihadapi oleh orang-orang yang berurusan dengan kematian di Jepang modern: kematian adalah bagian yang normal dalam kehidupan, bukan sesuatu yang menjijikkan.[66]

Seiring dengan tema kematian ini, Takita percaya bahwa Departures merupakan cerita mengenai kehidupan, mengenai menemukan perasaan manusia yang hilang;[25] Daigo memperoleh perspektif yang lebih besar mengenai kehidupan dan menyadari keragaman kehidupan manusia hanya setelah mempertemukan mereka dengan kematian.[67] Kehidupan ini termasuk ikatan kekeluargaan: Daigo berdamai dengan ayahnya merupakan motif utama, adegan pemakaman berfokus pada anggota keluarga yang masih hidup daripada yang sudah meninggal, dan bahkan di kantor Agen NK, percakapan sering kali berkisar pada masalah keluarga. Kehamilan Mika merupakan katalis untuk rekonsiliasinya dengan Daigo.[20]

Ebert menulis bahwa, sama seperti film Jepang lainnya seperti Tokyo Story (1953) dan The Funeral (1984), Departures berfokus pada efek kematian pada orang yang selamat; kehidupan setelah kematian tidak banyak dibicarakan.[68] Ia menganggap hal tersebut merupakan indikasi dari "penerimaan kematian yang dalam dan tidak sensasional" dalam budaya Jepang, yang tidak harus dihadapi dengan kesedihan yang ekstrem, tetapi dengan kontemplasi.[69] Takita menyatakan bahwa ia bermaksud untuk fokus pada "dialog antara orang yang meninggal dan keluarga yang ditinggalkannya".[16] Film ini menimbulkan pertanyaan mengenai kehidupan setelah kematian: kremasi menyamakan kematian dengan "pintu gerbang", dan Okuyama menulis bahwa dalam pengertian ini kremator adalah penjaga gerbang dan pengurus pemakaman adalah pemandu.[21]

Byrnes menemukan bahwa Departures menyebabkan orang-orang bertanya sejauh mana pengaruh modernitas terhadap budaya Jepang, dengan memperhatikan arus bawah dari "sikap dan nilai-nilai tradisional" yang meresapi film tersebut. Meskipun upacara pemakaman secara tradisional diselesaikan oleh keluarga almarhum, penurunan minat padanya membuka "ceruk pasar" untuk pengurus pemakaman profesional.[49] Okuyama menulis bahwa, melalui film ini, Takita mengisi "kekosongan spiritual" yang disebabkan oleh penyimpangan tradisi dalam Jepang modern.[70] Tadao Sato menghubungkan tema modernisasi ini dengan tema kematian, menjelaskan bahwa perlakuan tidak pahit yang luar biasa dari film ini terhadap kematian menunjukkan sebuah evolusi dalam perasaan orang Jepang mengenai hidup dan mati. Ia menganggap film tersebut memperlakukan nōkan sebagai nilai seni daripada upacara keagamaan untuk merefleksikan sikap agnostik dalam Jepang modern.[20]

Perilisan

Topik yang tabu dari Departures membuat para calon distributor ragu untuk mengambil film tersebut.[71] Survei yang dilakukan saat pemutaran pra-rilis menempatkannya pada bagian bawah daftar film yang ingin ditonton penonton.[71] Sebelum akhirnya, debut film tersebut di Festival Film Dunia Montreal pada Agustus 2008, yang dihadiahi dengan hadiah utama festival, memberikan insentif yang diperlukan bagi distributor untuk memilih Departures; hal tersebut akhirnya membuat film ini dirilis secara domestik di Jepang pada 13 September 2008.[72] Bahkan kemudian, karena tabu yang kuat terhadap kematian, Takita khawatir mengenai penerimaan film dan tidak mengantisipasi kesuksesan komersial, dan yang lain menyatakan keprihatinan bahwa film tersebut tidak memiliki target penonton yang jelas.[73]

Kekhawatiran tersebut kemudian sirna; Departures yang melakukan debut di Jepang menempati posisi kelima, dan selama minggu kelima penayangannya, film tersebut mencapai posisi puncak pada posisi ketiga.[71] Film tersebut berhasil menjual 2,6 juta tiket di Jepang dan menghasilkan pendapatan box office sebesar 3,2 miliar yen ($32 juta) dalam lima bulan setelah debutnya.[74] Film tersebut masih ditayangkan di 31 bioskop ketika kesuksesannya di Academy Awards pada Februari 2009 kembali diminati; jumlah bioskop yang menayangkannya meningkat menjadi 188 bioskop dan film tersebut kembali menghasilkan ¥2.8 miliar ($28 juta), menghasilkan total pendapatan sebesar ¥6 miliar ($60 juta). Hal ini membuat Departures menjadi film domestik dengan pendapatan kotor tertinggi dan film terlaris ke-15 secara keseluruhan pada tahun 2008.[75] Produser eksekutif Yasuhiro Mase menyatakan kesuksesan tersebut merupakan dampak dari Resesi Besar di Jepang: para penonton mulai mencari pekerjaan setelah berempati dengan Daigo.[76]

Sejak awal, film tersebut dimaksudkan untuk dirilis secara internasional; karena bahasa Inggris dianggap sebagai bahasa utama dalam festival film internasional, teks bahasa Inggris disiapkan. Terjemahannya ditangani oleh Ian MacDougall.[77] Ia percaya cara kerja dari dunia pengurus pemakaman jauh dari pengalaman sebagian besar orang Jepang seperti halnya penonton non-Jepang. Oleh karena itu, ia merasa penerjemahan setia merupakan yang terbaik, tanpa mengkhawatirkan unsur lintas-budaya yang tidak dimengerti oleh para penonton luar negeri.[78]

Pada September 2008, ContentFilm mengakuisisi hak internasional untuk Departures, yang pada saat itu telah dilisensikan untuk pemutaran di negara-negara seperti Yunani, Australia, dan Malaysia; film tersebut akhirnya diputar di 36 negara.[79] Distribusi Amerika Utara ditangani oleh Regent Releasing, dan Departures menerima perilisan terbatas di sembilan bioskop mulai 29 Mei 2009. Secara keseluruhan, film tersebut menghasilkan hampir $1,5 juta selama penayangannya di Amerika Utara sebelum ditutup pada 24 Juni 2010.[1] Di Britania Raya, Departures tayang perdana pada 4 Desember 2009 dan didistribusikan oleh Arrow Film Distributors.[80] Film tersebut memperoleh pendapatan kotor di seluruh dunia hampir $70 juta.[81]

Adaptasi dan media lainnya

 
Komposer film Joe Hisaishi bekerja dengan Ai pada lagu image "Okuribito/So Special".

Sebelum Departures ditayangkan perdana, sebuah adaptasi manga oleh Akira Sasō diserialisasikan dalam dua belas bab pada majalah dwi-mingguan Big Comic Superior, dari Februari hingga Agustus 2008. Sasō sepakat untuk mengadaptasikannya karena ia terkesan dengan naskahnya. Ia diberi kesempatan untuk menonton film tersebut sebelum memulai adaptasi, dan merasa bahwa adaptasi yang terlalu literal tidak akan sesuai. Ia membuat perubahan pada latar dan penampilan fisik karakter, dan meningkatkan fokus pada peran musik dalam cerita tersebut.[82] Kemudian pada tahun 2008, serial tersebut dikompilasikan dalam volume dengan 280 halaman yang dirilis oleh Shogakukan.[83]

Pada 10 September 2008, tiga hari sebelum penayangan perdana Departures di Jepang, sebuah album lagu tema untuk film tersebut—berisi sembilan belas lagu dari film tersebut dan menampilkan penampilan orkestra oleh anggota Orkestra Simfoni Metropolitan Tokyo dan NHK dirilis oleh Universal Music Japan.[84] Penyanyi pop Ai menyediakan lirik dengan musik oleh Hisaishi untuk lagu image "Okuribito/So Special"; dibawakan oleh Ai dengan aransemen selo dan orkestra, singel tersebut dirilis oleh Universal Sigma pada 10 September 2008 bersama dengan video promosi.[85] Lembaran musik untuk jalur suara film tersebut diterbitkan oleh KMP pada tahun 2008 (untuk selo dan piano) dan Onkyō pada tahun 2009 (untuk selo, biola, dan piano).[86]

Shinobu Momose, seorang penulis yang berspesialisasi dalam novelisasi, mengadaptasi Departures sebagai sebuah novel. Novel tersebut diterbitkan oleh Shogakukan pada tahun 2008. Pada tahun tersebut, perusahaan tersebut juga merilis Ishibumi[j] (batu bertulis), sebuah buku bergambar mengenai tema film yang diceritakan dari sudut pandang sebuah batu bersurat; buku tersebut ditulis oleh Koyama dan diilustrasikan oleh Seitarō Kurota.[87] Pada tahun berikutnya, Shogakukan menerbitkan edisi draf pertama skenario Koyama.[88] Sebuah versi drama panggung dari film tersebut, yang juga berjudul Departures, ditulis oleh Koyama dan disutradarai oleh Takita. Drama panggung tersebut melakukan debut di Akasaka ACT Theater pada 29 Mei 2010, yang menampilkan aktor kabuki Nakamura Kankurō sebagai Daigo dan Rena Tanaka sebagai Mika.[89] Drama panggung tersebut, menyangkut ketidakamanan putra pasangan tersebut atas profesi Daigo.[90]

Rilisan video rumahan

Perilisan DVD dual-layer, dengan fitur khusus termasuk cuplikan film, dokumentasi pembuatan film, dan rekaman upacara pemakaman, dirilis di Jepang pada 18 Maret 2009.[91] Edisi DVD Amerika Utara dari Departures, mencakup wawancara dengan sutradara, dirilis oleh Koch Vision pada 12 Januari 2010; film tersebut tidak disulihsuarakan ke dalam bahasa Inggris, melainkan disajikan dengan audio dalam bahasa Jepang dan takarir dalam bahasa Inggris. Edisi Blu-ray menyusul pada Mei 2010.[92] Rilisan video rumahan ini menerima ulasan yang beragam. Franck Tabouring dari DVD Verdict sangat memuji film dan transfer digital tersebut, visual yang bersih dan tajam serta audio (terutama musiknya) "menyenangkan untuk didengarkan".[93] Thomas Spurlin, yang menulis untuk DVD Talk, menilai rilisan tersebut sebagai "sangat direkomendasikan", dengan fokus pada "kekuatan yang tidak terduga" dari kualitas film tersebut.[94] Penulis lain dari situs web tersebut, Jeremy Mathews, menyarankan pembaca untuk "lewati saja", karena DVD tersebut merupakan presentasi yang sesuai dari materi sumber—yang ia anggap "dengan sendirinya mengurangi canggung, mencoba mengisi cangkir pada keanehan dan komedi yang kuat, adegan pemedih mata yang berulang-ulang".[95] Kedua pengulas DVD Talk tersebut setuju bahwa kualitas audio dan visual kurang dari sempurna, dan bahwa konten tambahan DVD tersebut buruk; Mathews menggambarkan wawancara itu sebagai sutradara yang menjawab "pertanyaan membosankan dengan cara yang membosankan".[96]

Sambutan

Ulasan

Departures meraih ulasan yang umumnya positif dari para kritikus. Agregator ulasan Rotten Tomatoes mengambil 103 ulasan dan menyatakan bahwa 81% dari mereka menyatakan hal positif, dengan rata-rata skor 7.0 dari 10.[97] Agregator Metacritic memberikan film tersebut dengan skor 68 dari 100, berdasarkan pada 27 ulasan.[98]

Ulasan domestik

Ulasan-ulasan awal di Jepang cenderung positif. Dalam Kinema Junpo, Tokitoshi Shioda memuji Departures sebagai titik balik dalam karier Takita, sebuah drama yang menangkap tawa sekaligus tangisan,[99] sementara dalam publikasi yang sama, Masaaki Nomura menggambarkan film tersebut sebagai karya fleksibel yang mungkin mengindikasikan perubahan dalam periode kedewasaan Takita, memuji sutradaranya karena menangkap perasaan manusia dari penampilan pembaringan jenazah Motoki.[100] Dalam tulisannya pada Yomiuri Shimbun, Seichi Fukunaga memuji Takita karena menggunakan cerita emosional yang menyentuh penuh humor untuk melawan pandangan negatif terhadap sebuah subjek tabu. Ia memuji penampilan Motoki dan Yamazaki, terutama saat mereka memerankan Daigo yang serius melawan Sasaki yang bingung.[101]

Dalam Asahi Shimbun, Sadao Yamane berpendapat bahwa film tersebut membangun dan meninggikan penampilan aktor-aktornya. Yamane sangat suka dengan gerakan tangan Motoki saat ia melakukan upacara pembaringan jenazah.[102] Tomomi Katsuta dalam Mainichi Shimbun menyatakan bahwa Departures merupakan sebuah cerita bermakna yang membuat penontonnya berpikir tentang ragam kehidupan yang dijalani orang-orang dan memaknai orang yang sekarat. Di surat kabar yang sama, Takashi Suzuki menyatakan bahwa film tersebut berkesan tetapi bisa diprediksi, dan Yūji Takahashi berpendapat bahwa kemampuan film tersebut untuk menemukan kebaikan dalam subjek yang penuh prasangka adalah prestasi luar biasa.[103] Shōko Watanabe memberikan Departures empat dari lima bintang dalam surat kabar The Nikkei serta memuji penampilan para aktor yang alami.[104]

Setelah kesuksesan Departures di Academy Awards, kritikus Saburō Kawamoto menyatakan bahwa film tersebut menampilkan Jepang yang dapat dipahami oleh orang Jepang, artinya, dalam sebuah bangsa yang adatnya mengutamakan ziarah ke makam leluhur,[k] kematian selalu menjadi urusan keluarga. Ia meyakini bahwa film tersebut memiliki keindahan samurai di dalamnya dengan beberapa adegan keluarga yang menduduki seiza.[20] Kritikus Yūichi Maeda [ja] memberikan film tersebut nilai 90% dan menyatakan bahwa penampilan dua pemeran utamanya adalah bagian besar dari kesuksesan film tersebut. Ia memuji dampak emosionalnya dan keseimbangan keseriusan dan humornya, tetapi mengkritik hubungan bapak dan anak yang ia anggap terlalu berlebihan. Maeda menyatakan bahwa kesuksesan film tersebut di tingkat internasional, meski sarat budaya Jepang, dipicu oleh penggambaran filosofi kehidupan dan kematian di Jepang yang sangat baik. Ia memandang bahwa skala konseptual film tersebut setara dengan yang dimiliki Hollywood (sesuatu yang menurutnya kurang diterapkan di sebagian besar film Jepang).[105]

Pengulas Takurō Yamaguchi memberikan film tersebut nilai 85% dan menyatakan bahwa penggambaran subyeknya cukup menawan. Ia memuji dampak emosional dan humor yang tidak mencolok, perpaduan pemandangan Jepang utara dengan musik cello Hisaishi, dan jiwa Jepang dalam film tersebut.[106] Kritikus media Sadao Yamane [ja] menemukan keindahan gerakan tangan Sasaki saat sedang mengajari penyiapan jenazah kepada Daigo dan meyakini bahwa pembacaan naskah asli sebelumnya akan memperdalam pemahaman penonton mengenai tindakan tersebut.[107] Mark Schilling dari The Japan Times memberikan film tersebut empat dari lima bintang, memuji pemeranannya tetapi mengkritik idealisasi para pembaring jenazah. Ia menyimpulkan bahwa film tersebut "menyoroti adat pemakaman Jepang dengan baik."[108]

Ulasan internasional

 
Kritikus Chicago Sun-Times Roger Ebert memberikan empat bintang kepada Departures

Di tingkat internasional, Departures meraih ulasan campuran dan kebanyakan positif. Ebert memberikan empat bintang kepada film tersebut[69] dan menyebutnya sebagai "film yang pondasinya sangat kuat"[56] sekaligus menyoroti sinematografi, musik dan pemeranan Sasaki oleh Yamazaki. Ia mengatakan bahwa penghujung film "berlangsung mulus" dan "mampu menciptakan penutup cerita yang universal".[56] Derek Armstrong dari AllMovie memberikan empat dari lima bintang untuk film tersebut dan menyebutnya sebagai "sebuah film dengan lirik yang indah" yang "penuh dengan kebahagiaan sederhana".[109] Dalam sebuah ulasan empat bintang, Byrnes menggambarkan film tersebut sebagai "renungan mendalam tentang peralihan kehidupan" yang menampilkan "kemanusiaan yang agung" dan menyimpulkan bahwa "film ini indah tetapi jangan lupa bawa sapu tangan."[49] Howell memberikan tiga dari empat bintang untuk film ini dan memuji akting serta sinematografinya. Ia menulis bahwa Departures "diam-diam memutar harapan estetis dan emosional" tanpa kehilangan "tujuan utamanya".[61] Dalam sebuah ulasan tiga setengah bintang, Claudia Puig dari USA Today memuji Departures sebagai film yang "dibuat dengan indah" dan "emosional, menyentuh" dan "sangat mendalam", meskipun alurnya bisa dibaca.[110]

Philip French dari The Observer memuji Departures sebagai film yang "cukup menyenangkan" dan "dipadukan secara halus" oleh sutradaranya.[111] Sharkey menggambarkan film ini sebagai "perjalanan emosional bersama seorang pria pendiam"; tokohnya diperankan dengan baik oleh "aktor-aktor yang bergerak anggun" dalam berbagai adegan.[52] Dalam Entertainment Weekly, Owen Gleiberman memberikan nilai B− untuk film ini; ia menganggap film tersebut "lunak dan kadang-kadang lembek", tetapi bisa memengaruhi siapa saja yang kehilangan orang tuanya.[112] Barber menilai bahwa Departures "menyentuh, sederhana, [dan] lumayan lucu" dan patut ditonton (meskipun akhirannya terbaca).[113] Mike Scott memberikan tiga setengah dari empat bintang untuk film ini dan menggambarkannya sebagai "sorotan inspiratif mengenai kehidupan dan kehilangan" dibarengi humor yang melengkapi "kisah menyentuh dan bermakna", tetapi menyayangkan tokoh-tokoh yang "berebut kamera".[65]

Selain itu, Kevin Maher dari The Times menyebut Departures sebagai "komedi tanpa kata-kata" yang "mudah sekali membuat orang menangis", tetapi menurutnya terselamatkan oleh kualitas akting, penyutradaraan "terarah", dan musik yang "menentramkan".[114] Ulasan lainnya di The Daily Telegraph menyebut film tersebut sebagai "penghibur penonton yang main aman dan emosional" yang tidak layak mendapatkan Academy Award.[115] Philip Kennicott menulis di The Washington Post bahwa film tersebut "dipoles dengan baik", dapat dibaca tetapi mampu menyentuh hal-hal tabu, menyelami kematian tetapi tidak mampu menghindari "selera sentimentalitas orang Jepang".[116] Di majalah Variety, Eddie Cockrell menulis bahwa film ini menawarkan "gambaran menarik" tentang upacara pembaringan jenazah tetapi seharusnya tidak panjang-panjang.[117] Paatsch memberi tiga dari lima bintang untuk Departures serta menyebutnya sebagai "film sedih nan aneh" yang "berjalan dengan baik dan tepat dan perlahan-lahan menangkap perhatian penontonnya", tetapi beberapa adegan seperti montasenya dinilai sebagai "kelebihan yang tidak perlu".[58] Edward Porter dari The Sunday Times menulis bahwa kesuksesan film tersebut di Academy Awards disebabkan oleh "Academy yang menggemari sentimentalitas hambar".[118]

Keith Phipps dari The A.V. Club memberikan nilai C- dan menulis bahwa meski film ini menampilkan "adegan kehidupan provinsi yang indah" dan adegan pembaringan jenazah "yang cukup puitis", pada akhirnya film ini "beralih dari satu adegan emosional berlebihan ke adegan emosional berikutnya".[119] A. O. Scott menulis di The New York Times bahwa film tersebut "sangat biasa-biasa saja", dapat terbaca, dan dangkal dalam kombinasi humor dan melodramanya. Di samping beberapa momen menyentuh, ia menganggap Departures "lebih sebagai indeks tak diharapkan yang memalukan dan selera konvensional Academy".[120] Tony Rayns dari Film Comment memberikan ulasan pedas yang mencap naskahnya "kikuk dan terbaca", aktingnya "seadanya", dan filmnya "pemujaan mayat yang tampan".[121] Adams memberi dua dari empat bintang untuk Departures, memuji adegan pembaringan jenazah yang emosional dan dapat ditangkap secara visual dan "sangat memperhatikan tekstur, cita rasa, dan suasana semi-pedesaan Jepang", tetapi menyayangkan alurnya yang dapat terbaca; ia menulis bahwa "Setelah empat puluh lima menit, [para penonton] sudah bisa menebak setiap hal yang akan dihadapi Daigo Kobayashi, kemudian bernegosiasi – dan mengkhawatirkan bila Takita tidak mampu mewujudkannya".[51]

Penghargaan

Di acara Penghargaan Akademi Jepang ke-32 yang diadakan pada Februari 2009, Departures mendominasi kompetisi tersebut. Film tersebut meraih sebanyak tiga belas nominasi, memenangkan sepuluh, termasuk Film Tahun Ini, Permainan Latar Tahun Ini (Koyama), Sutradara Tahun Ini (Takita), dan Penampilan Menakjubkan oleh seorang Aktor dalam sebuah Peran Utama (Motoki).[122] Dalam kategori Penampilan Menakjubkan oleh seorang Aktris dalam sebuah Peran Utama, Hirosue kalah dengan Tae Kimura dari All Around Us, sementara pada kategori Prestasi Menakjubkan dalam Penyutradaraan Seni, Tomio Ogawa dari Departures kalah dengan Towako Kuwashima dari Paco and the Magical Book. Hisaishi, yang dinominasikan untuk dua Prestasi Menakjubkan dalam penghargaan Musik, menang untuk lagunya dari film animasi Studio Ghibli Ponyo.[46] Dalam menanggapi kemenangan tersebut, Motoki berkata, "Aku merasa bahwa setiap hal datang bersamaan dalam penyeimbangan waktu ini dengan Okuribito".[l][46]

Departures diajukan pada Academy Awards ke-81 sebagai perwakilan Jepang untuk penghargaan Film Berbahasa Asing Terbaik. Meskipun sebelas film Jepang sebelumnya telah memenangkan Academy Awards dalam kategori lainnya, seperti Film Fitur Animasi Terbaik dan Rancangan Kostum Terbaik, penghargaan Film Berbahasa Asing Terbaik menjadi yang paling disoroti dalam industri film Jepang.[a][123] Departures tidak diharapkan untuk menang, karena persaingan ketat dari perwakilan Israel dan Prancis (masing-masing Waltz with Bashir karya Ari Folman dan The Class Laurent Cantet), tetapi rupanya malah dinyatakan menang pada acara Februari 2009.[3] Hal ini dianggap sebagai sebuah kejutan bagi beberapa kritikus film,[124] dan David Itzkoff dari The New York Times menyebut Departures sebagai "Film Yang Mengalahkan Kolam Oscarmu bagi Kamu".[125] Motoki, yang memperkirakan perwakilan "menakjubkan" Israel yang menang, juga terkejut; ia menyebut dirinya sendiri sebagai seorang "penggantung-pada siapapun yang menonton acara tersebut" dan menyesal "tak berjalan dengan lebih percaya diri" saat kedatangannya.[m][36]

Departures meraih penghargaan di berbagai festival film, yang meliputi Audience Choice Award di Festival Film Internasional Hawaii ke-28, Grand Prix des Amériques di Festival Film Dunia Montreal ke-32,[126] dan Film Naratif Terbaik di Festival Film Internasional Palm Springs ke-20.[127] Motoki terpilih sebagai aktor terbaik di beberapa acara, yakni di Festival Film Asia,[128] Asia Pacific Screen Awards,[129] Blue Ribbon Awards;[130] ia juga pilihan para pengulas untuk aktor terbaik di Golden Rooster Awards.[131] Di Penghargaan Film Hong Kong ke-29, Departures terpilih sebagai Film Asia Terbaik, mengalahkan tiga film Tiongkok dan Ponyo.[132] Setelah acara Penghargaan Film Olahraga Nikkan ke-21, di mana Departures memenangkan Film Terbaik dan Sutradara Terbaik, Takita mengekspresikan rasa terkejut di penghargaan film tersebut, dengan berkata "Aku tidak tahu bagaimana karyaku diterima."[n][133] Pada Desember 2009, film tersebut telah memenangkan 98 penghargaan.[134]

Dampak

 
Sebuah kamar yang diset untuk penataan jenazah di dalam film tersebut, dijadikan sebagai tempat wisata

Keberhasilan internasional Departures meraih sambutan dari pers di Jepang, sebagian karena kemenangannya di Academy Awards.[135] Kemenangan tersebut membuat perilisan ulang film tersebut di bioskop-bioskop Jepang dan buku karya Aoki terjual sebanyak lebih dari 230.000 salinan di toko-toko.[136]

Setelah kesuksesan film tersebut, Sakata Location Box membuat sebuah layanan bantuan yang disebut Mukaebito—sebuah pleseta dari judul Jepang film tersebut yang artinya "orang yang mengambil atau menjemput" yang lainnya, ketimbang "orang yang mengirim". Layanan tersebut memberitahukan lokasi syuting dan menyediakan peta lokasi bagi para turis.[38] Pada 2009, Location Box membuka gedung yang dijadikan sebagai kantor NK Agent untuk umum.[137] Untuk biayanya, para pengunjung dapat memasuki dan melihat proses pembuatan film tersebut. Di bawah program pembuatan karya, antara 2009 dan 2013, organisasi tersebut meraih ¥30 juta dari Prefektur Yamagata dan ¥8 juta dari Kota Sakata untuk kepengurusan dan perawatan gedung tersebut.[42] Tempat tersebut didatangi sekitar 120,000 pengunjung pada 2009, meskipun jumlahnya cepat menurun; pada 2013 terdapat kurang dari 9,000 pengunjung. Ketakutan keamanan karena usia bangunan tersebut membuat pemerintah munisipal Sakata mengakhiri kontrak organisasi tersebut, dan bangunan tersebut ditutup lagi pada akhir Maret 2014. Pada masa itu, divisi Pariwisata Kota memberikan opsi, seperti pembatasan kunjungan hanya boleh sampai ke dua lantai pertama.[137] Gedung yang digunakan sebagai kafe Concerto dibuka untuk umum sejak 2009 sebagai Museum Concerto Kaminoyama,[43] dan sinema Sakata Minato-za juga dibuka kepada para turis.[44] Museum Sumber Daya Film berdiri di kampung halaman Takita Takaoka, Toyama; staf mengabarkan bahwa sepanjang waktu, seratus penggemar Takita mengunjunginya per hari.[138]

Kesuksesan film tersebut mendorong pemahaman lebih dalam penataan jenazah dan nōkanshi.[59] Bahkan model kendaraan yang terlihat dalam film tersebut dibuat dalam bentuk pernak-pernik: Mitsuoka Limousine Type 2-04, sebuah versi yang lebih kecil dan murah dari kendaraan dari film tersebut, dipasarkan pada 24 Februari 2009. Pabriknya, Mitsuoka Motors, terletak di prefektur kampung halaman Takita, Toyama.[139] Pada 2013, Mitsuki Kimura, dari keluarga nōkanshi, mendirikan Akademi Okuribito bersama dengan perawat dan wirausahawan Kei Takamaru. Sekolah tersebut menawarkan pelatihan penataan jenazah, pembalseman, dan praktek-praktek terkait.[140]

Catatan penjelas

  1. ^ a b Sebelum kategori tersebut dihadirkan pada tahun 1956, tiga film Jepang yang menerima penghargaan kehormatan di antaranya: Rashomon (Akira Kurosawa; 1951), Gate of Hell (Teinosuke Kinugasa; 1954), dan Samurai, The Legend of Musashi (Hiroshi Inagaki; 1955) (MMPAJ). Film bersama Jepang-Soviet berjudul Dersu Uzala (Akira Kurosawa; 1975) memenangkan penghargaan tersebut, tetapi diserahkan untuk Uni Soviet (Armstrong).
  2. ^ Juga disebut pemandi mayat (湯灌師, yukanshi); yukan adalah upacara pembersihan tubuh yang diadakan sebelum nōkan dilakukan.
  3. ^ Untuk pembahasan lebih rinci mengenai posisi kegare dan kematian dalam masyarakat Jepang, lihat Okuyama 2013, hlm. 8–12.
  4. ^ Motoki, Masahiro; Silver Insects, ed. (1993). Tenkū Seiza―Hill Heaven 天空静座―Hill Heaven [Tenkuu Seiza—Hill Heaven] (dalam bahasa Jepang). Tōa Dōbunshoin International. ISBN 978-4-8103-7183-3. 
  5. ^ Asli: 「その職業はとてもミステリアスで、ある種、エロチックで、すごく映画の世界に近いと感じたんです」.
  6. ^ Karya-karya Takita dalam genre film merah muda meliputi Chikan Onna Kyōshi (Guru Perempuan yang Mengganggu, 1981), Renzoku Bōran [ja] (Kekerasan Pemerkosaan Berantai, 1983) dan Mahiru no Kirisaki-Ma (Pencabik Tengah Hari, 1984) (Suzuki 2012). Pada waktu ia menyutradarai Departures, karya untuk kalangan umumnya telah meraih pengakuan dan penghargaan internasional: film 2003 When the Last Sword Is Drawn, yang membuat Takita memenangkan Penghargaan Akademi Jepang pertamanya untuk Film Terbaik (Sapia staff 2009). Susunan karier semacam itu merupakan sesuatu yang tidak umum bagi sutradara di Jepang pada 1970-an dan 1980-an; pemenang Penghargaan Akademi Jepang Masayuki Suo, membuat debutnya dengan Kandagawa Pervert Wars (Suzuki 2012).
  7. ^ Motoki lahir pada tahun 1965 di Saitama dan membuat debut akting profesionalnya pada tahun 1981 dalam drama TV 2-nen B-gumi Senpachi Sensei (Mr Senpachi of Class 2-B). Pada tahun 1989, ia memenangkan Penghargaan Akademi Jepang untuk Aktor Baru Terbaik untuk perannya dalam Four Days of Snow and Blood [ja] (Weekly Biz staff 2009).
  8. ^ Dalam Himitsu, kepribadian istri yang meninggal dari seorang pria mengambil alih tubuh putri remaja pasangan itu; Hirosue berperan sebagai ibu dan anak (Schilling 2009, Funereal flick). Ia dinominasikan di Penghargaan Akademi Jepang untuk penampilannya (Nippon Academy-shō Association, 2000).
  9. ^ Menurut Takita, penyertaan seorang transwanita dalam adegan pembuka memperlihatkan "kesantuan dan kesungguhan dari ritual tersebut serta mengindikasikan bahwa film tersebut tidak akan menjadi film yang "terlalu berat" (Takita 2008, 03:30–03:55).
  10. ^ Asli: ishibumi (いしぶみ) "Monumen batu bertulis".
  11. ^ Ini adalah kebiasaan Jepang untuk melakukan haka-mairi (墓参り) dengan mengunjungi haka () keluarga, sebuah monumen makam bagi para leluhur yang sudah tiada.
  12. ^ Original: 今回の「おくりびと」っていうのはすべてのバランスが奇跡的につながっていったっていう感じがします。
  13. ^ Departures bukanlah satu-satunya film Jepang yang meraih Academy dalam acara 2009; La Maison en Petits Cubes karya Kunio Katō meraih Film Pendek Animasi Terbaik (Oscar) (Tourtellotte & Reynolds 2009).
  14. ^ Asli: "「作品がどういうふうに受け入れられるか分からなかった」と。"

Referensi

  1. ^ a b Box Office Mojo staff.
  2. ^ Sosnoski 1996, hlm. 70.
  3. ^ a b c Olsen 2009.
  4. ^ Kim 2002, hlm. 225–257; Okuyama 2013, hlm. 4.
  5. ^ Plutschow 1990, hlm. 30.
  6. ^ Pharr 2006, hlm. 134–135.
  7. ^ Hosaka 2014, hlm. 58.
  8. ^ Ide 2009, hlm. 2.
  9. ^ a b Takabe & Wakatsuki 2009, hlm. 194–195.
  10. ^ Iwata 2008, hlm. 9.
  11. ^ Takabe & Wakatsuki 2009, hlm. 195.
  12. ^ Takabe & Wakatsuki 2009, hlm. 196.
  13. ^ Schilling 2009, Funereal flick; Hale 2009.
  14. ^ Yoshida 2010, hlm. 43.
  15. ^ Schilling 2009, Funereal flick; Takabe & Wakatsuki 2009, hlm. 198.
  16. ^ a b c Blair 2009, Departures (Japan).
  17. ^ Tourtellotte & Reynolds 2009; Gray 2009.
  18. ^ Mullins 2010, hlm. 102.
  19. ^ Handa 2010, hlm. 64, 76; Tanabe 2009, hlm. 9.
  20. ^ a b c d e f Tanabe 2009, hlm. 9.
  21. ^ a b Okuyama 2013, hlm. 13.
  22. ^ Handa 2010, hlm. 74–75; Okuyama 2013, hlm. 3.
  23. ^ Handa 2010, hlm. 73–74.
  24. ^ a b Handa 2010, hlm. 75.
  25. ^ a b Handa 2010, hlm. 74.
  26. ^ Handa 2010, hlm. 76–77.
  27. ^ Handa 2010, hlm. 77.
  28. ^ Okuyama 2013, hlm. 313.
  29. ^ Weekly Biz staff 2009.
  30. ^ a b Schilling 2009, Funereal flick.
  31. ^ Nomura 2008, hlm. 60.
  32. ^ a b Blair 2009, Just a Minute.
  33. ^ Takabe & Wakatsuki 2009, hlm. 199; Hale 2009.
  34. ^ Nomura 2008, hlm. 60; Tsukada 2008, hlm. 2; Takabe & Wakatsuki 2009, hlm. 199.
  35. ^ Iwata 2008, hlm. 8; Tourtellotte & Reynolds 2009.
  36. ^ a b Tourtellotte & Reynolds 2009.
  37. ^ Hagiwara 2009, hlm. 8.
  38. ^ a b Hagiwara 2009, hlm. 9.
  39. ^ Takabe & Wakatsuki 2009, hlm. 198.
  40. ^ Nomura 2008, hlm. 59; Takabe & Wakatsuki 2009, hlm. 199.
  41. ^ Takabe & Wakatsuki 2009, hlm. 199.
  42. ^ a b Yamagata News Online staff 2014.
  43. ^ a b Yamagata Community Shinbun staff 2009.
  44. ^ a b Yamagata Television System staff 2009.
  45. ^ Takita 2008, 06:08–06:16.
  46. ^ a b c Nippon Academy-shō Association, 2009.
  47. ^ Takita 2008, 06:28–06:50.
  48. ^ Takita 2008, 06:17–06:28.
  49. ^ a b c d e f Byrnes 2009.
  50. ^ Mike Scott 2009; Barber 2009.
  51. ^ a b c Adams 2009.
  52. ^ a b c Sharkey 2009.
  53. ^ a b Okuyama 2013, hlm. 5.
  54. ^ Okuyama 2013, hlm. 17.
  55. ^ Mullins 2010, hlm. 103.
  56. ^ a b c Ebert, Great Movies.
  57. ^ Okuyama 2013, hlm. 16.
  58. ^ a b Paatsch 2009.
  59. ^ a b Moore 2009.
  60. ^ Takita 2008, 09:35–09:55.
  61. ^ a b c d Howell 2009.
  62. ^ Okuyama 2013, hlm. 8.
  63. ^ Ebert, Departures; Mike Scott 2009.
  64. ^ Adams 2009; Sharkey 2009.
  65. ^ a b Mike Scott 2009.
  66. ^ Okuyama 2013, hlm. 10.
  67. ^ Katsuta 2008, hlm. 11; Iwata 2008, hlm. 8.
  68. ^ Ebert, Great Movies; Ebert, Departures.
  69. ^ a b Ebert, Departures.
  70. ^ Okuyama 2013, hlm. 18.
  71. ^ a b c Takabe & Wakatsuki 2009, hlm. 203.
  72. ^ Kinema Junpo; Schilling 2009, Producer; Blair 2009, Yojiro Takita; Kilday 2009, Regent.
  73. ^ Tourtellotte & Reynolds 2009; Schilling 2009, Producer.
  74. ^ Eiga Ranking Dot Com staff; Blair 2009, 'Departures' welcomed; Schilling 2009, Funereal flick.
  75. ^ Eiga Ranking Dot Com staff; Blair 2009, 'Departures' welcomed; Schilling 2009, Funereal flick; .Takabe & Wakatsuki 2009, hlm. 203
  76. ^ Schilling 2009, Producer.
  77. ^ Shinohara 2013, hlm. 81.
  78. ^ Shinohara 2013, hlm. 82.
  79. ^ Frater 2008; Danielsen.
  80. ^ British Board of Film Classification.
  81. ^ Tourtellotte & Reynolds 2009; Box Office Mojo staff.
  82. ^ Takahashi 2008.
  83. ^ WorldCat, Okuribito.
  84. ^ Billboard Japan; Universal Music.
  85. ^ CinemaCafé.net staff 2008.
  86. ^ WorldCat, おくりびと : ピアノ&チェロ・ピース /; WorldCat, おくりびと : on record.
  87. ^ Handa 2010, hlm. 59.
  88. ^ Handa 2010, hlm. 58, 76.
  89. ^ Asahi Shimbun staff 2010, hlm. 1; Asahi Shimbun staff 2010, hlm. 2.
  90. ^ Asahi Shimbun staff 2010, hlm. 1.
  91. ^ Cinema Topics Online staff 2009.
  92. ^ Releases.
  93. ^ Tabouring 2010.
  94. ^ Spurlin 2010.
  95. ^ Mathews 2010.
  96. ^ Spurlin 2010; Mathews 2010.
  97. ^ Rotten Tomatoes.
  98. ^ Metacritic.
  99. ^ Shioda 2008, hlm. 62.
  100. ^ Nomura 2008, hlm. 61.
  101. ^ Fukunaga 2008, hlm. 11.
  102. ^ Yamane 2008, hlm. 5.
  103. ^ Katsuta 2008, hlm. 11.
  104. ^ Watanabe 2008, hlm. 20.
  105. ^ Maeda 2008.
  106. ^ Yamaguchi.
  107. ^ Yamane 2012, hlm. 352.
  108. ^ Schilling 2008, 'Okuribito'.
  109. ^ Armstrong.
  110. ^ Puig 2009.
  111. ^ French 2009.
  112. ^ Gleiberman 2009.
  113. ^ Barber 2009.
  114. ^ Maher 2009.
  115. ^ The Daily Telegraph 2009.
  116. ^ Kennicott 2009.
  117. ^ Cockrell 2008.
  118. ^ Potter 2009.
  119. ^ Phipps 2009.
  120. ^ A. O. Scott 2009.
  121. ^ Rayns 2009.
  122. ^ Kilday 2009, Regent; Nippon Academy-shō Association, 2009.
  123. ^ Sapia staff 2009.
  124. ^ Adams 2009; Armstrong; Howell 2009.
  125. ^ Itzkoff 2009.
  126. ^ Kilday 2009, Regent.
  127. ^ Kilday 2009, Palm Springs.
  128. ^ Asian Film Awards.
  129. ^ APSA, 2009 Winners.
  130. ^ Sports Nippon staff 2009.
  131. ^ Oricon staff 2008; Ping and Ying 2008.
  132. ^ Hong Kong Film Awards Association.
  133. ^ Nikkan Sports, Best Film.
  134. ^ Schilling 2009, A decade.
  135. ^ Ide 2009, hlm. 1.
  136. ^ Kyodo News Staff 2009; Mullins 2010, hlm. 103.
  137. ^ a b Yomiuri Shimbun staff 2014.
  138. ^ Takabe & Wakatsuki 2009, hlm. 3.
  139. ^ Sōma 2009, hlm. 1; Kyodo News Staff 2009.
  140. ^ Aera staff 2013.

Karya yang dikutip

Pranala luar

Didahului oleh:
The Counterfeiters
  Austria
Film Berbahasa Asing Terbaik
2008
Diteruskan oleh:
The Secret in Their Eyes
  Argentina