Raden Santri Gresik

penyebar agama Islam di Indonesia

Raden Santri atau Sayyid Ali Murtadlo merupakan salah satu penyebar agama Islam di Jawa dan sekitarnya, khususnya Gresik. Beliau adalah Putra dari Syekh Ibrahim Zainuddin As-Samarqandy, dan juga kakak dari Sunan Ampel, serta sepupu dari Syekh Maulana Malik Ibrahim.

Sayyid Ali Murtadlo
( Sunan Gisik )
KelahiranChampa
KematianGresik
Istri
Keturunan
Nama lengkap
Ali Murtadlo
AyahSyekh Ibrahim Zainuddin As-Samarqandy
IbuDewi Candrawulan
AgamaIslam

Raden Santri juga dikenal sebagai Sunan Gisik yang memiliki arti seorang guru agama atau tokoh yang dihormati yang berada di daerah pesisir. Dalam catatan Cina kata ‘Sunan’ berasal dari dialek Hokkian yaitu ‘Su’ dan ‘Nan’, dimana ‘Su’ bermakna ‘Suhu’ atau ‘Saihu’ yang memiliki arti guru sedangkan ‘Nan’ berarti selatan. Kata ‘Gisik’ sendiri dalam bahasa Jawa memiliki arti pantai, sesuai dengan lokasi dakwah Raden Santri yang berada di daerah pesisir Gresik.[1]

Raden Santri wafat pada tahun 1317 saka/1449 M 15 Muharram abad ke-8 Hijriah, makam Beliau terletak sekitar 100 m sebelah utara alun-alun kota Gresik, tepatnya di jalan Raden Santri. Kelurahan Bedilan, Gresik atau hanya berjarak 200 m sebelah utara dari makam Syekh Maulana Malik Ibrahim. Tepat di samping pusara Raden Santri terdapat pusara murid kesayangan Beliau, yaitu Sayyid Hasan. Haul Beliau sering diperingati oleh masyarakat Gresik pada setiap tanggal 15 Muharram.

Silsilah

Ayah Raden Santri bernama Syaikh Maulana Ibrahim As-Samarqandi bin Jamaluddin Akbar Khan bin Ahmad Jalaludin Khan bin Abdullah Khan bin Abdul Malik al-Muhajir bin Alawi Ammil Faqih bin Muhammad Sohibul Mirbath bin Ali Kholi’ Qosam bin Alawi ats-Tsani bin Muhammad Sohibus Saumi’ah bin Alawi Awwal bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali Uraidhi bin Ja’far ash-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib, suami Fatimah az-Zahra binti Nabi Muhammad SAW.

Ibu Raden Santri bernama Dewi Candrawulan (Chandravati). Dewi Candrawulan merupakan putri dari Sultan Kuthara (Kerajaan Champa) yaitu Bong Tak Keng dengan Putri Indravarman VI (Putri Raja Champa). Kakek Raden Santri, Bong Tak keng berasal dari Suku Hui yang sudah beragama Islam dimana mendapat tugas untuk menjadi pemimpin di Komunitas Cina di Champa serta menjadi Duta Cina untuk Champa yang dipilih oleh Laksamana Cheng Ho (Sam Po Bo atau Haji Mahmud Shams) dari Dinasti Ming.[2]

Penyebaran Agama Islam

Raden Santri menyertai ayahanda serta saudaranya datang ke Jawa untuk menyebarkan agama Islam serta berkunjung ke bibinya, yaitu Dewi Condro Wulan/Dwarawati yang menjadi istri dari Prabu Kertajaya/Brawijaya. Kapal Raden Santri beserta rombongan tiba di sebelah timur Bandar Tuban, yang disebut Gisik (sekarang bernama Gisikharjo). Pendaratan di Gisik dilakukan sebagai salah satu bentuk kehati-hatian, dikarenakan Tuban pada saat itu menjadi Pelabuhan Internasional Majapahit.[3] Dengan cara mendarat di tempat yang tidak terlalu ramai ini, Syekh Ibrahim As-Samarqandi memulai dakwahnya. Tidak lama setelah sampai di Tuban ayahanda Raden Santri menderita sakit kemudian meninggal dunia dan dimakamkan di daerah pesisir Gesikhardjo, Palang, Tuban. Setelah kematian ayahandanya Raden Santri dan Sunan Ampel didampingi oleh Abu Hurairah (Raden Burereh).

Satu tahun berlalu Raden Santri hendak kembali ke Campa, tetapi negeri tersebut telah hancur dan dikuasai oleh Raja Pelbegu dari Kerajaan Koci. Raden Santri kemudian menerima saran dari Raja Kertajaya untuk tetap menetap di Majapahit dan tinggal di Gresik.[4] Setelah wafatnya Syekh Maulana Malik Ibrahim pada tanggal 9 April 1419, Raden Santri melanjutkan tugasnya yaitu sebagai penyebar Islam di Gresik.[5]

Raden Santri disebut sebagai Sunan Lembayung oleh masyarakat Madura, karena beliau berkeliling dakwah di daerah Madura. Sedangkan Nusa tenggara sampai dengan Bima menjuluki Raden Santri sebagai Raja Pandhita Bima. Dalam catatan sejarah Raden Santri dijelaskan menjadi penyebar agama Islam pertama di Nusa Tenggara Barat yang nantinya menjadi pondasi awal Kerajaan Bima yang berlandaskan Islam “Ahlussunah wal jamaah”. Setelah menyebarkan agama Islam di daerah Madura dan Nusa Tenggara, Raden Santri diminta untuk kembali ke Gresik untuk menggantikan Syekh Maulana Malik Ibrahim.

Di Gresik sendiri Raden Santri juga diberi gelar yaitu Raja Pandhita Wunut, gelar ini merupakan anugrah rahasia yang diberikan oleh Raja Majapahit untuk penguasa yang beragama Islam.[6] Masyarakat Gresik sendiri lebih sering menyebut beliau sebagai Raden Santri. Terdapat pula nama lain atau gelar beliau, yaitu Dian Santri Ali, Raden Samat, Raden Atmaja, Ngali Murtolo, Ali Hutomo, Ali Musada, Sunan Lembayung Fadl dan Fadl As-Samarqandi[7]..

Pernikahan

Raden Santri memiliki dua istri, yang pertama adalah Rara Siti Taltun dan kemudian menikah lagi dengan Dyah Retno Maningjum binti Arya Tejo. Raden Santri menikah dengan Rara Siti Taltun atau RA. Madu Retno binti Aryo Baribin dari pernikahan itu Raden Santri memiliki 4 orang anak. Anak Beliau bernama Usman Haji (Sunan Ngudung), Haji Usman, Nyai Gede Tundo dan Ali Musytar. Anak pertama Raden Santri yaitu Usman Haji menikah dengan Putri Tumenggung Wilwatikta, dari pernikahan tersebut lahirlah Sunan Kudus (Amir Haji atau Dja’far Sodiq) dan anak perempuan yang diberi nama Dewi Sujinah. Haji Usman menikah dengan Siti Syari’at dan memiliki anak yang bernama Amir Hasan (Sunan Manyuran). Anak perempuan Raden Santri menikah dengan Kholifah Husain (Sunan Kertoyoso) dan memili anak yaitu Kholifah Suhuroh[8]..

Referensi

  1. ^ Firmansyah, Wahyu (30 September 2019). "Sejarah Sunan Gisik 'Raden Santri'". 
  2. ^ Firmansyah, Wahyu (30 September 2019). "Sejarah Sunan Gisik 'Raden Santri'". 
  3. ^ Mumazziq Z, Rijal. "Jejak Ulama Uzbekistan Di Nusantara". 
  4. ^ Budi (16 September 2019). "Wisata Religi dan Bertawassul di Makam Raden Santri Gresik". 
  5. ^ Gresik, DISPARBUD (19 Maret 2021). "Makam Raden Santri". 
  6. ^ "Makam Raden Santri". 
  7. ^ Firmansyah, Wahyu (30 September 2019). "Sejarah Sunan Gisik 'Raden Santri'". 
  8. ^ Firmansyah, Wahyu (30 September 2019). "Sejarah Sunan Gisik 'Raden Santri'".