Penyiksaan

menimbulkan penderitaan fisik atau mental yang disengaja pada seseorang atau hewan

Penyiksaan (bahasa Inggris: torture) adalah tindakan yang secara sengaja dilakukan untuk menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang parah kepada seseorang.

Tentara Viet Cong yang ditangkap, ditutup matanya dan diikat dalam posisi tertekan oleh pasukan Amerika Serikat selama Perang Vietnam, 1967

Penyiksaan telah dilakukan oleh banyak negara sepanjang sejarah, dari zaman kuno hingga zaman modern. Pada abad kedelapan belas dan kesembilan belas, negara-negara Barat menghapus penggunaan penyiksaan secara formal dalam sistem peradilan, tetapi penyiksaan terus digunakan. Berbagai metode penyiksaan yang digunakan, seringkali dilakukan dalam kombinasi; bentuk penyiksaan fisik yang paling umum adalah pemukulan. Sejak abad kedua puluh, banyak penyiksa yang lebih memilih metode penyiksaan tanpa bekas luka atau psikologis untuk memberikan penyangkalan atas penyiksaan yang dilakukan. Banyak penyiksa yang beroperasi dalam lingkungan organisasi yang permisif yang memfasilitasi dan mendorong perilaku mereka. Alasan penyiksaan antara lain karena hukuman, penggalian pengakuan, interogasi untuk informasi, atau mengintimidasi pihak ketiga. Hukuman badan dan hukuman mati terkadang dianggap sebagai bentuk penyiksaan, meskipun hal ini adalah kontroversial secara internasional.

Tujuan akhir dari penyiksaan adalah untuk menghancurkan badan dan kepribadian korban; semua bentuk penyiksaan dapat menimbulkan efek fisik atau psikologis yang parah pada korban. Penyiksaan juga dapat berdampak negatif bagi pelaku dan institusinya. Penyiksaan adalah dilarang menurut hukum internasional untuk semua negara dalam semua keadaan, baik menurut hukum kebiasaan internasional maupun dalam berbagai perjanjian internasional. Pelarangan ini sering didasarkan pada argumen bahwa penyiksaan melanggar harkat dan martabat manusia. Penentangan terhadap penyiksaan membantu pembentukan gerakan hak asasi manusia setelah Perang Dunia II. Penyiksaan terus menjadi masalah hak asasi manusia yang penting. Meskipun insidennya telah menurun, penyiksaan masih dilakukan oleh sebagian besar negara dan tersebar luas di seluruh dunia. Korban utama penyiksaan adalah orang-orang yang miskin dan terpinggirkan yang diduga melakukan kejahatan biasa.

Definisi

Penyiksaan (dari bahasa Latin torcere: untuk memelintir)[1] didefinisikan sebagai tindakan yang secara disengaja dilakukan untuk menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang parah pada korban, yang biasanya ditafsirkan sebagai seseorang yang berada di bawah kendali pelaku.[2] Perlakuan tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, seperti memaksa korban untuk mengaku, memberikan informasi, atau untuk menghukum mereka.[3] Definisi Konvensi PBB Menentang Penyiksaan hanya menganggap penyiksaan yang dilakukan oleh negara.[4] Sebagian besar sistem hukum mengakui agen yang bertindak atas nama negara, dan beberapa definisi menambahkan kelompok bersenjata non-negara, kejahatan terorganisir, atau individu pribadi yang bekerja di fasilitas yang dipantau negara (seperti rumah sakit). Definisi yang paling luas tentang penyiksaan mendeskripsikan bahwa siapa saja dapat menjadi pelaku penyiksaan.[5] Tingkat keparahan dari perbuatan agar dapat diklasifikasikan sebagai penyiksaan adalah aspek yang paling kontroversial dari definisi penyiksaan; seiring berjalannya waktu, lebih banyak tindakan yang kini dianggap sebagai penyiksaan.[6] Pendekatan purposif, yang diikuti oleh para sarjana seperti Manfred Nowak dan Malcolm Evans, membedakan penyiksaan dari bentuk-bentuk lain dari perlakuan kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat dengan mempertimbangkan pada tujuan yang hendak dicapai dan bukan pada tingkat keparahannya.[7] Definisi lain, seperti yang digunakan dalam Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia, berfokus pada tujuan penyiksa "untuk melenyapkan kepribadian korban".[8]

Sejarah

Sebelum penghapusan

Penghapusan dan penggunaannya yang berlanjut

Kelaziman

Perbuatan jahat

Tujuan

Metode

Dampak

Opini publik

Pelarangan

Pencegahan

Referensi

  1. ^ Pérez-Sales 2016, hlm. 326.
  2. ^ Nowak 2014, hlm. 396–397.
  3. ^ Nowak 2014, hlm. 394–395.
  4. ^ Carver & Handley 2016, hlm. 37–38.
  5. ^ Pérez-Sales 2016, hlm. 279–280.
  6. ^ Hajjar 2013, hlm. 40.
  7. ^ Carver & Handley 2016, hlm. 37.
  8. ^ Pérez-Sales 2016, hlm. 3, 281.

Daftar pustaka

Pranala luar