Pesan pasok

Revisi sejak 3 Maret 2022 17.09 oleh 175.158.39.185 (bicara) (Menambahkan Penjelasan Tentang Kekurangan Sistem Dropship)

Pengertian Droship

Pesatnya pertumbuhan teknologi komunikasi, menjadikan cara berinteraksi masyarakat semakin mudah. Perkembangan ini memicu pergeseran cara bertransaksi masyarakat, dari metode konvensional menuju ke arah perdagangan digital. Bukan cuma di negara maju, di Indonesia pun trend belanja online sudah semakin digemari masyarakat. Mulai dari belanja barang hingga makanan, sekarang sudah banyak menggunakan cara online. Adanya fenomena semacam inilah kemudian mulai bermunculan juga para pedagang online yang menggunakan sistem bisnis dropship.

Dropship adalah suatu sistem bisnis, di mana seseorang bisa berjualan tanpa perlu memiliki stok barang terlebih dahulu.[1] Seluruh produk yang dijual biasanya milik pihak lain, dalam hal ini supplier. Namun, istimewanya adalah orang tersebut diizinkan menjual seluruh produk dari supplier dengan atas nama toko mereka sendiri. Bukan cuma itu, seluruh urusan stok produk, pengemasan, hingga pengiriman, semuanya dilakukan oleh supplier untuk mitra dropshipnya.

Sedangkan dropshipper adalah sebutan untuk pelaku bisnis yang menjalankan usaha dengan sistem ini. Tugas seorang dropshipper hanya memasarkan produk-produk yang dijual supplier, dengan menggunakan nama tokonya sendiri. Sehingga, apabila sudah terkenal, dropshipper akan diuntungkan dari segi nama besar tokonya. Sedangkan supplier akan terus mendapat pesanan tanpa mengeluarkan biaya pemasaran.

Skema Bisnis Dropship

Model bisnis dengan sistem dropship umumnya melibatkan tiga pihak. Mereka yang terlibat antara lain, supplier, dropshipper, dan konsumen.

Sebelum memasarkan produk, biasanya dropshipper sudah menjalin kerjasama tertentu dengan supplier. Sehingga apabila ada pesanan yang berasal dari dropshipper tersebut, maka supplier harus mengirimnya dengan atas dropshipper. Agar lebih mudah mari kita simak penjelasan berikut ini:

Pertama, setelah menjalin kerjasama, dropshipper memasarkan produk-produk supplier ke barbagai toko online atau media sosial yang telah dibuatnya. Seluruh urusan yang berkaitan dengan nama toko, penentuan harga, hingga strategi pemasaran, sepenuhnya menjadi kendali dropshipper. Keuntungan yang diperoleh dropshipper berasal dari selisih harga jual dengan harga beli produk yang diperolehnya dari supplier.

Kedua, apabila ada pesanan dari konsumen, maka dropshipper akan meneruskannya kepada supplier. Dalam hal ini, konsumen tidak akan tahu dari mana produknya berasal. Konsumen hanya tahu produk yang dibelinya dikirim dari toko online tempat ia melakukan transaksi tersebut. Hal ini sama seperti transaksi jual beli pada umumnya. Selanjutnya, supplier akan mengemas dan mengirim pesanan tersebut ke alamat konsumen. Informasi yang tertera pada label pengiriman harus berisi identitas dropshipper dan konsumen. Supplier tidak boleh mencantumkan identitasnya pada produk yang dikirim kepada konsumen.

Ketiga, apabila pesanan yang diterima konsumen sudah sesuai, maka reputasi toko online yang dibuat oleh dropshipper tersebut akan meningkat. Sedangkan, apabila pesanan yang diterima konsumen tidak sesuai, maka dropshipper bertanggungjawab untuk menyelesaikan masalah yang terjadi.

Hubungan Hukum Pihak yang Terlibat

Hubungan hukum antara dropshipper dengan konsumen

Hubungan hukum yang terjadi antara dropshipper dengan konsumen adalah hubungan hukum antara penjual dengan pembeli.[2] Setelah konsumen melakukan pembayaran kepada pihak penjual, selanjutnya konsumen melakukan konfirmasi terkait pembayaran kepada penjual. Kemudian, penjual akan segera memproses pesanan dari konsumen hingga barang diterima oleh konsumen.

Hubungan hukum antara dropshipper dengan supplier

Hubungan hukum yang tercipta antara dropshipper dengan supplier merupakan hukum jual beli. Di mana pihak supplier sebagai penjual dan dropshipper sebagai pembeli. Setelah dropshipper menerima pesanan dan pembayaran dari pihak konsumen, maka selanjutnya dropshipper membeli barang dari supplier dan meminta supplier untuk mengirimkan pesanan tersebut ke alamat konsumennya dengan mengatasnamakan pihak dropshipper.

Aspek Pajak Dalam Skema Bisnis Dropship

Dalam melakukan usahanya, dropshipper akan memperoleh penghasilan berupa selisih antara harga dari supplier dan harga yang dikenakan kepada pembeli. Selisih harga ini dapat dikategorikan sebagai komisi atau fee. KBBI mendefinisikan komisi sebagai imbalan (uang) atau persentase tertentu yang dibayarkan karena jasa yang diberikan dalam jual beli dan sebagainya. Komisi atau fee inilah yang akan menjadi penghasilan bagi dropshipper.

Dilihat dari cara kerjanya, dropshipper pada dasarnya memainkan fungsi seperti perantara. Dalam proses dropship, seolah-olah terjadi dua kali penjualan barang, yaitu dari supplier kepada dropshipper, dan dari dropshipper kepada konsumen. Namun demikian karena dropshipper tidak memiliki hak atas barang tersebut, sehingga hanya terjadi satu kali penjualan, maka dropshiper berfungsi sebagai perantara/agen.

KBBI mendefinisikan perantara sebagai makelar atau calo (dalam jual beli dan sebagainya). Dropshipper sebenarnya sama dengan jasa perantara atau makelar, sehingga dalam aspek pajaknya, mirip dengan pajak atas jasa perantara atau makelar. Wajib pajak dropshipper tidak termasuk dalam kriteria Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu. Sehingga atas peredaran usahanya, tidak dikenakan PPh yang bersifat final. Wajib pajak dropshipper tergolong Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT), sehingga akan membayar angsuran PPh pasal 25 sebesar 0,75% dari peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha.[3] Pembayaran tersebut merupakan kredit pajak yang dapat diperhitungkan dalam perhitungan PPh yang masih harus dibayar pada akhir tahun pajak.

Keunggulan Sistem Dropship

Sistem bisnis dropship memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh jenis bisnis lain yang pernah ada sebelumnya. Keunggulan tersebut antara lain:

  1. Modal Kecil Dalam hal ini metode dropship memiliki keuntungan tidak membutuhkan modal yang besar untuk pengadaan toko, produk dan biaya produksi.[4] Namun disisi lain, seorang dropshipper harus memiliki teknik marketing dengna pengelolaan informasi produk yang terbarukan, karena tidak memiliki produk secara fisik dan minimnya data informasi produk yang didapatkan dari supplier.
  2. Tingkat Risiko Rendah Tingkat risiko memulai bisnis dropship sangat rendah, karena tidak dibutuhkan banyak modal untuk memulainya. Seorang dropshipper juga tidak perlu menyetok barang tersebih dahulu. Oleh karena itu, dropshipper tidak akan dipusingkan dengan masalah produk tidak laku, kadaluarsa, pengelolaan Gudang, dan lain sebagainya.
  3. Jam Kerja Fleksibel Usaha jenis ini bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja, tanpa ada jam kerja yang mengikat. Seorang dropshipper bebas mengatur jam kerjanya sendiri, terlebih lagi toko yang dibuat adalah toko online. Sehingga, seluruh produk yang dijual bisa diakses dan dipesan kapan saja oleh pelanggan. Apabila memiliki pekerjaan lain, seorang dropshipper juga tidak perlu keluar dari pekerjaan utamanya.
  4. Relatif Mudah Dijalankan Bisnis dropship relatif mudah dijalankan siapa saja, bahkan oleh orang yang baru memulai bisnis sekalipun. Seorang dropshipper hanya perlu bekerjasama dengan supplier yang menerima model sistem seperti ini. Langkah selanjutnya dropshipper sudah bisa mulai berjualan tanpa khawatir usahanya dirusak oleh supplier.

Kekurangan Sistem Dropship

Sistem bisnis dropshipping tidak hanya memiliki keunggulan, tetapi terdapat juga beberapa kekurangan dropshipping[5], diantara lain:

  1. Margin Rendah Karena efektivitas bisnis yang sangat mudah untuk dimulai serta biaya overhead sangat minim, maka di pasaran tentu saja ada begitu banyak pesaing.
  2. Masalah Inventaris Sebagaimana yang dijelaskan di atas bahwasanya seorang dropshipper hanya sebagai perantara, maka tidak memiliki investaris terhadap produk tersebut. Karena produk itu sepenuhnya dimiliki oleh pemasok pihak ketiga.

Referensi

  1. ^ "Penjelasan: Apa Itu Dropship". Lakulo. 2020-09-18. Diakses tanggal 2020-10-28. 
  2. ^ Prabowo, Bima (2016). "Tanggung Jawab Dropshipper Dalam Transaksi E-Commerce Dengan Cara Dropship Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen" (PDF). Diponegoro Law Journal. Volume 5 (Nomor 3). 
  3. ^ Muamarah, Hanik Susilawati (2017-11-22). "Aspek Pajak Dalam Skema Penjualan Dengan Dropship". Jurnal Pajak Indonesia (JPI). Vol.1 (No.1 (2017)): Hal 1–11. 
  4. ^ Fauziyyah, Anni Karimatul (2019). "Market Base Analysis Pada Bisnis Dropship Dengan Algoritma Apriori Dalam Menentukan Product Bundling Berbasis R". Indonesian Journal of Business Intelligence (IJUBI). Volume 2 (Issue 1). 
  5. ^ Syah, Evo (2020-02-04). "Apa itu Dropshipping? Pengertian & Cara Kerja Dropship". EvoSyah. Diakses tanggal 2020-03-04.