Disinformasi dalam krisis Rusia-Ukraina 2021–2022

Disinformasi dalam krisis Rusia-Ukraina 2021–2022 merujuk pada disinformasi yang disebarkan oleh lembaga pemerintah sehubungan kejadian krisis Rusia-Ukraina 2021–2022.[1][2][3]

Tujuan

Pada bulan Januari 2022, lembaga pemerintahan Rusia menyebarkan disinformasi (kesengajaan misinformasi dengan tujukan untuk menipu) antara lain dengan menggunakan "isu yang memecah belah" untuk mendorong timbulnya perpecahan di antara negara-negara Barat yang merupakan pendukung dari Ukraina; untuk melawan visi-misi yang dipromosikan oleh Organisasi Perjanjian Atlantik Utara (NATO); untuk menyangkal pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pasukan Rusia; [4] dan untuk menciptakan casus belli untuk invasi Ukraina.[3]

Sejak tahun 2014, disinformasi ini sering dihubungkan dengan negara Ukraina dan Rusia, terutama di awal perang Rusia-Ukraina, yang bertujuan untuk menunjukkan bahwa pihak lain telah terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia yang serius.[1]

Efek

Pada bulan Februari 2022, Eliot Higgins dari Bellingcat menilai adanya kelemahan dalam kualitas video misinformasi Rusia, akan tetapi video-video tersebut diketahui tetap efektif dalam mempengaruhi generasi tua Rusia.[3]

Tema disinformasi

Rekaman panggilan "mendesak" untuk mengungsi

Pada tanggal 18 Februari 2022, para pemimpin Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Luhansk (LPR), dua wilayah separatis Ukraina yang sebelumnya pernah terlibat dalam Perang di Donbas, menyebarkan sebuah siaran. Siaran tersebut mencakup seruan yang mendesak warga sekitar agar segera mengungsi ke Rusia. Dari rekaman metadata sebuah perangkat lunak ditemukan kemudian bahwa rekaman tersebut sebelumnya telah diunggah dua hari sebelumnya, yakni pada tanggal 16 Februari.[1][2]

Upaya pembunuhan palsu

Sesuai laporan Bellingcat (sebuah situs berita asal Belanda) dugaan pengeboman "kepala polisi separatis" oleh seorang "mata-mata Ukraina", yang disiarkan di televisi pemerintah Rusia, menunjukkan bukti adanya tayangan visual pengeboman sebuah "kendaraan tentara berwarna hijau" dengan versi mobil keluaran lama. Ditemukan kemudian bahwa plat nomor mobil tersebut adalah milik kepala polisi separatis, namun plat nomor yang sama juga terlihat pada sebuah SUV baru yang bukan merupakan kendaraan tentara.[1][2][3]

Pada tanggal 18 Februari 2022, LPR menayangkan video yang menggambarkan sebuah proses pemindahan mobil yang berisi penuh dengan bahan peledak. Diceritakan bahan peledak tersebut disiapkan untuk meledakkan kereta api yang penuh dengan wanita dan anak-anak yang akan mengungsi ke Rusia. Dari riwayat metadata, video tersebut diketahui telah direkam pada tanggal 12 Juni 2019.[2]

Upaya sabotase palsu

Pada tanggal 18 Februari 2022 DPR kemudian merilis sebuah video. Video tersebut diklaim menunjukkan bahwa Polandia mencoba meledakkan tangki klorin. Video itu disebarkan kemudian oleh media Rusia. Rekaman metadata video menunjukkan bahwa video itu sebelumnya dibuat pada tanggal 8 Februari 2022, dan menggabungkan beberapa bagian audio atau video yang tidak relevan, termasuk video yang bisa di temukan di YouTube pada tahun 2010 yang dibuat dari lapangan tembak militer di Finlandia .[2][3]

Badan Intelijen Ukraina meminta dinas intelijen Rusia GRU bertanggung jawab atas video tersebut.[3]

Protes palsu anti-perang Moskow

Sebuah kelompok pemeriksa fakta Ukraina, StopFake, meneliti foto protes yang diklaim menunjukkan protes terhadap anti-perang Moskow. Stopfake menunjukkan bahwa foto-foto protes pada tahun 2014 telah digunakan secara keliru untuk mengklaim bahwa "protes besar anti-perang" telah terjadi di Moskow selama krisis Rusia–Ukraina 2021–2022.[1]

Klaim genosida di Donbas

Pada akhir bulan Februari 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin kemudian mengklaim bahwa Ukraina telah melakukan genosida di Donbas. The Guardian menyebutkan adanya kesan politis penggalian kuburan massal yang dilakukan di tahun 2021 itu. Video tersebut digunakan untuk mengesankan adanya genosida di Donbas. Kuburan itu diketahui merupakan kuburan untuk para korban yang telah terbunuh selama perang di Donbas pada tahun 2014. Video tersebut telah "digunakan secara politis" untuk memberikan kesan "sangat menyesatkan" bahwa sedang terjadi genosida di Donbas.[3]

Tanggapan

Dinas Luar Negeri Eropa dari Uni Eropa (UE) dan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat kemudian menerbitkan panduan yang ditujukan untuk menanggapi beberapa misinformasi Rusia.[4] Twitter, Facebook, dan Youtube menghentikan semua iklan Rusia dalam upaya untuk mengekang misinformasi yang disebarkan melalui iklan di media sosial tersebut, twitter juga menghentikan iklan di Ukraina.[5][6]

Referensi

  1. ^ a b c d e AFP, Dmitry Zaks for (2022-02-21). "Information War Rages Ahead of Feared Russian Invasion". The Moscow Times (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-02-24. 
  2. ^ a b c d e Bowman, Verity (2022-02-21). "Four Russian false flags that are comically easy to debunk". The Telegraph (dalam bahasa Inggris). ISSN 0307-1235. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  3. ^ a b c d e f g "'Dumb and lazy': the flawed films of Ukrainian 'attacks' made by Russia's 'fake factory'". the Guardian (dalam bahasa Inggris). 2022-02-21. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  4. ^ a b "As Ukraine conflict heats up, so too does disinformation". POLITICO (dalam bahasa Inggris). 2022-01-27. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  5. ^ "Ukraine invasion: Facebook, Twitter and YouTube pause Russian state media ads". Moneycontrol (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-03-07. 
  6. ^ Roth, Emma (2022-02-26). "Twitter pauses ads in Ukraine and Russia amid growing conflict". The Verge (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-03-07.