Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental

Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (dalam bahasa Inggris: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders; disingkat DSM) diterbitkan oleh American Psychiatric Association (APA), menawarkan bahasa yang umum dan kriteria standar untuk klasifikasi gangguan mental. Buku ini digunakan, atau diandalkan, oleh dokter, Psikolog klinis, peneliti, lembaga regulasi obat kejiwaan, perusahaan asuransi kesehatan, perusahaan farmasi, sistem hukum, dan pembuat kebijakan bersama-sama dengan alternatif seperti Klasifikasi Statistik Internasional Penyakit dan Masalah Kesehatan Terkait (ICD), diproduksi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). DSM sekarang dalam edisi kelima, DSM-5, yang diterbitkan pada 18 Mei 2013.[1] Ia mengevaluasi pasien di lima sumbu atau dimensi, bukan hanya satu aspek yang luas dari 'gangguan jiwa'. Dimensi ini berhubungan dengan aspek biologis, psikologis, sosial dan aspek lainnya. DSM berevolusi dari sistem mengumpulkan sensus dan statistik rumah sakit jiwa, dan dari manual Angkatan Darat Amerika Serikat. Revisi sejak publikasi pertamanya pada tahun 1952 telah secara bertahap menambahkan jumlah gangguan mental meski juga menghapus yang tidak lagi dianggap sebagai gangguan mental.

Sejarah

Klasifikasi gangguan jiwa telah dimulai oleh Organisasi Kesehatan Dunia sejak periode tahun 1960-an. Hasilnya dibuatlah Klasifikasi Penyakit Internasional. Sistem klasifikasi ini telah mencapai edisi ke-10 pada tahun 2000. Sejalan dengan Organisasi Kesehatan Dunia, Asosiasi Psikiatri Amerika juga menerbitkan Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) yang kemudian disingkat DSM. DSM ini merupakan salah satu sistem klasifikasi diagnostik atas gangguan jiwa. Klasifikasi ini menggunakan kriteria diagnostik yang didsarkan kepada diagnosis dan manual statistik gangguan jiwa. Pada tahun 2000, Asosiasi Psikiatri Amerika telah menerbitkan edisi keempat dari manual ini. Nama terbitannya adalah DSM-4-TR.

Sistem kategori

DSM merupakan salah satu jenis sistem klasifikasi yang menerapkan sistem kategori untuk kriteria diagnostik. Jenis sistem kategori yang dipakainya adalah sistem multiaksis. Pada sistem ini, diagnosis hanya dapat dilakukan dengan persyaratan adanya berbagai jenis gejala.[2]

DSM-4 dan DSM-4-TR

DSM-4 diterbitkan oleh Asosiasi Psikiatri Amerika pada tahun 1994.[3] DSM-4-TR memberikan kriteria diagnostik untuk trauma. Kriteria ini menetapkan bahwa trauma hanya dapat dirasakan oleh individu yang mengalami, menyaksikan, atau menghadapi kejadian-kejadian yang berbentuk ancaman yang nyata. Ancaman ini meliputi ancaman kematian, cedera serius, dan ancaman terhadap integritas tubuh. Kriteria trauma pada ancaman kematian meliuputi ancaman kematian saja ataupun kematian yang nyata. Sedangkan kriteria untuk ancaman terhadap integritas tubuh berlaku pada pengalaman pribadi ataupun pengalaman orang lain. Kriteria trauma ini menambahkan bahwa trauma hanya ditetapkan pada ancaman-ancaman tersebut dengan adanya tanggapan berupa rasa ketakutan yang luar biasa, rasa ketidakberdayaan maupun perasaan horor.[4]

DSM-5

Penerbitan DSM-5 dilakukan pada tahun 2013.[5] Kekurangan dari DSM-5 adalah belum membahas mengenai gangguan kecanduan internet yang dialami oleh masyarakat modern. Penyebabnya adalah penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli masih belum memadai.[6] Sementara itu, gangguan skizoafektif sempat dipertimbangkan untuk dihapus dalam penyusunan DSM-5.[7]

Diagnosis

Diagnosis DSM umum

Kleptomania

DSM secara umum menetapkan kriteria diagnostik untuk kleptomania adalah perilaku mencuri barang yang dilakukan secara berulang karena hilangnya pengendalian diri dari pasien. Pasien biasanya tidak memiliki kebutuhan atas barang yang dicurinya dan tidak berniat pula untuk menjualnya. Kriteria lainnya adalah kondisi ketegangan dari pasien selama melakukan pencurian. Pasien juga mengalami kepuasan setelah berhasil mencuri sesuatu. Kriteria lain yang ditetapkan adalah alasan mencuri yang tidak disebabkan oleh kemarahan, balas dendam. Pencurian juga tidak dilakukan sebagai akibat dari adanya halusinasi atau delusi.[8]

Diagnosis DSM-3

DSM-3 merupakan DSM yang pertama kali membahas mengenai transseksualisme. Gangguan ini pertama kali dimasukkan ke dalam kategori dianostik pada tahun 1980 bersamaan dengan penerbitan DSM-3.[9] Pengenalan mengenai kekikukan juga dilakukan di dalam hasil revisi dari DSM-3. Asosiasi Psikiatri Amerika memperkenalkan istilah "kekikukan" pada tahun 1987.[10]

Diagnosis DSM-4 dan DSM-4-TR

Gangguan stres pascatrauma dibahas di dalam DSM-4. DSM-4 menerapkan tiga kriteria diagnostik untuk penyakit ini, yaitu pendedahan, pengalaman ulang dan penghindaran.[11] Dalam DSM-4 disebutkan sebanyak 17 item yang menjadi gejala dari gangguan jiwa pascatrauma.[12] Pada tahun 2000, depresi dimasukkan sebagai gangguan suasana hati dalam DSM-4-TR.[13] DSM-4-TR juga menetpakan kriteria untuk diagnosis gejala demensia.[14]

Diagnosis DSM-5

Skizofrenia dan gangguan depresi mayor

Skizofrenia dalam DSM-5 hanya dapat ditetapkan sebagai hasil diagnosis jika memiliki sedikitnya dua jenis gejala. Jenis gejala pertama adalah gejala yang terjadi setidaknya selama sebulan. Gejala-gejala ini meliputi delusi, halusinasi, bicara tidak teratur, dan katatonia. Sedangkan jenis gejala kedua adalah gejala negatif.[15] DSM-5 juga memuat sembilan kriteria diagnosis untuk gangguan depresi mayor.[16]

Autisme

DSM-5 menetapkan empat kriteria diagnosis penyakit autisme. Keempatnya harus terpenuhi untuk menyatakan bahwa seseorang menderita autisme. Kriteria pertama adalah terjadinya disfungsi komunikasi dan interaksi yang bersifat persisten dalam semua konteks. Sifat ini tidak berdasarkan keterlambatan perkembangan umum. Disfungsi ini meliputi disfungsi pada hubungan timbal-balik secara emosional dan sosial, disfungsi perilaku komunikasi no-verbal dalam interaksi sosial dan disfungsi pada hubungan sebaya di tingkat perkembangan yang setingkat.[17]

Kriteria kedua adalah terjadinya pola perilaku, minat dan aktivitas stereotipe secara berulang dalam jumlah terbatas. Penandanya ada empat, tetapi sudah mencukupi diagnosis jika dua di antaranya telah ada. Pertama, stereotipe atau pengulangan dalam bahasa, gerakan motorik, ataupun penggunaan suatu objek. Kedua, kepatuhan terhadap rutinitas, pola ritual, kebiasaan verbal ataupun non- verbal atau sangat kesulitan terhadap perubahan. Ketiga, memiliki ketertarikan tetap terhadap sesuatu hingga perilaku terlihat abnormal dari segi intensitas ataupun tingkat konsentrasi. Keempat, reaksi terhadap rangsang sensoris sangat kurang atau berlebihan, maupun adanya ketertarikan yang aneh dari rangsangan sensoris lingkungan.[17]

Kriteria ketiga adalah prasyarat bahwa munculnya gejala hanya pada usia dini. Satupun dari gejala-gejala ini tidak muncul hingga tuntutan sosial melebihi kapasitas yang terbatas. Sedangkan kriteria yang keempat adalah gangguan fungsional yang dialami setiap hari akibat pembatasan dan gangguan dari keseluruhan gejala.[17]

Gangguan psikotik singkat

Di dalam DSM-5, gangguan psikotik singkat disetarakan dengan kelompok penyakit psikotik lainnya termasuk skizofrenia. DSM-5 menyebutkan dua kriteria diagnostik untuk gangguan psikotik singkat. Pertama, kemunculan beberapa simtom sekaligus. Simtom ini ada empat dan ada tiga di antaranya harus ada sebagai alternatif prasyarat penderita gangguan psikotik singkat. Tiga yang utama ini adalah delusi, halusinasi, atau kekacauan dalam berbicara. Sedangkan satu yang lainnya katatonia.[18]

Kesulitan belajat

DSM-5 juga menyediakan kriteria kesulitan belajar secara spesifik. Kriteria ini terbagi menjadi dua, yaitu kriteria kesulitan memnbaca dan kriteria kesulitan mengekspresikan tulisan. Kriteria kesulitan membaca meliputi ketepatan membaca kata, rata-rata kelancaran membaca, dan kemampuan membaca dengan baik. Sedangkan kriteria kesulitan mengekspresikan tulisan meliputi ketepatan mengeja dan ketepatan menulis tata kalimat.[19]

Gangguan menentang oposisional

DSM-5 menetapkan bahwa perilaku mengganggu adalah perilaku negatif yang dilakukan secara berulang dengan sifat penentangan dan ketidaktaatan dan permusuhan terhadap figur yang memiliki kewenangan. Diagnosis untuk perilaku ini adalah gangguan menentang oposisional.[20]

Referensi

  1. ^ American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition. Arlington, VA: American Psychiatric Association. 
  2. ^ Yusuf, A., dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa (PDF). Jakarta: Salemba Medika. hlm. 9. 
  3. ^ Mardiati, R., dkk. "Gangguan Penggunaan Zat Psikoaktif" (PDF). angsamerah.com. Diakses tanggal 11 Maret 2022. 
  4. ^ Nurmalitasari, F., dan Harsono, Y. T. (2020). "Peran Jenis Kelamin terhadap Pertumbuhan Pasca Trauma pada Penyintas Difabel Pasca Gempa Bumi Yogyakarta". Prosiding Seminar Nasional dan Call Paper: Psikologi Positif Menuju Mental Wellness: 56. 
  5. ^ Aldrin, M., dkk. (2017). "Sistem Pakar untuk Mendiagnosis Autisme". Seminar Nasional Informatika Medis VIII: 61. 
  6. ^ Indra, C. M., dkk. (2019). "Hubungan Kecanduan Internet dengan Depresi pada Pelajar Kelas XI di SMA Negeri 9 Binsus Manado Tahun Ajaran 2018/2019". Jurnal Medik dan Rehabilitasi. 1 (3): 1. 
  7. ^ Citraningtyas, Theresia (2017). "Gangguan Skizoafektif: Penerapan DSM-5 pada Entitas Diagnostik yang Hampir Dihilangkan". Jurnal Kedokteran Meditek. 23 (64): 47. 
  8. ^ Levani, Y., dkk. (2019). "Kleptomania; Manifestasi Klinis dan Pilihan Terapi". Magna Medika. 6 (1): 32. ISSN 2774-2318. 
  9. ^ Cohen-Kettenis, P. T., dan Pfäfflin, F. (2009). "The DSM Diagnostic Criteria for Gender Identity Disorder in Adolescents and Adults" (PDF). Archives of Sexual Behavior volume. American Psychiatric Association. 39: 1. doi:10.1007/s10508-009-9562-y. 
  10. ^ Supartha, M., dkk. (2009). "Clumsiness". Sari Pediatri. 11 (1): 26. 
  11. ^ Hatta, Kusumawati (2016). Tubin, ed. Trauma dan Pemulihannya: Sebuah Kajian Berdasarkan Kasus Pasca Konflik dan Tsunami. Banda Aceh: Dakwah Ar-Raniry Press. hlm. 45. ISBN 978-602-60756-3-5. 
  12. ^ Mahfuzhah. A. S., dkk. (2021). "Screening of Post-Traumatic Stress Disorder AMong Adolescent Vic-tims of The Garut Flash Flood in 2016". NurseLine Journal. 6 (1): 9. ISSN 2541-464X. 
  13. ^ Sulistyorini, W., dan Sabarisman, M. (2017). "Depresi: Suatu Tinjauan Psikologis". Sosio Informa. 3 (2): 156. 
  14. ^ Khairunnisa, G., dkk. (2014). "Uji Validitas Konstruk The Modified Mini Mental State-Test (3MS)" (PDF). JP3I: Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia. III (4): 331. 
  15. ^ Jaya, Edo Sebastian (2017). "Confirmatory Factor Analysis of the Indonesian Version of Community Assessment of Psychic Experiences" (PDF). Makara Hubs-Asia. 21 (1): 1. doi:10.7454/mssh.v21i1.3495. 
  16. ^ Dianovinina, Ktut (2018). "Depresi pada Remaja: Gejala dan Permasalahannya". Jurnal Psikogenesis. 6 (1): 74. 
  17. ^ a b c Lubis, F., dan Suwandi, J. F. (2016). "Paparan Prenatal Valproat dan Autism Spectrum Disorder (ASD) pada Anak" (PDF). Majority. 5 (3): 87. 
  18. ^ Wulandari, Yanny Elok (2020). "Dinamika Kepribadian Penderita Psikotik dengan Riwayat Pengalaman Sebagai Korban Perlindungan: Sebuah Studi Kasus". Ristekdik: Jurnal Bimbingan dan Konseling. 5 (2): 220. 
  19. ^ Raharjo, T., dan Wimbarti, S. (2020). "Assessment of learning difficulties in the category of children with dyslexia". Jurnal Konseling dan Pendidikan. 8 (1): 80–81. 
  20. ^ Apryanggun, D., dkk. "Art Therapy sebagai Art-Based Assesment pada Anak Oppositional Defiant Disorder (ODD) di Panti Asuhan X dan Y" (PDF). Jurnal Psibernetika. 11 (1): 48. 

Pranala luar