Kompang
Kompang (Jawa: ꦏꦺꦴꦩ꧀ꦥꦁ; Bali: ᬓᭀᬫ᭄ᬧᬂ) adalah salah satu jenis alat musik pukul atau perkusi yang termasuk kedalam perangkat gamelan yang berasal dari daerah Ponorogo di Jawa Timur, Indonesia.[1] Alat musik ini berupa seperti gendang namun berbentuk pipih dan bundar, dibuat dari tabung kayu pendek, ujungnya agak lebar, dan pada satu sisinya dilapisi atau diberi tutup yang berbahan kulit.
Gamelan | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Domain | Kerajinan tradisional, tradisi lisan dan ekspresi, seni drama, pengetahuan dan praktik tentang alam dan alam semesta, praktik sosial, ritual dan acara pesta |
Referensi | 01607 |
Kawasan | Asia dan Pasifik |
Sejarah Inskripsi | |
Inskripsi | 2021 (sesi ke-16) |
Daftar | Daftar Perwakilan |
Alat musik perkusi | |
---|---|
Nama lain | Terbangan |
Hornbostel–Sachs | 211.311 (Membranofon) |
Pencipta | Jawa |
Dikembangkan | Indonesia (Jawa dan Bali) |
Etimologi
Secara etimologinya, kata ‘kompang’ diserap dari istilah bahasa Jawa: ꦏꦺꦴꦩ꧀ꦥ꧀ꦭꦁ, translit. komplang yang artinya "kopong", hal ini merujuk kepada bentuk dari alat musik kompang itu sendiri yang memiliki bagian kopong atau berongga (pada bagian belakang yang tidak terlapis kulit) sehingga dapat menghasilkan bunyi-bunyian ketika dipukul.[2]
Sejarah
Sejarah terkait kompang tidak dapat dipisahkan dari sejarah gamelan itu sendiri yang merupakan sebuah kesatuan perangkat alat musik yang tercipta di pulau Jawa sejak berabad-abad yang lalu. Kompang ini secara khusus pada awalnya diciptakan oleh masyarakat Ponorogo yang kala itu masih banyak menganut kepercayaan Animisme, Kejawen, hingga akhirnya ajaran Hinduisme maupun Buddhisme masuk. Gamelan (sudah termasuk kompang sebagai salah satu bagian darinya) masih terus lestari hingga pada era ajaran Islam masuk ke Ponorogo, rakyat Ponorogo yang suka akan kesenian gamelan ini mengasimilasikan gamelan sebagai salah satu sarana pemeriah peribadatan Muslim yang kini lazim dikenali dengan sholawatan.
Konon pada mulanya, bentuk kompang itu sendiri awalnya sangat besar, hanya saja lebih ramping yang memudahkan dipegang dengan satu sisi kulit hewan pada bingkai kompang. Dengan berjalannya waktu, kini kompang memiliki berbagai macam bentuk yang bervariatif; mulai dari yang kecil hingga besar.
Di Ponorogo sendiri, terdapat kesenian Terbangan Ponoragan yang masih penggunakan perkusi kompang dari berbagai ukuran kecil hingga terbesar. Selain kompang, pada kesenian Terbangan ini juga diiringi dengan kesenian Reog. Selain itu, kompang di Ponorogo masih turut juga digunakan dalam kegiatan-kegiatan religiusitas komunitas Muslim Jawa seperti diba'an, pernikahan, perayaan hari-hari raya Islam, hingga acara-acara peresmian.
Penyebaran
Banyaknya pesantren Tradisional di Ponorogo yang terkenal, membuat para santri alumni Pesantren di Ponorogo ini membawa alat musik Kompang ke berbagai daerah di pulau Jawa yang kemudian dikembangkan di masing - masing daerah para alumni santri.
Kompang Ponorogo juga menyebar ke kawasan Melayu karena dari pernikahan putra kiayi Pesantren Tegalsari menikah dengan Putri Sultan Selangor. Delegasi pesantren Tegalsari ini membawa persembahan Kompang saat pernikahan berlangsung, hingga pada Kompang Ponorogo digemari juga oleh masyarakat Melayu di Selaongor. Dari Selangor, Kompang menyebar ke kesultanan tetangga seperti Johor, Riau, Pattani hingga Brunei dan Sabah, di kawasan Melayu Kompang Ponorogo disebut dengan istilah Kompang Jawa.[3]