Anwar Usman

politisi Indonesia
Revisi sejak 28 Maret 2022 00.39 oleh Dsetya (bicara | kontrib)

Dr. H. Anwar Usman, S.H, M.H. (lahir 31 Desember 1956) adalah seorang hakim konstitusi yang menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi ke-6. Sebelumnya, Anwar Usman sempat menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi ke-5. Anwar Usman memulai karier sebagai seorang guru honorer pada 1975. Sukses meraih gelar Sarjana Hukum pada 1984, Anwar mencoba ikut tes menjadi calon hakim. Keberuntungan pun berpihak padanya ketika ia lulus dan diangkat menjadi Calon Hakim Pengadilan Negeri Bogor pada 1985.[1]

Anwar Usman
Ketua Mahkamah Konstitusi ke-6
Mulai menjabat
2 April 2018
Sebelum
Pendahulu
Arief Hidayat
Pengganti
Petahana
Sebelum
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi ke-5
Masa jabatan
14 Januari 2015 – 1 April 2018
Sebelum
Pendahulu
Arief Hidayat
Pengganti
Aswanto
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir31 Desember 1956 (umur 67)
Indonesia Bima, Nusa Tenggara Barat, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Suami/istriHj. Suhada
Anak
  • Kurniati Anwar
  • Khairil Anwar
  • Sheila Anwar
Orang tua
  • Usman A. Rahim
  • Hj. St. Ramlah
Almamater
PekerjaanHakim Konstitusi
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Di Mahkamah Agung (MA), jabatan yang pernah didudukinya, di antaranya menjadi Asisten Hakim Agung mulai dari 1997–2003 yang kemudian berlanjut dengan pengangkatannya menjadi Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung selama 2003–2006. Lalu pada 2005, dirinya diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian.[1][2]

Latar belakang

Anwar dibesarkan di Desa Rasabou, Kecamatan Bolo, Bima, Nusa Tenggara Barat. Ia mengaku terbiasa hidup dalam kemandirian. Lulus dari SDN 03 Sila, Bima pada 1969, Anwar harus meninggalkan desa dan orang tuanya untuk melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Bima selama 6 tahun hingga 1975.[1]

Lulus dari PGAN pada 1975, atas restu Ayahanda (Alm.) Usman A. Rahim beserta Ibunda Hj. St. Ramlah, Anwar merantau lebih jauh lagi ke Jakarta dan langsung menjadi guru honorer pada SD Kalibaru. Selama menjadi guru, Anwar pun melanjutkan pendidikannya ke jenjang S1. Berbeda dengan teman-teman PGAN-nya yang setelah lulus memilih masuk kuliah IAIN atau IKIP, ia memilih kuliah Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta dan lulus pada 1984. Kelak SD Kalibaru berkembang membuka tingkatan sekolah yang lain dan Anwar terpilih sebagai ketua yayasan.[1]

Aktif dalam teater

Selama menjadi mahasiswa, Anwar aktif dalam kegiatan teater di bawah asuhan Ismail Soebardjo. Selain sibuk dalam kegiatan perkuliahan dan mengajar, Anwar tercatat sebagai anggota Sanggar Aksara. Dirinya pun sempat diajak untuk beradu akting dalam sebuah film yang dibintangi oleh Nungki Kusumastuti, Frans Tumbuan dan Rini S. Bono besutan sutradara ternama Ismail Soebarjo pada 1980. Anwar hanya mendapat peran kecil, tetapi ia merasa mendapat suatu kebanggaan bisa menjadi anak buah sutradara sehebat Ismail Soebarjo. Film yang berjudul Perempuan dalam Pasungan menjadi Film Terbaik dan mendapat Piala Citra.[1]

Akan tetapi, keterlibatan Anwar dalam film yang meledak pada 1980 tersebut, menuai kritik dari orangtuanya. “Ketika film itu meledak, sampailah film itu ke Bima. Kebetulan di film itu ada adegan saya jalan berdua seorang wanita di Pasar Cikini, orang-orang di kampung saya, heboh semua. Padahal di film itu saya hanya sebagai penggembira saja. Ketika Bapak saya tahu, saya dimarahi. Kata beliau, ‘Katanya ke Jakarta untuk kuliah, ini malah main film’,” kenangnya sambil tersenyum.[1]

Anwar mengenang keterlibatannya dalam dunia teater sebagai salah satu pengalaman dia yang paling berkesan. Menurutnya, dunia teater mengajarkannya banyak hal termasuk tentang filosofi kehidupan. Dunia teater dan film, menurut mantan Hakim Yustisial Mahkamah Agung ini, pada intinya mengandung unsur edukasi yang mengajak pada kebajikan, termasuk bagaimana bersikap dan bertutur kata. “Mengucapkan sumpah seorang diri di hadapan Presiden SBY, banyak teman yang khawatir. Tapi, Alhamdulillah, berkat pengalaman saya di bidang teater, saya bisa mengatasi kegugupan dan tidak demam panggung ketika harus mengucapkan lafal sumpah,” urai Anwar.[1]

Sukses meraih gelar Sarjana Hukum pada 1984, Anwar mencoba ikut tes menjadi calon hakim. Keberuntungan pun berpihak padanya ketika ia lulus dan diangkat menjadi Calon Hakim Pengadilan Negeri Bogor pada 1985. “Menjadi hakim, sebenarnya bukanlah cita-cita saya. Namun, ketika Allah menginginkan, di manapun saya dipercaya atau diamanahkan dalam suatu jabatan apapun, bagi saya itu menjadi lahan untuk beribadah. Insya Allah saya akan memegang dan melaksanakan amanah itu dengan sebaik-baiknya,” urai pria berjenggot lebat yang pernah bertugas di Pengadilan Negeri Atambua dan Pengadilan Negeri Lumajang tersebut.[1]

Karier

Di Mahkamah Agung, jabatan yang pernah diduduk Anwar, di antaranya menjadi Asisten Hakim Agung mulai dari 1997–2003. Pada tahun 2001, ia merampungkan studi magister hukum di STIH IBLAM Jakarta. Kemudian kariernya berlanjut dengan pengangkatannya menjadi Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung selama 2003–2006. Lalu pada 2005, dirinya diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian. Namun, Anwar mengakui tidak asing dengan Mahkamah Konstitusi. Selain dari keilmuan yang didalami, ia pun sudah lama mengenal Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva yang sama-sama berasal dari Bima, Nusa Tenggara Barat.[1]

Anwar menjabat Kepala Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung periode 2006–2011, jabatan terakhirnya di lembaga hukum itu. Ia memperoleh gelar doktor Program Bidang Ilmu Studi Kebijakan Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada pada tahun 2010. Pada tanggal 6 April 2011, Anwar dilantik sebagai hakim konstitusi yang diusulkan oleh Mahkamah Agung.[3]

Kehidupan pribadi

Anwar Usman menikahi Hj. Suhada, seorang bidan yang kini mengurus RS Wijaya Kusuma, Lumajang, dan RS Budhi Jaya Utama, Depok. Mereka memperoleh tiga orang anak bernama Kurniati Anwar, Khairil Anwar, dan Sheila Anwar.[1]

Setelah istri pertama beliau meninggal, telah diberitakan bahwa Idayati adik kandung presiden Joko Widodo menjadi calon istrinya[4]. Meski menimbulkan perdebatan di masyarakat rencana pernikahan ini akan dilangsungkan pada awal bulan mei 2022 di Surakarta Jawa Tengah.

Referensi

Jabatan peradilan
Didahului oleh:
Arief Hidayat
Ketua Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia

2018–sekarang
Petahana
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia

2015–2018
Diteruskan oleh:
Aswanto