Capitalinc Investment

perusahaan asal Indonesia

PT Capitalinc Investment Tbk (atau disingkat Capitalinc saja) adalah sebuah perusahaan publik di Indonesia (IDX: MTFN) yang bergerak sebagai perusahaan investasi, terutama di perusahaan-perusahaan eksplorasi minyak dan gas bumi. Berkantor pusat di Menara Jamsostek, Jakarta Selatan,[1] perusahaan ini telah beberapa kali mengganti nama dan bidang usaha yang digelutinya, sampai saat ini.

PT Capitalinc Investment Tbk
Publik
Kode emitenIDX: MTFN
IndustriInvestasi minyak bumi dan gas
Didirikan11 November 1983
Kantor pusatJakarta, Indonesia
Situs webwww.capitalinc-investment.com

Manajemen

  • Komisaris Utama: Bambang Seto
  • Komisaris Independen: Ahmad Sultoni Soedradjat
  • Direktur Utama: Erie Soedarmo
  • Direktur: Khaerudin[2]

Pemegang saham

  • Express Profitable Investment Ltd. (anak usaha PT Samuel International): 21,10%[1]
  • PT Dwina Natuna: 9,22%
  • Roulette Capital Investment Ltd. (anak usaha PT Samuel International): 9,31%[1]
  • PT Dwi Daya Capital: 5,15%
  • Publik: 54,92%[3]

Anak usaha

  • PT Kutai Etam Petroleum
  • Greenstar Assets Ltd.
    • Fast Returns Enterprise Ltd.
  • PT Cahaya Batu Raja Blok
    • PT Batu Raja Energi
  • PT Energi Nusantara Raya
  • PT Indo LNG Prima
  • PT Indo Kilang Prima
  • PT Indogas Kriya Dwiguna

PT Cahaya Batu Raja Blok adalah pengelola Blok Air Komering di Sumatera Selatan. Sedangkan Greenstar Assets Ltd. dan PT Kutai Etam Petroleum masing-masing merupakan pengelola Blok East Kangean di Jawa Timur dan Blok Seinangka Senipah di Kalimantan Timur. Owen memiliki 17,99% interest di Blok Offshore North West Java. PT Indo Kilang Prima dan PT Indo LNG Prima bergerak dalam kilang minyak dan pabrik LNG namun masih perencanaan; dan PT Indogas Karya Dwiguna bergerak dalam perdagangan gas.[1]

Sejarah

PT Metropolitan Finance dan PT Bakrie Nusantara Multifinance

Capitalinc awalnya merupakan sebuah perusahaan pembiayaan, didirikan pada 11 November 1983 dengan nama PT Aneka Guna Metro Leasing, dan mulai beroperasi pada 1984.[1] Aneka Guna sendiri merupakan anak usaha dari Metropolitan Group (yang dikenal dengan perusahaan properti PT Metropolitan Land, milik Ciputra dkk). Lima tahun kemudian, pada 11 Oktober 1989, nama perusahaan berganti menjadi PT Metropolitan Finance Corporation, menyesuaikan pemiliknya saat itu.[1][4] Jasa-jasa yang ditawarkan oleh perusahaan ini meliputi sewa guna usaha, modal ventura, anjak piutang, dan pembiayaan baik untuk konsumen dan bisnis.[5] Metropolitan Finance kemudian melakukan penawaran umum perdana dengan menawarkan sahamnya seharga Rp 3.500/lembar, yang dicatatkan di Bursa Efek Jakarta pada 16 April 1990.[6] Kode sahamnya adalah MTFN, dari singkatan namanya saat itu yang masih dipertahankan sampai saat ini.

Pada saat yang hampir serupa, juga ada sebuah perusahaan pembiayaan lain bernama PT Griya Arya Perkasa Leasing (Arya Lease), didirikan pada tahun 1985 sebagai kongsi beberapa pengusaha muda, yaitu Arnie Arifin, Nirwan Dermawan Bakrie, Sharif Cicip Sutardjo dan Syahfudin, bergerak awalnya dalam jasa leasing saja. Pada Oktober 1990, Grup Bakrie kemudian mengakuisisi penuh perusahaan ini dan mengganti namanya menjadi PT Bakrie Nusantara Multi Finance Company, dan kemudian memperluas bidang usahanya ke berbagai bidang pembiayaan.[7][8] Bakrie sendiri cukup berhasil menyehatkan perusahaan ini yang saat itu merugi, dan bahkan kemudian bisa menggandeng Hanil Bank, Korea Selatan dan Asian Development Bank (ADB) untuk menjadi investor di Bakrie Nusantara sebesar Rp 7,5 miliar pada 1991.[9]

Merger dan kemajuan

Pada tahun 1994, Bakrie melakukan akuisisi atas PT Metropolitan Finance Corporation dari pemegang saham lamanya (Metropolitan Group), meskipun tidak seluruhnya.[10] Pasca-akuisisi, Bakrie Grup kemudian me-merger dua perusahaan pembiayaan yang dimilikinya (PT Metropolitan Finance dan PT Bakrie Nusantara), dengan PT Metropolitan Finance Corporation sebagai perusahaan penerima penggabungan. Proses ini diawali dengan langkah-langkah seperti penyatuan laporan keuangan kedua perusahaan sejak Agustus 1994,[7] dan akhirnya dituntaskan dengan merger keduanya yang dilakukan pada 31 Desember 1994.[11] Merger ini dilakukan agar kondisi keuangan Metropolitan Finance dapat bertumbuh lebih baik, terutama dalam pendapatannya dan memaksimalkan peluang kedua perusahaan.[12] Seiring merger, nama perusahaan diganti menjadi PT Bakrie Finance Corporation (disingkat BFC), dengan pemegang saham meliputi Bakrie Group, Metropolitan Group, ADB dan Hanil Bank.[13]

Dalam perkembangannya, selain tetap menjalankan usaha pembiayaannya, Bakrie Grup kemudian menjadikan anak usahanya ini sebagai perusahaan induk bagi sejumlah perusahaan keuangan miliknya. BFC kemudian juga memiliki Bakrie Securities (sekuritas),[14] Bakrie Life (d/h Asuransi Jiwa Centris, asuransi jiwa), Asuransi Ikrar Lloyd (asuransi umum),[15] PT Salomon Brothers Nusa Securities (sekuritas), Bank Nusa Internasional (bank), dan lainnya. Guna memuluskan langkah menjadi salah satu perusahaan keuangan terbesar di Indonesia, BFC kemudian memutuskan untuk mengakuisisi PT Swadinamika Multi Finance pada tahun 1996, yang dimana operasional leasing BFC kemudian dialihkan ke perusahaan ini.[16][17] Tidak hanya itu, untuk memperkuat bisnisnya di bidang pembiayaan, akuisisi pada saham mayoritas PT Dinaro Multi Finance dan PT Pratama Asemka Leasing juga dilakukan pada 1997.[18][19] Atas keberhasilannya mengembangkan bisnisnya ini, pada tahun 1997 Bakrie Finance tercatat meraih pertumbuhan 2.405%/tahun[17] dan mendapat penghargaan dari majalah Finance Asia.[20]

Krisis dan restrukturisasi

Akan tetapi, keberhasilan Bakrie Finance hanya bertahan sesaat. Diterjang oleh krisis moneter 1997-1998, layaknya perusahaan-perusahaan dalam Grup Bakrie lainnya, BFC harus menghadapi kesulitan dalam menjalankan bisnisnya. Tidak mampu membayar hutang-hutangnya, misalnya obligasi Rp 200 miliar (ditambah kemudian bunga Rp 40 miliar) pada 1997[21] dan pinjaman US$ 21 miliar pada April 1996, Bakrie Finance Corp. pun harus menuai getahnya dengan sempat digugat pailit oleh beberapa perusahaan, yang tercatat sempat berhasil pada satu kasus.[22] Para penggugat itu seperti AB Capital Markets Ltd., Cho Hung Leasing & Finance Ltd., Hanmi Leasing & Finance Ltd. and KEB Leasing and Finance Ltd., (yang akhirnya gagal pada 21 Maret 2000)[23] dan Bank Mandiri pada Mei 2002 (ditolak pada akhir bulan yang sama).[24] Tidak hanya itu juga, hutang BFC ini sempat menghasilkan gugatan balasan ke kreditornya,[25] dan kemudian menyebabkan perusahaan ini diberi status PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang) untuk merestrukturisasi bisnis dan utangnya yang diperkirakan sebesar Rp 1,5 triliun.[26][27] Sebagai bagian dari restrukturisasi, kemudian Bakrie Finance Corp. kemudian melepas semua anak-anak usahanya,[28] yang terakhir tercatat sebanyak 10 perusahaan (langsung dan terafiliasi), baik itu keuangan maupun lainnya seperti properti.[29][30] Akibat kesulitan keuangan pasca-krisis ini juga, harga saham PT Bakrie Finance Corporation Tbk sempat turun dibawah Rp 50/lembar, yang hampir membuat perusahaan ini didepak dari bursa saham (delisting).[31]

Seiring proses restrukturisasi ini, nama perusahaan PT Bakrie Finance Corporation Tbk kemudian diganti pada 9 Juli 2003 menjadi PT Global Financindo Tbk.[32] Perubahan nama ini juga sempat memengaruhi anak usahanya satu-satunya, yaitu PT Swadharma Bakrie Finance yang menjadi PT Global Multi Financindo.[33] Global Financindo sendiri diperkirakan akan memfokuskan usahanya di bidang keuangan dan infrastruktur. Meskipun demikian, hingga 2004, Global Financindo masih memiliki hutang sebesar Rp 100 miliar dan rugi bersih Rp 54 miliar, karena penjualan aset dan anak usahanya.[34] Pemegang saham Global Financindo pun berubah seiring upaya penyelesaian utang, dari PT Bakrie Capitalindo (58,68%) pada 1996[16] menjadi BFC SPV Ltd Singapura (97,36%) pada 2005.[29] Pada tahun 2006, kondisi usaha perusahaan ini mulai membaik, dengan meraih keuntungan Rp 19 miliar.[30] Selain itu, kemudian masuk juga Recapital Group (milik Rosan Roeslani dan Sandiaga Uno) dalam PT Global Financindo Tbk,[35] lewat BFC SPV Ltd, pemegang saham mayoritasnya saat itu.[36]

Perubahan nama dan perkembangan mutakhir

Pada 23 Juni 2006, PT Global Financindo Tbk mengganti namanya menjadi nama saat ini, yaitu PT Capitalinc Investment Tbk.[1] Sandiaga sendiri kemudian didapuk menjadi komisaris utama perusahaan ini. Bisnis dari Capitalinc sendiri awalnya hanya meneruskan yang sudah ada, yaitu memiliki anak usaha bidang pembiayaan bernama PT Capitalinc Finance.[37] Dalam perkembangannya, pemilik baru Capitalinc sendiri kemudian berusaha memperluas usahanya ke beberapa sektor lainnya. Pada September 2007, pemerintah (BPJT) menetapkan konsorsium Plus Bakrie Global antara Plus Expressway Bhd., anak usaha Khazanah Nasional Malaysia (60%); Bakrie & Brothers (15%); dan Capitalinc (25%) untuk membangun jalan tol Cimanggis-Cibitung yang ditargetkan selesai pada 2011.[38] Dari kebutuhan investasi jalan tol sebanyak Rp 3,17 triliun, Capitalinc sendiri diperkirakan akan berkontribusi sebesar Rp 238 miliar. Tidak hanya itu, Capitalinc juga menargetkan pembangunan mal Denpasar Junction (di Bali) dengan investasi Rp 15 miliar dan bekerjasama dengan Aquatico Pte. Ltd. (lalu menjadi oleh PT Aetra, keduanya dimiliki juga oleh Recapital) untuk membangun sarana air bersih di Kabupaten Tangerang sebesar Rp 30 miliar. Capitalinc juga berencana mengakuisisi sebuah perusahaan di sektor rill, dan sempat disebutkan akan mengambilalih asuransi Jiwasraya atau Jasindo dari pemerintah (namun dibantah manajemennya). Dana untuk investasi tersebut direncanakan akan diperoleh lewat rights issue.[39][40][41] Tidak hanya itu, ada juga rencana Capitalinc untuk mengakuisisi perusahaan perkebunan dan agroindustri ditambah perusahaan kompditas pada 2008 dan 2010.[42][43]

Akuisisi perusahaan komoditas, dalam hal ini minyak dan gas sendiri baru berlangsung pada 2010, dengan pengambilalihan 90% PT Kutai Etam Petroleum (senilai Rp 4,50 miliar), 99% PT Kencana Surya Perkasa (sebesar Rp 1,38 miliar), 24% PT Mosesa Petroleum (senilai Rp 2,40 miliar), 99,5% PT Cahaya Batu Raja Blok (sebesar Rp 41,79 miliar), serta 100% Greenstars Assets Limited (senilai Rp 5 miliar). Akuisisi ini dilakukan mengingat sektor tersebut cukup potensial, dimana dengan 3-4 blok migas (diperkirakan beroperasi pada 2013) dari perusahaan-perusahaan yang telah diakuisisi diharapkan bisa meningkatkan pendapatan Capitalinc dari Rp 28 miliar menjadi Rp 180-270 miliar.[44] Tidak hanya itu, Capitalinc juga menargetkan akuisisi perusahaan tambang di tahun yang sama.[45] Untuk membiayai investasi di bidang migas ini, pada 2011 Capitalinc melepas bisnisnya di bidang penyediaan air bersih dan jalan tol (menyisakan perusahaan pembiayaan saja).[46] Akibat akuisisi tersebut, harga saham Capitalinc sempat meroket dari Rp 330 menjadi Rp 1.650 pada September 2010.[47][48] Blok-blok minyak Capitalinc (Blok Ibul dan Blok Tonga) mulai berproduksi pada awal 2012. Pada tahun itu juga, sempat muncul rumor bahwa Capitalinc akan berganti nama menjadi PT Kineta Petroleum Tbk seiring masuknya fund manager asing, namun tidak terjadi.[49]

Meskipun pada April 2014 kemudian tercatat berhasil mengakuisisi Owen Holdings Ltd senilai Rp 225 miliar, yang merupakan pemilik 17,99% Blok Offshore North West Java Production Sharing Contract (Blok ONWJ PSC) yang dikelola Pertamina (transaksi ini berkaitan dengan anak usaha Bakrie Grup, yaitu PT Energi Mega Persada Tbk),[50][51] nyatanya pada tahun tersebut, Capitalinc justru merugi sebesar Rp 1,57 triliun.[52] Dua tahun kemudian, pada akhir 2016, rugi bersih Capitalinc tetap besar, yaitu Rp 1,2 triliun dan asetnya menyusut dari Rp 1,66 triliun menjadi Rp 306 miliar.[53] Pada tahun itu juga, tepatnya pada 1 Juli, Capitalinc melepas seluruh sahamnya di anak usahanya yang bergerak di bidang pembiayaan, yaitu PT Capitalinc Finance kepada perusahaan yang masih berkaitan kepemilikan yaitu PT Recapital Asset Management. Transaksi yang bernilai Rp 24 miliar ini bisa dikatakan mengubah bisnis Capitalinc menjadi murni migas, dan berarti juga menghilangkan usaha awalnya di bidang keuangan.[54] Untuk memperluas usahanya, pada Maret dan Juni 2017 telah diakuisisi PT Indo Kilang Prima, PT Indo LNG Prima dan PT Indogas Kriya Dwiguna.[55]

Meskipun sudah berusaha mengeksplorasi bisnis migas, nyatanya Capitalinc tidak kunjung menjadi pemain di bursa saham yang cukup baik. Sejak 2015, sahamnya telah tertidur di level Rp 50. Belum lagi suspensi beberapa kali oleh pihak Bursa Efek Indonesia, terakhir pada 24 April 2018 karena kekhawatiran kelangsungan usahanya yang dianggap tidak jelas.[56] Ekuitas (hutang vs pendapatan) Capitalinc juga sempat tercatat negatif.[57] Bahkan, beberapa kali Capitalinc ikut disinggung dalam kasus Jiwasraya, karena sejak 2013 perusahaan asuransi tersebut membeli sekitar 7,2% saham perusahaan ini yang akhirnya menimbulkan kerugian baginya akibat tidak pernah naik.[58][59]

Rujukan

  1. ^ a b c d e f g LapTahunan MTFN 2020
  2. ^ Dewan Komisaris dan Direksi
  3. ^ PT. CAPITALINC INVESTMENT TBK [MTFN]
  4. ^ Warta ekonomi: majalah berita ekonomi & bisnis, Volume 1,Masalah 18-26
  5. ^ Parlementaria: Majalah bulanan Dewan Perwakilan Rakyat ..., Volume 20-22
  6. ^ dan Profil Singkat MTFN (Capitalinc Investment Tbk)
  7. ^ a b Asiamoney, Volume 7
  8. ^ Informasi, Masalah 227
  9. ^ Bakrie-ADB-Hanil
  10. ^ Pasar modal Indonesia: retrospeksi lima tahun swastanisasi BEJ
  11. ^ III. GAMBARAN PERUSAHAAN
  12. ^ Emiten pasar modal Indonesia
  13. ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 6,Masalah 45-52
  14. ^ The Asian Venture Capital Journal, Volume 8
  15. ^ Prima Eksekutif Lego Asuransi Mega Pratama, Siapa Pembelinya?
  16. ^ a b JP/Bakrie Finance Corp takes over Swadinamika
  17. ^ a b Asia, Inc: The Region's Business Magazine, Volume 6,Masalah 6-11
  18. ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 8,Masalah 34-40
  19. ^ Corporate Handbook, Indonesia: The Definitive Guide to Listed Companies, Volume 2
  20. ^ Asian Company Handbook
  21. ^ Tempo, Volume 31,Masalah 7-12
  22. ^ Business Asia, Volume 32
  23. ^ JP/Bakrie Finance survives secondary bankruptcy threat
  24. ^ Permohonan Pailit Bank Mandiri Terhadap Bakrie Finance Ditolak
  25. ^ Far Eastern Economic Review, Volume 162
  26. ^ Bakrie Finance Dimohonkan Pailit oleh Bank Mandiri
  27. ^ Bank Mandiri Mempailitkan PT Bakrie Finance Coorporation
  28. ^ Uji Tuntas Bakrie Finance Rampung Bulan Ini
  29. ^ a b RUPSLB Global Financindo Tak Jadi Bahas Stock Split
  30. ^ a b Indonesian Capital Market Directory
  31. ^ JP/JSX called on to withdraw new delisting policy
  32. ^ LAPKEU CAPITALINC, 2010
  33. ^ PERKARA-PERKARA YANG DIHADAPI PERSEROAN
  34. ^ Penyelesaian Utang, Kunci Kelangsungan Global Financindo
  35. ^ Informasi & peluang bisnis SWA sembada, Volume 22,Masalah 8-12
  36. ^ Capitalinc Investment (MTFN)
  37. ^ Lapkeu Capitalinc, q1 2008
  38. ^ Indonesian Business: The Year in Review 2007
  39. ^ Capitalinc Terbitkan Saham Baru Tahun Depan
  40. ^ Konsorsium Bakrie Kuasai...
  41. ^ Capitalinc akan Rights Issue Rp 350 Miliar
  42. ^ Capital Investment Tunda Akuisisi Perusahaan Perkebunan
  43. ^ Capitalinc Siap Akuisisi Perusahaan Komoditas
  44. ^ Akuisisi Blok Migas, MTFN Patok Pendapatan Naik 9 Kali lipat
  45. ^ Capitalinc Incar Akuisisi Tambang Tahun Ini
  46. ^ MTFN akan divestasi dua anak usaha
  47. ^ BEI Awasi Saham NISP dan MTFN
  48. ^ Sejumlah bandar diisukan akan mengerek saham PT Capitalinc Investment Tbk (MTFN) ke level Rp600.
  49. ^ Rumor 06 Februari 2012
  50. ^ Bakrie Capital ternyata memiliki saham MTFN
  51. ^ Capitalinc Investment Resmi Garap Blok Migas ONWJ PSC
  52. ^ Gara-gara Goodwill, Rugi Bersih MTFN mencapai Rp1,57 triliun tahun 2014
  53. ^ MTFN ~ Rugi Penurunan Nilai Investasi Buat Rugi Capitalinc Investment 2016 Melonjak.
  54. ^ AKSI MTFN: Capitalinc Investment Jual Saham di Anak Usaha ke Recapital
  55. ^ Akuisisi Capitalinc Investment Topang Lonjakan Pendapatan 2017
  56. ^ Usaha Tidak Jelas, Saham Capitalinc Dibekukan
  57. ^ Duh! 35 Emiten Catatkan Ekuitas Negatif
  58. ^ Jiwasraya Borong Saham Capitalinc
  59. ^ Investasi Jiwasraya Diduga Ikut Nyangkut di Kelompok Milik Bakrie

Pranala luar