Pembangunan Jaya
Sejarah
PT Pembangunan Jaya didirikan pada tanggal 3 Januari 1961, sebagai hasil kongsi Pemda DKI Jakarta Raya dengan beberapa pihak, seperti pengusaha Hasjim Ning, Agus Musin Dassaad, arsitek Ciputra, J.D. Massie (direktur utama Bank Dagang Negara) dan Soetjipto Amidharmo (direktur utama asuransi Bumiputera 1912).[1] PT Taspen belakangan juga masuk sebagai pemodal perusahaan ini yang didirikan awalnya dengan uang Rp 10 juta.[2][3][4] Pendirian perusahaan ini lahir seiring keinginan Presiden Soekarno yang saat itu memerintahkan kepada Gubernur DKI Jakarta, Soemarno Sosroatmodjo untuk melakukan revitalisasi berbagai sarana di Jakarta Raya. Dalam perusahaan ini, awalnya Pemda DKI memperoleh 25% saham, sisanya dari sejumlah pengusaha swasta. Keterlibatan swasta dimaksudkan agar proyek revitalisasi dapat berjalan dengan lebih lincah dan tidak terhalang birokrasi.[5] Selain itu, permodalan swasta juga diharapkan mengatasi kekurangan dana yang diderita oleh Pemda DKI.[6] Belakangan, karena dipertanyakan, kepemilikan perusahaan itu oleh Pemda DKI sempat dialihkan ke pemegang saham lain.[5] Gubernur DKI sendiri didapuk kemudian sebagai presiden komisaris perusahaan ini.[3]
Awalnya, perusahaan ini didirikan dalam rangka melaksanakan revitalisasi Pasar Senen yang pada tahun 1960-an telah menjadi kawasan yang kumuh. Ciputra bersama kedua rekannyalah yang menyusun rancangan revitalisasi daerah itu.[7] Dengan kerja keras dan sosialisasi, belakangan masyarakat Senen yang awalnya menolak, kemudian menerima revitalisasi daerahnya. Proyek Senen kemudian mulai dikerjakan pada tahun 1964, yang disusul dengan pembangunan blok II hingga IV. Sempat terhenti dengan kemelut politik yang mendera Indonesia di pertengahan 1960-an, belakangan, dengan kehadiran gubernur baru, Ali Sadikin, proyek Senen bisa berjalan lebih lancar dan selesai di era 1970-an. Pasar Senen pun berubah menjadi suatu kawasan yang modern.[7] Tidak hanya Proyek Senen, Pembangunan Jaya kemudian juga membangun proyek lain: saat masih dilakukan pembebasan lahan di daerah Senen, untuk menghimpun dana yang lebih banyak, Pembangunan Jaya membangun 26 rumah di lahan 200 meter persegi di daerah Slipi, Jakarta Barat yang ternyata laris dijual. Pembangunan rumah di Slipi pada tahun 1961 tersebut merupakan proyek pertama yang dibangun oleh perusahaan ini (saat itu Pasar Senen masih dalam proses pembebasan lahan).[5][8] Belakangan, Pemda DKI Jaya kembali memiliki saham kembali di perusahaan ini (kira-kira sejak 1972),[9] mencapai 40%, sisanya swasta (Ciputra dkk).[7] Komposisi pemegang saham ini masih berlanjut hingga kini.
Pada saat proyek Senen masih berlangsung, Pemda DKI juga menunjuk PT Pembangunan Jaya untuk terjun mengembangkan kawasan Ancol, Jakarta Utara yang diniatkan menjadi kawasan rekreasi sejak 1960-an juga oleh Presiden Soekarno. Layaknya proyek Senen, pembangunan Ancol juga sempat terhambat pembebasan lahan, konversi lahan rawa dan masalah lainnya.[10] Baru kemudian proyek tersebut bisa berjalan ketika Jakarta ada di tangan Ali Sadikin. Proyek itu kini sudah menjadi kawasan rekreasi ternama bernama Taman Impian Jaya Ancol. Setelah proyek itu selesai, Pembangunan Jaya meluaskan usahanya dengan menjadi pengembang properti, seperti salah satu yang terkenal adalah Bintaro Jaya di Tangerang dan Jakarta Selatan yang sudah dibangun sejak 1980, serta sebelumnya di Sunter, Ancol Barat dan Pesing, Jakarta.[11] Pembangunan Jaya juga diberi kepercayaan membangun sejumlah jembatan, jalan raya dan sempat juga merenovasi Balai Kota DKI Jakarta.[12] Anak usahanya pun kemudian beranak-pinak, dengan pada tahun 1970-an sudah memiliki lebih dari 10 anak usaha dan mencapai 20 anak usaha di tahun 1977 seperti PT Jaya Realty, PT Jaya Steel Indonesia dan PT Jaya Trade Indonesia yang bergerak dalam konstruksi, ekspor-impor, pariwisata, kelistrikan, dan lainnya.[13] Langkahnya kemudian lebih jauh lagi dengan terjun ke bisnis keuangan, seperti dengan pendirian perusahaan pembiayaan PT Jaya Fuji Leasing Pratama (1982) dan bank PT Jayabank International (1989). Maka, kemudian PT Pembangunan Jaya tidak hanya sekedar perusahaan properti, tetapi sudah mengarah ke konglomerasi, yang mencakup 50 anak usaha, 12.000 karyawan dengan aset Rp 297 miliar.[14] Ciputra sendiri masih menjabat sebagai pimpinan PT Pembangunan Jaya hingga 23 Juli 1996, ketika ia mengundurkan diri akibat alasan usia yang makin menua.[15]
Rujukan
- ^ Tantangan jadi peluang: kegagalan dan sukses Pembangunan Jaya selama 25 tahun
- ^ Properti MODERAT (Modal Dengkul dan urat)
- ^ a b 40 Kesalahan dalam Berbisnis Properti
- ^ THE ART OF MONEY MAGIC Seni Mendatangkan Uang dari Para Kampiun Bisnis Dunia ...
- ^ a b c Passion of my life ciputra (sc)
- ^ Reinventing badan usaha milik daerah (BUMD)
- ^ a b c Sejarah & Perkembangan Perusahaan
- ^ Tempo, Volume 16
- ^ Bang Ali demi Jakarta (1966-1977): memoar
- ^ Jejak Soekardjo Hardjosoewirjo di Taman Impian Jaya Ancol: sebutir telur ...
- ^ Investigasi - Dana Kampanye Fauzi Bowo
- ^ Gita Jaya: catatan H. Ali Sadikin, Gubernur Kepala Daerah Khusus Kbukota ...
- ^ Legislatif Jaya, Volume 3,Masalah 24-28
- ^ Ensiklopedi ekonomi, bisnis & manajemen: P-Z
- ^ Ciputra pun Pernah Hampir Bangkrut