Johannes Warneck

misionaris di Tanah Batak, Ephorus Huria Kristen Batak Protestan ke-3

Johannes Warneck adalah seorang pendeta, misionaris, dan Ephorus HKBP ke-2[1]. Ia datang ke Tanah Batak sebagai pengajar untuk membantu Pdt. P. H. Johansen di Seminari Pansur Napitu pada 1896. Warneck mengisi posisi yang ditinggalkan Pdt. Meerwaldt pulang ke Eropa. Warneck datang bersama istrinya, Gertrud Winkler, dan kedua putrinya, Elisabeth dan Kaitie.[2]

Peranan

Seminari

Pada 11 Januari 1898, P. H. Johansen meninggal dunia, sehingga seminari dikelola oleh Warneck sendirian. Di seminari dan gereja, Warneck menggunakan kitab Perjanjian Lama berbahasa Batak terjemahan Nommensen dan kitab Perjanjian Baru berbahasa Batak terjemahan Johansson. Selain itu, Warneck juga menggunakan Katekismus Marthin Luther berbahasa Batak terjemahan Nommensen.

Majalah

Selain mengelola seminari, Warneck juga pernah memimpin majalah Surat Parsaoran Immanuel. Majalah ini merupakan sarana bagi jemaat-jemaat Kristen Batak untuk memberi kesaksian tentang perkembangan mereka masing-masing.

Buku rohani

Untuk melengkapi kebutuhan gereja yang sedang berkembang, Warneck mengarang beberapa buku rohani, di antaranya Jamita Huria dan Surat ni Markus (tafsir Injil Markus) pada 1893.

Budaya Batak

Setelah banyak orang Batak yang menjadi Kristen, beberapa di antara artefak Batak ada yang dibuang dan dibakar. Untuk meminimalisasinya, Warneck mendirikan museum pribadi khusus menyimpan artefak-artefak Batak. Ia juga menuliskan buku tentang kebudayaan Batak seperti Studien Ueber die Literatur der Tobabatak (1899), Umpama Batak (1902), Ilmu Bumi Asia (1905), dan Tobabataksch-deutsches Woerterbuch (1905).

Referensi

  1. ^ Butuh konfirmasi. Dalam catatan HKBP, Johannes Warneck dituliskan sebagai ephorus ketiga. Valentin Kessel, penjabat ephorus setelah kematian Nommensen, dihitung sebagai ephorus kedua.
  2. ^ Widagdo, Handoko (2018-12-03). "Menjadi Manusia Merdeka - Urban - www.indonesiana.id". Indonesiana (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-06-29.