Waspada (surat kabar)

surat kabar harian yang diterbitkan di Kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia

Waspada adalah sebuah surat kabar harian umum nasional yang terbit di Medan, Sumatra Utara. Kantor pusatnya terletak di Jalan Letnan Jenderal Suprapto/Brigadir Jenderal Katamso Nomor 1, Aur, Medan Maimun, Medan.[1] Surat kabar ini pertama kali terbit pada 11 Januari 1947.

Waspada
Demi Kebenaran dan Keadilan
TipeSurat kabar harian
FormatLembar lebar
PendiriMohammad Said dan Ani Idrus
PenerbitPT Penerbitan Harian Waspada
Pemimpin redaksiPrabudi Said
Diterbitkan11 Januari 1947 (umur 77)
BahasaBahasa Indonesia
PusatJalan Letnan Jenderal Suprapto/Brigadir Jenderal Katamso Nomor 1, Aur, Medan Maimun, Medan, Sumatera Utara 20151
Situs webwww.waspada.co.id
www.waspada.id

Sejarah

Waspada didirikan oleh Haji Mohammad Said dan Ani Idrus. Surat kabar ini dengan sikap tegas menyatakan diri sebagai bagian dari pendukung Kemerdekaan RI. Sikap tersebut ditunjukkan lewat artikel dan pemberitaan yang tegas dan tajam menghadapi Belanda yang berupaya menancapkan pengaruh dan cengkeramannya menduduki Medan dan sekitarnya demi menguasai lahan-lahan perkebunan, seperti areal tembakau Deli dan komoditas pangan maupun rempah-rempah.

Nama Waspada memiliki kisah sejarah tersendiri. Masa itu, kondisi masyarakat diliputi ketakutan dan kegelisahan, panik luar biasa, sehingga sebagian besar warga Kota Medan bersikap waspada serta mengungsi ke luar kota, sejalan sengitnya peperangan dan berpindahnya kantor-kantor Pemerintahan Republik di bawah pimpinan Gubernur Tengku M. Hassan ke Pematang Siantar, lebih kurang 120 km dari Medan. Satu poin lagi yang memantapkan hati Mohammad Said memberi nama korannya Waspada adalah terkait lemahnya delegasi pemerintahan Indonesia masa itu dalam perundingan dengan petinggi Belanda. Setiap hari para pejuang bersama rakyat menghadang pasukan Belanda, khususnya konvoi menuju Pelabuhan Belawan. Belanda dibuat kelabakan akibat tersendatnya pasokan logistik dan akhirnya mendesak dilakukan perjanjian dengan pemerintahan Republik Indonesia di Jakarta, dipimpin Menteri Pertahanan RI Amir Syarifuddin. Namun tim delegasi Republik Indonesia cenderung mengalah yang akhirnya sepakat untuk menyetujui perluasan wilayah kekuasaan Belanda dari gangguan pejuang tentara rakyat di Medan. Pemimpin republik dianggap kecolongan alias tidak "waspada" terhadap strategi Belanda yang mengakibatkan kerugian besar bagi para pejuang dan kedaulatan Republik Indonesia.[2]

Pertama kali terbit, Waspada dicetak 1.000 eksemplar dan terjual habis walapun dengan format penerbitan yang hanya setengah halaman. Dalam perjalanannya, surat kabar ini dibreidel berkali-kali karena melawan Belanda, pernah dilarang terbit sampai lima kali, bahkan sampai adanya buka paksa kantor dan percetakan oleh militer Belanda.

Pada masa Orde Lama kehidupan surat kabar di Indonesia, termasuk Waspada penuh dengan perjuangan, mengalami beberapa kali masa sulit, sehingga harus bekerja keras untuk bisa mandiri (terbit), termasuk sulitnya mendapatkan bahan baku kertas sehingga harus didatangkan dari Pulau Pinang dengan boat dengan cara menerobos blokade Belanda ke Pelabuhan Tanjung Balai.

Pada masa Orde Baru hampir semua surat kabar dan majalah mengalami ancaman seperti breidel lewat pencabutan SUIPP dan telepon mendadak oleh pejabat ABRI. Tidak ada kebebasan pers sehingga fungsi kontrol media tidak bisa dijalankan dengan efektif. Waspada berupaya menjalankan kontrol sosial dengan penuh hati-hati.

Penghargaan

Pemerintah Indonesia menganugerahi penghargaan kepada Mohammad Said berupa Penghargaan Satya Penegak Pers Pancasila dari PWI pada tahun 1985. Pada 1988, Ani Idrus dianugerahi Satya Lencana Penegak Pers Pancasila.[3]

Referensi

  1. ^ "Website Resmi Harian Waspada". Diakses tanggal 2010-01-05. 
  2. ^ Said, Prabudi (1995). Sejarah Harian Waspada dan 50 Tahun peristiwa Halaman Satu. 
  3. ^ "Ani Idrus, Tokoh Pers Medan Jadi Google Doodle Hari Ini". kumparan. Diakses tanggal 9 November 2021. Pada 1988, ia dianugerahi Satya Penegak Pers Pancasila dari Menteri Penerangan Indonesia, kala itu dijabat H. Harmoko. 

Pranala luar