Sabelianisme

Keyakinan bahwa hanya ada satu Oknum (hipostasis, istilah Yunani yang dipakai dalam kontroversi ajaran Arius pada abad ke-4) di dalam Ke-Allah-an.

Di dalam ruang lingkup agama Kristen, Sabelianisme adalah padanan Gereja Barat untuk Patripasianisme di Gereja Timur. Baik Sabelianisme maupun Patripasianisme merupakan ragam dari Modalisme, bidat yang mengajarkan bahwa Bapa, Putra, dan Roh Kudus hanyalah tiga modus dari Allah Yang Mahaesa, bertentangan dengan doktrin Tritunggal yang mengajarkan keimanan akan tiga oknum berlainan di dalam hakikat kewujudan Allah Yang Mahaesa.[1] Kendati demikian, Von Mosheim, teolog Lutheran Jerman pencetus aliran pragmatis di bidang kajian sejarah Gereja,[2] berpandangan bahwa sesungguhnya Sabelius "percaya bahwa perbedaan Bapa, Putra, dan Roh Kudus, sebagaimana dijabarkan di dalam Kitab Suci, adalah perbedaan yang nyata, dan bukan sekadar perbedaan penyebutan atau penamaan belaka."[3]

Istilah Sabelianisme diambil dari nama Sabelius, seorang presbiter dan teolog abad ke-3. Lantaran tak satu pun karya tulisnya yang sintas, segala sesuatu yang berkaitan dengan Sabelius hanya dapat diketahui dari keterangan yang ditinggalkan pihak-pihak lawannya. Sebagian besar di antara pihak-pihak yang berseberangan dengannya yakin kalau Sabelius mengimani keilahian Yesus seraya mendustakan kejamakan oknum di dalam hakikat kewujudan Allah, dan menganut akidah yang mirip dengan Monarkianisme Modalistis. Sabelius memang mengajarkan bahwa hanya ada satu oknum ilahi, tetapi kata oknum digunakannya sebagai sinonim dari hakikat:

"Sabelius berpegang kepada keimanan akan keesaan sederhana dari oknum dan hakikat Allah."[4]

Lantaran baik ousia (hakikat) maupun hipostasis (oknum) mengandung makna ‘sesuatu yang maujud secara asasi’), dan baru dibedakan pada akhir abad ke-4,[5] Sabelius menggunakan kata oknum dengan makna lain. Meskipun demikian, Sableius memang menyifatkan Allah sebagai tiga dari satu segi tetapi esa dari segi lain. Kendati masih dipertanyakan sebagian pihak, pada umumnya Monarkianisme Modalistis dianggap muncul pada abad ke-2 dan ke-3, serta dibidatkan selepas abad ke-4.[6]

Mayoritas umat Kristen menolak Sabelianisme dan menganut Tritunggalisme, yang pada akhirnya didefinisikan sebagai keimanan akan tiga oknum berlainan, yang sederajat, yang sama-sama kekal, dari satu hakikat di dalam Syahadat Atanasius, yang mungkin sekali disusun pada akhir abad ke-5 atau awal abad ke-6. Istilah Yunani ὁμοούσιος (homoousios, 'sehakikat') sudah dipakai sebelum diadopsi Konsili Nikea I. Agaknya golongan Gnostiklah yang pertama kali menggunakan istilah homoousios, karena sama sekali tidak ada jejak pemakaian kata tersebut sebelum dipakai golongan Gnostik.[7][8][9][10][11][12][13][14][15][16] Kemungkinan besar para teolog Kristen Purba menyadari keberadaan konsep ini, dan oleh karena itu memahami doktrin emanasi yang diajarkan golongan Gnostik.[17] Di dalam sastra Gnostik, kata ὁμοούσιος digunakan dengan makna-makna berikut ini:

  • Jati diri hakikat di antara muwalid dan muwalad.
  • Jati diri hakikat di antara kewujudan-kewujudan yang muwalad dari satu hakikat.
  • Jati diri hakikat di antara mitra-mitra sizigiai.

Penentangan dewasa ini

Meskipun golongan Pentakosta Keesaan berusaha meliyankan dirinya dari Sabelianisme purba, para teolog modern semisal James R. White dan Robert Morey tidak mendapati perbedaan yang cukup berarti di antara bidat purba Sabelianisme dan akidah mutakhir Pentakosta Keesaan. Penilaian mereka didasarkan atas penyangkalan golongan Pentakosta Keesaan akan Tritunggal, lantaran percaya bahwa tidak ada perbedaan di antara Bapa, Putra, dan Roh Kudus.[18] Bagi mereka, baik Sabelianisme, Patripasianisme, Monarkianisme Modalistis, Fungsionalisme, Yesus Saja, Bapa Saja, maupun Pentakosta Keesaan berakar pada doktrin filsafat Platon yang mengatakan bahwa Allah adalah Monas (satuan) tak terbagi dan mustahil dipilah-pilah menjadi beberapa oknum berlainan.[19]

Baca juga

Rujukan

  1. ^ G. T. Stokes, “Sabellianism,” penyunting William Smith dan Henry Wace, A Dictionary of Christian Biography, Literature, Sects and Doctrines (London: John Murray, 1877–1887), 567.
  2. ^ "Johann Lorenz von Mosheim | Teolog Jerman | Britannica". www.britannica.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 08 Desember 2021. 
  3. ^ VON MOSHEIM, JOHN LAURENCE (1854). HISTORICAL COMMENTARIES ON THE STATE OF CHRISTIANITY (dalam bahasa Inggris). S. Converse. 
  4. ^ VON MOSHEIM, JOHN LAURENCE (1854). HISTORICAL COMMENTARIES ON THE STATE OF CHRISTIANITY (dalam bahasa Inggris). S. Converse. 
  5. ^ Lienhard, Joseph T. (2002), "Ousia and Hypostasis: The Cappadocian Settlement and the Theology of 'One Hypostasis'", The Trinity, Oxford: Oxford University Press, doi:10.1093/0199246122.001.0001, ISBN 978-0-19-924612-0, diakses tanggal 2021-12-08 
  6. ^ https://www.britannica.com/topic/Monarchianism "Monarchianism", Encyclopedia Britannica Daring
  7. ^ von Harnack, Adolf, Dogmengeschichte (dalam bahasa Jerman), 1:284–85, n. 3; 2:232–34, n. 4 .
  8. ^ Ortiz de Urbina, Ignacio (1942), "L'homoousios preniceno" [The prenicene homoousios], Orientalia Christiana Periodica, 8: 194–209 .
  9. ^ Ortiz de Urbina, Ignacio (1947), El Simbolo Niceno [The Nicene symbol] (dalam bahasa Spanyol), Madrid: Consejo Superior de Investigaciones Cientificas, hlm. 183–202 .
  10. ^ Mendizabal, Luis M (1956), "El Homoousios Preniceno Extraeclesiastico" [Ecclesiastical studies], Estudios Eclesiasticos (dalam bahasa Spanyol), 30: 147–96 .
  11. ^ Prestige, George Leonard (1952) [1936], God in Patristic Thought (edisi ke-2d), London: SPCK, hlm. 197–218 .
  12. ^ Gerlitz, Peter (1963), Aufierchristliche Einflilsse auf die Entwicklung des christlichen. Trinitatsdogmas, zugleich ein religions- und dogmengeschichtlicher Versuch zur Erklarung der Herkunft der Homousie, Leiden: Brill, hlm. 193–221 .
  13. ^ Boularand, Ephrem (1972), L'heresie d'Arius et la 'foi' de Nicke [The Arius’ heresy and the ‘faith’ of Nicke] (dalam bahasa Prancis), 2, La "foi" de Nicee, Paris: Letouzey & Ane, hlm. 331–53 .
  14. ^ Kelly, John Norman D (1972), Early Christian Creeds (edisi ke-3d), London: Longman, hlm. 245 .
  15. ^ Dinsen, Frauke (1976), Homoousios. Die Geschichte des Begriffs bis zum Konzil von Konstantinopel (381) (Diss) (dalam bahasa Jerman), Kiel, hlm. 4–11 .
  16. ^ Stead, Christopher, Divine Substance, hlm. 190–202 .
  17. ^ Grillmeier, Aloys (1975), Christ in Christian Tradition, 1, From the Apostolic Age to Chalcedon (451), London: Mowbrays, hlm. 109 .
  18. ^ James R. White, The Forgotten Trinity (Minneapolis, MN: Bethany House Publishers, 1998), 153.
  19. ^ Robert A. Morey, The Trinity: Evidence and Issues (Iowa Falls, IA: World Pub., 1996), 502–507.

Pranala luar