Pertanaman campuran
Pertanaman campuran atau polikultur adalah usaha pertanian yang membudidayakan berbagai jenis tanaman pertanian pada lahan yang sama. Sistem ini meniru keanekaragaman ekosistem alami dan menghindari pertanaman tunggal atau monokultur. Tumpang sari dan wanatani termasuk ke dalam praktik pertanaman campuran. Polikultur merupakan salah satu prinsip permakultur.
Polikultur membutuhkan lebih banyak tenaga kerja, tetapi memiliki keuntungan lebih dibandingkan monokultur:
- Keanekaragaman tanaman pertanian menghindari penularan penyakit tanaman secara luas seperti yang umum terjadi di pertanian monokultur. Sebuah studi di China melaporkan bahwa penanaman beberapa varietas padi dalam satu lahan meningkatkan hasil dikarenakan turunnya persebaran penyakit, sehingga pestisida tidak dibutuhkan.[1]
- Keanekaragaman yang lebih tinggi menyediakan habitat bagi mikroorganisme tanah dan polinator yang menguntungkan.
Fungsi
Keberlanjutan sistem pertanian
Pertanaman campuran merupakan salah satu cara meningkatkan keanekaragaman hayati di lahan pertanian secara maksimal. Meningkatnya keanekaragaman hayati menjadi salah satu cara mencapai keberlanjutan pada sistem pertanian.[2]
Peningkatan produktivitas lahan
Pada sistem pertanaman campuran, tanaman yang ditanam lebih dari satu jenis. Kondisi tersebut membuat produktivitas lahan meningkat. Rotasi tanaman dalam satu waktu juga meningkatkan kesuburan tanah. Pertanaman campuran juga menghasilkan kondisi umpan balik positif. Pada kondisi ini, penanaman satu jenis tanaman berdampak pada peningkatan pertumbuhan tanaman jenis lainnya di lahan yang sama.[3]
Peningkatan keragaman gizi masyarakat
Nilai gizi yang beragam diperoleh melalui hasil panen pertanaman campuran yang lebih dari satu jenis tumbuhan. Ini karena setiap jenis tanaman memiliki kandungan gizi yang berbeda. Jenis gizi yang akan diperoleh masyarakat akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jenis tanaman yang ditanam dalam pertanaman campuran.[3]
Mengurangi risiko usaha tani
Risiko usaha tani pada pertanaman campuran dapat dikurangi karena perbedaan jenis hama pada jenis tanaman yang berbeda. Jenis tanaman yang berbeda memiliki tingkat keamanan yang berbeda terhadap hama atau patogen. Sehingga, salah satu jenis tanaman akan tetap dapat dipanen. Kondisi tersebut dapat menjamin kelangsungan dari perolehan pendapatan.[3]
Kondisi penerapan
Pertanaman campuran merupakan pola tanam yang sesuai diterapkan pada dua kondisi. Pertama, lahan yang digunakan untuk penanaman tidak memiliki ukuran yang luas. Kedua, adanya risiko perubahan harga komoditas pertanian dalam nilai yang besar. Kedua kondisi tersebut didasarkan kepada nilai indeks diversitas tanaman yang berbanding lurus dengan risiko yang ditanggung oleh petani atas komoditas pertaniannya.[4]
Kawasan agropolitan
Pertanaman campuran pada kawasan agropolitan dilakukan secara terus-menerus. Lahan pertanian dimanfaatkan oleh petani setiap hari, Tujuannya untuk memperoleh pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Kelemahan
Pertanaman campuran dapat menghasilkan inang untuk hama dan patogen. Risiko adanya inang khususnya pada pertanaman campuran dengan model tumpang sari. Selain itu, pertanaman campuran juga memerlukan biaya yang lebih mahal. Penambahan biaya diperlukan untuk perawatan jenis-jenis tanaman yang ditanam.[5]
Lihat pula
Referensi
Catatan kaki
- ^ (August 17, 2000.) Genetic Diversity and Disease Control in Rice Nature 406, 718 - 722. Diarsipkan 2011-11-18 di Wayback Machine.
- ^ Purba, D. W., dkk. (2022). Sistem Pertanian Terpadu: Pertanian Masa Depan (PDF). Yayasan Kita Menulis. hlm. 59. ISBN 978-623-342-385-4.
- ^ a b c Putra, Dewi dan Afrianto 2021, hlm. 50.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama:0
- ^ Putra, Dewi dan Afrianto 2021, hlm. 51.
Daftar pustaka
- Putra, R. P., Dewi, V. A. K., dan Afrianto, W. F. (2021). Insani, Siti Jamalul, ed. Serba-Serbi Pertanian Perkotaan (PDF). Solok: Insan Cendekia Mandiri. ISBN 978-623-348-569-2.