Politik

praktik dan teori memengaruhi orang lain, seperti dalam pemerintahan

Politik (bahasa Yunani: Πολιτικά, politiká; bahasa Arab: سياسة, siyasah), yang artinya dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara), adalah proses pembentukan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.[1] Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat Jabatan politik yang dikenal dalam ilmu politik.

Politik adalah interaksi antara pemerintah dengan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.(Ramlan surbakti 1999:1)

Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:

  • politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (Teori Klasik Aristoteles).
  • politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan Publik pemerintahan dan negara.
  • politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik Pemerintahan.

Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.


¹'"Dan adapula Aristoteles membuat klasifikasi bentuk pemerintahan. Kriteria atau dasar

penilaian yang digunakan adalah:

1. Jumlah orang yang berkuasa (duduk dalam pemerintahan) yang memiliki akhlak.

2. Cara dan kepentingan dalam menjalankan pemerintah di haruskan keberpihakan kepada kepentingan kesejahteraan masyarakat.


Mengenai jumlah orang yang memiliki akhlak menjalankan atau memegang tampuk pemerintahan, terdapat tiga macam pembagian,yaitu :

  • Pemerintahan oleh satu orang (goverment by one). "pemerintah satu per satu"
  • Pemerintahan oleh sekelompok orang (goverment by few). "pemerintah oleh sendiri"
  • Yg terakhir ada pemerintahan dipilih oleh banyak orang (goverment by the many people). "pemerintah untuk banyak orang"

Masing masing dari ketiga macam pembagian itu diberi klasifikasi antara bentuk yang baik (positif) dengan bentuk yang buruk (negatif). Sehingga seluruhnya terdapat tujuh bentuk pemerintahan. Hal baik atau buruknya suatu pemerintahan, ditinjau dari segi cara dan kepentingan pimpinan yang menduduki jabatan kekuasaan dalam menjalankan pemerintahan tersebut. Jika pemerintahan itu dijalankan dengan diabdikan untuk kepentingan umum atau masyarakat, maka disebut sebagai bentuk yang pemimpin baik, bentuk pemimpin kekuasaan yang berakhlak. Sebaliknya, jika diabdikan untuk kepentingan pribadi, elit atau kelompok maka disebut bentuk yang sangat buruk. Pemerintahan oleh satu orang, jika diabdikan untuk kepentingan umum disebut Monarki, sedangkan jika diabdikan untuk kepentingan pribadi disebut Tirani. Pemerintahan oleh sekelompok atau beberapa orang, jika benar-benar mengabdi untuk kepentingan masyarakat umum disebut Aristokrasi. Sebaliknya disebut Oligarki jika mengabdi untuk kepentingan elit kelompok saja. Pemerintahan oleh banyak orang, jika diabdikan untuk kepentingan bersama bagi banyak orang (termasuk yang diwakili aspirasinya, karena tidak langsung duduk dalam pemerintahan) disebut Demokrasi, sedangkan dalam bentuk yang buruk (negatif) dari pemerintahan oleh banyak elit, yaitu jika keikutsertaan banyak elit itu digunakan untuk berkelahi disebut Mobokrasi. Mobokrasi, sebagai bentuk lawan dari demokrasi ini, menurut istilah asli dari Aristoteles disebut “polity[2].

Etimologi

Politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά (politika - yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya πολίτης (polites - warga negara) dan πόλις (polis - negara kota).

Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan polisi, kebijakan. Kata "politis" berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata "politisi" berarti orang-orang yang menekuni hal politik.

Politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis yang berarti kota atau negara kota. Turunan dari kata tersebut yaitu:

  • polites berarti warga negara.
  • politikos berarti kewarganegaraan.
  • politike tehne berarti kemahiran politik.
  • politike episteme berarti ilmu politik.

Kata ini berpengaruh ke wilayah Romawi sehingga bangsa Romawi memiliki istilah ars politica yang berarti kemahiran tentang masalah masalah kenegaraan. Politik pun dikenal dalam bahasa Arab dengan kata siyasah yang berarti mengurus kepentingan seseorang. Pengarang kamus al Muhith mengatakan bahwa sustu ar-ra’iyata siyasatan berarti saya memerintahnya dan melarangnya.

Sedangkan politik secara terminologis dapat diartikan

  1. Menunjuk kepada satu segi kehidupan manusia bersama dengan masyarakat. Lebih mengarah pada politik sebagai usaha untuk memperoleh kekuasaan jabatan, memperbesar atau memperluas serta mempertahankan jabatan kekuasaan (politics). Misal: kejahatan politik, kegiatan politik uang, hak-hak politik.
  2. Menujuk kepada “satu rangkaian tujuan yang hendak dicapai” atau “cara-cara atau arah kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu”. Lebih mengarah pada kebijakan (policy). Misal: politik luar negeri, politik dalam negeri, politik pendidikan yang berkualitas.
  3. Menunjuk pada pengaturan urusan masyarakat dalam segala aspek kehidupan. Pemerintah mempermudah urusan masyarakat yang positif, masyarakat melakukan koreksi serta memberikan solusi masukan terhadap pemerintah dalam melaksanakan tugasnya (siyasah).

Di antara ketiga definisi tersebut, tentunya definisi pertama lebih memiliki konotasi negatif dibandingkan definisi kedua dan ketiga. Hal ini disebabkan orientasi yang pertama adalah politik jabatan untuk mendapatkan kekuasaan dengan mengedepankan akhlak, untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan dapat dilakukan dalam jalan yang baik tidak diperbolehkan dengan cara yang buruk, dan tidak dapat di benarkan menghalalkan segala cara dan lebih berorientasi pada kepentingan pemimpin atau elit yang sedang berkuasa. Sedangkan definisi politik yang kedua dan ketiga lebih berorientasi pada politik pelayanan terhadap masyarakat, dimana posisi pemimpin merupakan pelayan masyarakat bukan penguasa aset-aset yang strategis[3].

Ilmu politik

Teori politik

Teori politik merupakan kajian mengenai konsep penentuan tujuan politik, bagaimana mencapai tujuan tersebut dan segala konsekuensinya. Bahasan dalam Teori Politik antara lain adalah filsafat politik, konsep tentang sistem politik, negara, masyarakat, kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, dsb.

Terdapat banyak sekali sistem politik yang dikembangkan oleh negara negara di dunia antara lain: anarkisme,autoritarian, demokrasi, diktatorisme, fasisme, federalisme, feminisme, fundamentalisme keagamaan, globalisme, imperialisme, kapitalisme, komunisme, liberalisme, libertarianisme, marxisme, meritokrasi, monarki, nasionalisme, rasisme, sosialisme, theokrasi, totaliterisme, oligarki dsb.

Lembaga politik

Didalam buku Kamus Sosiologi (2018) Karya Agung Haryanta dan Eko Sujatmiko menyatakan "Lembaga Politik adalah sosial yang menghususkan diri pada pelaksanaan kekuasaan dan wewenang, berhubungan dengan kehidupan politik. Lembaga politik mengatur tentang penerapan hukuman atau paksaan fisik demi mencapai kepentingan bersama anggota-anggota Masyarakat dan juga mengatur hubungan antara kekuasaan dan wewenang dalam Masyarakat.

Secara awam berarti suatu organisasi, tetapi Struktur Organisasi lembaga politik bisa juga merupakan suatu kebiasaan atau perilaku yang terpola. Lembaga politik adalah perilaku politik yang terpola dalam bidang politik.

Pemilihan pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan menduduki jabatan tertentu dan kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin dalam suatu bidang/masyarakat tertentu) adalah lembaga demokrasi. Bukan lembaga pemilihan umumnya (atau sekarang Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia-nya) melainkan seluruh perilaku yang terpola dalam kita mencari dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin ataupun wakil kita untuk duduk di parlemen.

Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi menuju demokrasi seperti indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah mengubah lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, bahwa ada kedudukan pasti bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi sebagai bangsawan politik dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi lembaga yang terbuka dan mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan.

Untuk melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat struktural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya baru bisa dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu oleh negara untuk bisa teraktualisasikan, saat tiap individu berhubungan dengan individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku[4].

Konsep-konsep politik

Ada beberapa konsep politik dasar yang bersumber dari para ahli, yaitu:[5]

  1. Klasik. Pada pandangan klasik (Aristoteles) mengemukakan bahwa semestinya politik digunakan masyarakat untuk mencapai suatu kebaikan bersama yang dianggap memilki nilai moral yang lebih tinggi daripada kepentingan jabatan. Kepentingan umum sering diartikan sebagai tujuan-tujuan moral atau nilai-nilai ideal yang bersifat abstrak seperti keadilan kesejahteraan, kebenaran dan kejujuran untuk mencapai tujuan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Pandangan klasik dianggap di kabur kan seiring banyaknya penafsiran tentang kepentingan umum itu sendiri. kepentingan umum dapat diartikan pula sebagai general will, will of all atau kepentingan mayoritas.
  2. Kelembagaan. Menurut Max Weber, politik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara. Max Weber melihat negara dari sudut pandang yuridis formal yang statis. Negara tidak memiliki hak memonopoli kekuasaan fisik yang utama. Namun konsep ini hanya berlaku bagi negara modern yaitu negara yang sudah ada differensiasi dan spesialisasi peranan, negara yang memiliki batas wilayah yang pasti dan penduduknya tidak nomaden.
  3. Kekuasaan. Robson mengemukakan politik adalah kegiatan mencari dan mempertahankan jabatan ataupun menentang pelaksanaan jabatan. jabatan Kekuasaan sendiri adalah kemampuan seseorang untuk mendapatkan penilaian dari orang lain, baik pikiran maupun perbuatan agar orang tersebut berpikir dan bertindak sesuai dengan orang yang di tokohkan. Salah satu konsep dalam ilmu politik, konsep ideologi, legitimasi dan konflik.
  4. Fungsionalisme. David Easton berpendapat bahwa politik adalah alokasi nilai-nilai secara otoritatif berdasarkan kewenangan dan tidak mengikat suatu masyarakat. Sedangkan menurut Harold Lasswell, politik merupakan who gets, what gets, when gets dan how gets nilai. Dapat diketahui bahwa politik sebagai perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum.
  5. Konflik. Pandangan konflik mendeskripsikan bahwa politik merupakan kegiatan untuk memeperjuangkan perumusan dan kebijaksanaan umum dalam rangka usaha untuk tujuan, mendapatkan dan mempertahankan nilai kebaikan. Oleh karena itu sering terjadi perdebatan dan pertentangan antara pihak yang memperjuangkan dan pihak yang mempertahankan nilai-nilai kebaikan tersebut. Kelemahan konsep ini adalah tidak semua konflik berdimensi politik positif.

Partai dan Golongan

Hubungan Internasional

Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional adalah hubungan antar negara, namun dalam perkembangan konsep ini bergeser untuk mencakup semua interaksi yang berlangsung lintas batas negara. Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional diperankan hanya oleh para diplomat (dan mata-mata) selain tentara dalam medan peperangan. Sedangkan dalam konsep baru hubungan internasional, berbagai organisasi internasional, perusahaan, organisasi nirlaba, bahkan perorangan bisa menjadi aktor yang berperan penting dalam politik internasional.

Peran perusahaan multinasional seperti Monsanto dalam WTO (World Trade Organization/Organisasi Perdagangan Dunia) misalnya mungkin jauh lebih besar dari peran Republik Indonesia. Transparancy International laporan indeks persepsi korupsi-nya di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar.

Persatuan Bangsa Bangsa atau PBB merupakan organisasi internasional terpenting, karena hampir seluruh negara di dunia menjadi anggotanya. Dalam periode perang dingin PBB harus mencerminkan realitas politik bipolar sehingga sering tidak bisa membuat keputusan efektif, setelah berakhirnya perang dingin dan realitas politik cenderung menjadi unipolar dengan Amerika Serikat sebagai kekuatan Hiper Power, PBB menjadi relatif lebih efektif untuk melegitimasi suatu tindakan internasional sebagai tindakan multilateral dan bukan tindakan unilateral atau sepihak. Upaya AS untuk mendapatkan dukungan atas inisiatifnya menyerbu Irak dengan melibatkan PBB, merupakan bukti diperlukannya legitimasi multilateralisme yang dilakukan lewat PBB.

Untuk mengatasi berbagai konflik bersenjata yang kerap meletus dengan cepat di berbagai belahan dunia misalnya, saat ini sudah ada usulan untuk membuat pasukan perdamaian dunia (peace keeping force) yang bersifat tetap dan berada di bawah komando PBB. Hal ini diharapkan bisa mempercepat reaksi PBB dalam mengatasi berbagai konflik bersenjata. Saat misalnya PBB telah memiliki semacam polisi tetap yang setiap saat bisa dikerahkan oleh Sekertaris Jenderal PBB untuk beroperasi di daerah operasi PBB. Polisi PBB ini yang menjadi Civpol (Civilian Police/polisi sipil) pertama saat Timor Timur lepas dari Republik Indonesia.

Hubungan internasional telah bergeser jauh dari dunia eksklusif para diplomat dengan segala protokol dan keteraturannya, ke arah kerumitan dengan kemungkinan setiap orang bisa menjadi aktor dan memengaruhi jalannya politik baik di tingkat global maupun lokal. Pada sisi lain juga terlihat kemungkinan munculnya pemerintahan dunia dalam bentuk PBB, yang mengarahkan pada keteraturan suatu negara (konfederasi?).

Masyarakat

Masyarakatt adalah sekumpulan orang yang hidup bersama, bekerjasama untuk mendapatkan kepentingan bersama yang telah mempunyai tatanan kehidupan, norma-norma dan adat istiadat yang dijatuhi dalam lingkungannya[6].

Kekuasaan

Dalam teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya. Max Weber menuliskan adanya tiga sumber kekuasaan: pertama dari perundangundangan yakni kewenangan; kedua, dari kekerasan seperti penguasaan senjata; ketiga, dari karisma.

Negara

Negara merupakan suatu kawasan teritorial yang didalamnya terdapat sejumlah penduduk yang mendiaminya, dan memiliki kedaulatan untuk menjalankan pemerintahan, dan keberadaannya diakui oleh negara lain. ketentuan yang tersebut diatas merupakan syarat berdirinya suatu negara menurut konferensi Montevideo pada tahun 1933

Tokoh dan pemikir ilmu politik

Pemikir-pemikir politik

Mancanegara

Tokoh tokoh pemikir Ilmu Politik dari kalangan teoris klasik, modern maupun kontempoter antara lain adalah: Aristoteles, Adam Smith, Cicero, Friedrich Engels, Immanuel Kant, John Locke, Karl Marx, Lenin, Martin Luther, Max Weber, Nicolo Machiavelli, Rousseau, Samuel P Huntington, Thomas Hobbes, Antonio Gramsci, Harold Crouch, Douglas E Ramage.

Indonesia

Beberapa tokoh pemikir dan penulis materi Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Indonesia adalah: Miriam Budiharjo, Salim Said dan Ramlan Surbakti.

Perilaku politik

Perilaku politik atau (Inggris: Political behaviour) adalah kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan keputusan politik. Perilaku politik merupakan salah unsur atau aspek perilaku secara umum, disamping perilaku politik, masih terdapat perilaku-perilaku lain seperti perilaku organisasi, perilaku Adat dan Budaya, perilaku konsumen/ekonomi, perilaku keagamaan dan lain sebagainya.

Adapun contoh yang dimaksud dengan perilaku politik adalah:

  • Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat di legislatif
  • Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol, mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat
  • Ikut serta dalam pesta politik
  • Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang Otoriter
  • Berhak untuk menjadi pimpinan Partai Politik
  • Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku Partai Politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku

Perilaku berpartisipasi dalam kegiatan politik dipengaruhi oleh banyak faktor psikologis, yang terbagi menjadi tiga,[7] yaitu:

  1. Faktor sifat kepribadian (ekstraversi, keterbukaan, dan kehati-hatian),
  2. Faktor sosio-kognitif, yang mencakup pengetahuan politik, pendidikan Partai Politik, keyakinan atau efikasi berpolitik, kreativitas, menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan Partai Politik, peneladanan terhadap partisipasi politik orang yang di tua kan, sosialisasi politik yang daialami, jejaring sosial, media syiber yang dimiliki perasaan kewargaan, serta
  3. Faktor-faktor psikodemografis (situasi masyarakat, eksistensi, pemberitaan media syiber[8].

Lihat pula

Referensi