Rumah Gadang

rumah tradisional di Indonesia
Revisi sejak 31 Agustus 2022 14.17 oleh Muhamri (bicara | kontrib)

Rumah Gadang adalah nama untuk rumah adat Minangkabau yang merupakan rumah tradisional dan banyak jumpai di Sumatra Barat, Indonesia. Rumah ini juga disebut dengan nama lain oleh masyarakat setempat dengan nama Rumah Bagonjong atau ada juga yang menyebut dengan nama Rumah Baanjuang.[1]

Rumah Gadang yang ada di Nagari Pandai Sikek dengan dua buah Rangkiang di depannya

Rumah dengan model ini juga banyak dijumpai di Sumatra Barat. Namun tidak semua kawasan di Minangkabau (darek) yang boleh didirikan rumah adat ini, hanya pada kawasan yang sudah memiliki status sebagai nagari saja Rumah Gadang ini boleh didirikan. Begitu juga pada kawasan yang disebut dengan rantau, rumah adat ini juga dahulunya tidak ada yang didirikan oleh para perantau Minangkabau.

Fungsi

 
Rumah Gadang sebagai tempat tinggal keluarga besar di Minangkabau, terutama kaum perempuan.

Rumah Gadang sebagai tempat tinggal bersama, mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Jumlah kamar bergantung kepada jumlah perempuan yang tinggal di dalamnya. Setiap perempuan dalam kaum tersebut yang telah bersuami memperoleh sebuah kamar. Sementara perempuan tua dan anak-anak memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Gadis remaja memperoleh kamar bersama di ujung yang lain.

Seluruh bagian dalam Rumah Gadang merupakan ruangan lepas kecuali kamar tidur. Bagian dalam terbagi atas lanjar dan ruang yang ditandai oleh tiang. Tiang itu berbanjar dari muka ke belakang dan dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari depan ke belakang menandai lanjar, sedangkan tiang dari kiri ke kanan menandai ruang. Jumlah lanjar bergantung pada besar rumah, bisa dua, tiga dan empat. Ruangnya terdiri dari jumlah yang ganjil antara tiga dan sebelas.

Rumah Gadang biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun[2] dan hanya dimiliki dan diwarisi dari dan kepada perempuan pada kaum tersebut.[3] Dihalaman depan Rumah Gadang biasanya selalu terdapat dua buah bangunan Rangkiang, digunakan untuk menyimpan padi. Rumah Gadang pada sayap bangunan sebelah kanan dan kirinya terdapat ruang anjung (Bahasa Minang: anjuang) sebagai tempat pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat, karena itu rumah Gadang dinamakan pula sebagai rumah Baanjuang. Anjung pada kelarasan Koto-Piliang memakai tongkat penyangga, sedangkan pada kelarasan Bodi-Chaniago tidak memakai tongkat penyangga di bawahnya. Hal ini sesuai filosofi yang dianut kedua golongan ini yang berbeda, golongan pertama menganut prinsip pemerintahan yang hierarki menggunakan anjung yang memakai tongkat penyangga, pada golongan kedua anjuang seolah-olah mengapung di udara. Tidak jauh dari komplek Rumah Gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah surau kaum yang berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan dan juga sekaligus menjadi tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut yang belum menikah.

Arsitektur

 
Rumah gadang di suatu desa di Sumatera Barat, sekitar 1895.

Rumah adat ini memiliki keunikan bentuk arsitektur dengan bentuk puncak atapnya runcing yang menyerupai tanduk kerbau dan dahulunya dibuat dari bahan ijuk yang dapat tahan sampai puluhan tahun,[3] namun belakangan atap rumah ini banyak berganti dengan atap seng. Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bahagian, muka dan belakang. Bagian depan dari Rumah Gadang biasanya penuh dengan ukiran ornamen dan umumnya bermotif akar, bunga, daun serta bidang persegi empat dan genjang.[1] Sedangkan bagian luar belakang dilapisi dengan belahan bambu. Rumah tradisional ini dibina dari tiang-tiang panjang, bangunan rumah dibuat besar ke atas, tetapi tidak mudah rebah oleh goncangan,[1] dan setiap elemen dari Rumah Gadang mempunyai makna tersendiri yang dilatari oleh tambo yang ada dalam adat dan budaya masyarakat setempat.

Pada umumnya Rumah Gadang mempunyai satu tangga yang terletak pada bagian depan. Sementara dapur dibangun terpisah pada bagian belakang rumah yang didempet pada dinding.

Karena wilayah Minangkabau rawan gempa sejak dulunya karena berada di pegunungan Bukit Barisan, maka arsitektur Rumah Gadang juga memperhitungkan desain yang tahan gempa. Seluruh tiang Rumah Gadang tidak ditanamkan ke dalam tanah, tetapi bertumpu ke atas batu datar yang kuat dan lebar. Seluruh sambungan setiap pertemuan tiang dan kasau (kaso) besar tidak memakai paku, tetapi memakai pasak yang juga terbuat dari kayu. Ketika gempa terjadi Rumah Gadang akan bergeser secara fleksibel seperti menari di atas batu datar tempat tonggak atau tiang berdiri. Begitu pula setiap sambungan yang dihubungkan oleh pasak kayu juga bergerak secara fleksibel, sehingga Rumah Gadang yang dibangun secara benar akan tahan terhadap gempa.

 
Ragam ukir khas Minangkabau pada dinding bagian luar dari Rumah Gadang

Pada bagian dinding Rumah Gadang di buat dari bahan papan, sedangkan bagian belakang dari bahan bambu. Papan dinding dipasang vertikal, sementara semua papan yang menjadi dinding dan menjadi bingkai diberi ukiran, sehingga seluruh dinding menjadi penuh ukiran. Penempatan motif ukiran tergantung pada susunan dan letak papan pada dinding Rumah Gadang.

Pada dasarnya ukiran pada Rumah Gadang merupakan ragam hias pengisi bidang dalam bentuk garis melingkar atau persegi. Motifnya umumnya tumbuhan merambat, akar yang berdaun, berbunga dan berbuah. Pola akar biasanya berbentuk lingkaran, akar berjajaran, berhimpitan, berjalinan dan juga sambung menyambung. Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas dan ke bawah.

Disamping motif akar, motif lain yang dijumpai adalah motif geometri bersegi tiga, empat dan genjang. Motif daun, bunga atau buah dapat juga diukir tersendiri atau secara berjajaran.

Proses pembuatan

Menurut tradisinya, tiang utama Rumah Gadang yang disebut tonggak tuo yang berjumlah empat buah/batang diambil dari hutan secara gotong royong oleh anak nagari, terutama kaum kerabat, dan melibatkan puluhan orang. Batang pohon yang ditebang biasanya adalah pohon juha yang sudah tua dan lurus dengan diameter antara 40 cm hingga 60 cm. Pohon juha terkenal keras dan kuat. Setelah di bawa ke dalam nagari pohon tersebut tidak langsung di pakai, tetapi direndam dulu di kolam milik kaum atau keluarga besar selama bertahun-tahun.

Setelah cukup waktu batang pohon tersebut diangkat atau dibangkit untuk dipakai sebagai tonggak tuo. Prosesi mengangkat/membangkit pohon tersebut disebut juga sebagai mambangkik batang tarandam (membangkitkan pohon yang direndam), lalu proses pembangunan Rumah Gadang berlanjut ke prosesi berikutnya, mendirikan tonggak tuo atau tiang utama sebanyak empat buah, yang dipandang sebagai menegakkan kebesaran.

Batang pohon yang sudah direndam selama bertahun-tahun tersebut kemudian menjadi sangat keras dan tak bisa dimakan rayap, sehingga bisa bertahan sebagai tonggak tuo atau tiang utama selama ratusan tahun. Perendaman batang pohon yang akan dijadikan tonggak tuo selama bertahun-tahun tersebut merupakan salah satu kunci yang membuat Rumah Gadang tradisional mampu bertahan hingga ratusan tahun melintasi zaman.

Adopsi

Keunikan bentuk atap Rumah Gadang yang melengkung dan lancip, telah menginspirasi beberapa arsitek di belahan negeri lain, seperti Ton van de Ven di Negeri Belanda yang mengadopsi desain Rumah Gadang pada bangunan The House of the Five Senses. Bangunan yang dioperasikan sejak tahun 1996 itu digunakan sebagai gerbang utama dari Taman Hiburan Efteling.[4] Bangunan setinggi 52 meter dan luas atap 4500 meter persegi itu merupakan bangunan berkonstruksi kayu dengan atap jerami yang terbesar di dunia menurut Guinness Book of Records.

Desain Rumah Gadang yang banyak terdapat di Negeri Sembilan juga diadopsi pada bangunan paviliun Malaysia di World Shanghai Expo 2010 yang diselenggarakan di Shanghai, China pada tahun 2010.[5][6]

Simbol

Gonjong (bagian atap yang melengkung dan lancip) Rumah Gadang menjadi simbol atau ikon bagi masyarakat Minangkabau di samping ikon yang lain, seperti warna hitam-merah-kuning emas, rendang, dan lainnya. Hampir seluruh kantor pemerintahan di Sumatra Barat memakai desain Rumah Gadang dengan atap gonjongnya, walaupun dibangun secara permanen dengan semen dan batu. Ikon gonjong juga dipakai di bagian depan rumah makan Padang yang ada di berbagai tempat di luar Sumatra Barat. Logo-logo lembaga atau perkumpulan masyarakat Minang juga banyak yang memakai ikon gonjong dengan segala variasinya.

Ragam

 
Koto Piliang
 
Bodi Caniago

Secara umum, ada dua ragam rumah gadang menurut laras yang dianut suku atau nagari dimana rumah gadang didirikan, yaitu Koto Piliang dan Bodi Caniago.[7]

Rumah gadang laras Koto Piliang memiliki anjung di sisi kiri dan/atau kanan rumah gadang, sehingga disebut Rumah Rumah Baanjuang. Anjung merupakan bagian yang lebih tinggi pada bagian lain rumah. Hal ini dikarenakan kepemimpinan dalam laras Koto Piliang yang otokrasi (bertingkat-tingkat). Rumah gadang tipe ini banyak dibangun di luhak Tanah Datar.[7]

Berbeda dengan laras Koto Piliang, rumah gadang Bodi Chaniago tidak memiliki anjung. Sehingga lantai pada rumah gadang ragam ini terlihat sama tinggi. Hal ini dikarenakan kepemimpinan laras Bodi Chaniago yang demokrasi. Rumah Gadang ragam ini banyak ditemukan di Luhak Agam dan Luhak Limapuluh Kota. Walau[un begitu, pembagian ruang di dalamnya secara umum sama kedua laras ini.[7]

Selain menurut anjung nan ada pada rumah gadang, ada banyak ragam lainnya dari rumah gadang. Perbedaan di antara ragam-ragam rumah gadang dapat dilihat dari bentuk, dinding, jumlah ruangan, tonggak, serambi, bahkan gonjongnya.

Rumah Gadang di darek

Rumah gadang di darek mempunyai perbedaan dengan rumah gadang yang ada di kawasan rantau, baik yang di pesisir timur maupun pesisir barat. Perbedaan mencolok yaitu bentuk atapnya yang bergonjong, sehingga rumah gadang yang ada di darek biasanya disebut dengan rumah gadang bergonjong. Pendirina rumah gadang bergonjong di darek ado aturan adatnya sendiri. Rumah bergonjong hanya boleh dibangun di darah yang sudah berstatus nagari.

Rumah Gadang Gajah Maharam

 
Rumah Gadang Gajah Maharam

Rumah gadang ragam ko bantuaknyo cando gajah nan maharam, yaitu gadang, leba, jo tampak kokoh. Rumah gadang ko tadiri ateh banyak ruang. Rumah ko marupokan rumah suku, bukan rumah saparuik. Gajah maharam labiah bafungsi sabagai rumah adaik daripado rumah unian. Gajah maharam difungsikan sabagai tampek alek, baiak alek panikahan ataupun alek kamatian. Ragam rumah gadang ko banyak di Luak Tanah Data.[8] Pintu masuak rumah gadang biasonyo talatak di tangah, baiak di muko atau di lakang rumah.

Rumah Gadang Surambi Papek

Rumah gadang ragam ko disabuik juo sabagai rumah gadang bapamokok. Rumah gadang jinih ko banyak di Luak Agam. Rumah gadang ko mampunyoi sayok pado sisi kida jo suok atok.[8] Pintu masuak pado rumah gadang ko talatak di balakang.

Rumah Gadang Rajo Babandiang

 
Rumah Gadang Tan Malaka di Pandam Gadang, Lima Puluh Kota marupokan rumah gadang rajo babandiang.

Rumah Gadang Rajo Babandiang marupokan ragam rumah gadang balareh Bodi Caniago nan ado banyak di Luak Limo Puluah (Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh).[8] Dinamoi rajo babandiang dek ado ruang tambahan di bagian tapi nan badampiangan (babandiangan), tapi indak simetris sarato bapaserek ka balakang. Pamasangan saderet tiang tambahan nan disabuik "tiang babisiak" mambuek ruang tadi bapaserek ka balakang inggo dinamokan pulo sabagai rumah gadang bapaserek.

Namo lain dari rumah gadang rajo babandiang adolah rumah gadang bagonjong limo. Hal iko dek biasonyo ado limo gonjong di atoknyo. Sabananyo gonjong nan kalimo marupokan gonjong tambahan untuak ruang tambahan hasil tiang babisiak tadi. Pado umumnyo pintu masuak talatak di sampiang, antaro ruang bagonjong kaampek jo nan kalimo.

Rumah Gadang Batingkok atau Batingkek

 
Rumah Gadang Batingkek nan panah ado di Agam.

Rumah Gadang Batingkok atau Batingkek marupokan ragam lain dari rumah gadang nan dibuek batingkek (duo atau tigo). Rumah gadang jinih ko marupokan pangambangan dari rumah gadang gajah maharam, surambi papek, atau rajo babandiang. Ruang tambahan pado lantai kaduo atau katigo disabuik sabagi ruang paranginan. Di antaro jinih rumah gadang ko nan tanamo, yaitu Istano Basa Pagaruyuang (Batusangkar), Rumah Gadang Sicamin (Biaro, Agam), jo Rumah Gadang Sutan Nan Kedoh (Koto Nan Ampek, Payakumbuh).

Rumah Gadang Surambi Aceh

 
Rumah Gadang Surambi Aceh Bagonjong Duo

Rumah Gadang Surambi Aceh marupokan ragam rumah gadang nan paliang banyak taseba di Kabupaten Solok jo Solok Selatan. Sasuai namonyo, ciri khas rumah gadang ko nampak dari adonyo surambi pado bagian muko rumah, sakaligus manjadi pintu masuak rumah. Hal iko tapangaruah jo arsitektur Aceh samaso wilayah kakuasoan Kasutanan Aceh alah mambantang inggo pasisia barat Sumatera Barat. Pado maso tu, tujuan adonyo surambi adolah subagai tampek manarimo tamu, khususnyo tamu nan urang kolonial.[9]

Manuruik jumlah gonjong nan ado pado surambinyo, Rumah Gadang Surambi Aceh tabagi duo jinih yaitu:[9]

  • Rumah Gadang Surambi Aceh Bagonjong Ciek
  • Rumah Gadang Surambi Aceh Bagonjong Duo

Rumah Gadang Surambi Aceh kini masih banyak basobok di kawasan pagunuangan di Sumatera Barat, khususnyo di Solok jo Solok Selatan. Salain itu, di Kawasan Saribu Rumah Gadang, Nagari Sungai Pagu, Solok Selatan, ragam ko masih banyak dipakai. Pado bangunan modern, rumah gadang ko lah diadopsi pado Hotel Bumiminang, hal itu nampak pado bagian pintu utamonyo nan saakan-akan mambantuak Surambi Bagonjong Duo.

Rumah Gadang di Rantau

Rumah gadang di rantau, pasisia barat ataupun timur, dibangun babeda jo rumah gadang di darek dek ado adaik maatuanyo. Ciri bangunannyo babantuak rumah pangguang gadang jo janjang talatak di tangah tumah sarato atok nan indak bagonjong. Atok nan bangun kadang dibuek agak malangkuang sarupo Rumah Lontiok, atau bahkan indak malangkuang samo sakali sarupo Rumah Tungkuih Nasi. Dek karano indak ado gonjongnyo ko lah, masyarakaik acok salah manganggapnyo bukan rumah gadang.[10]

Rumah di daerah rantau biasonyo tapangaruah arsitektur lua sarupo Aceh, Malayu,[11] Nieh, bahkan Ulando.[12] Walaupun baitu, pambangunan bangunan rumah gadang ko masih tatap bakaitan jo aturan adaik Minangkabau nan matrilineal.

Kajang Padati

 
Rumah Gadang Kajang Padati di Padang

Templat:Utamo Rumah Gadang Kajang Padati marupokan ragam rumah gadang nan ado di kawasan rantau pasisia barat, khususnyo di Kota Padang, Sumatera Barat.[13] Dinamokan kajang padati dek karano bantuaknyo sarupo jo panutuik padati (kajang padati). Rumah gadang ragam ko sangaik babeda jo nan ado di darek. Pabedaan nan paliang jaleh tampak pado atoknyo nan bukan bagonjong, tapi agak malangkuang saketek di atehnyo. Hal ko dek karano Padang marupokan kawasan rantau. Bantuak rumah gadang ko dipangaruahi dek arsitektur kolonial nan panah manguasoi Padang dahulu, sarupo Aceh. Pangaruah Aceh di antaronyo buliah nampak pado bantuak janjang sarato ukiran-ukiran nan ado.[13][14]

Rumah gadang ko biasonyo tabuek dari kayu laban, banio, kalek, jo rasak. Dalam pambangunannyo, rumah ko dibangun jo orientasi maadok ka batang aia. Kini rumah gadang Kajang Padati lah mulai jarang dibangun. Namun, masih banyak di sakitar Kuranji jo Pauah.[13] Subagai upayo palastariannyo, Rumah Gadang Kajang Padati pun lah mulai diadaptasi dalam bangunan-bangunan miliak pamarintah Kota Padang, salah satunyo pado Balaikota Padang.

Tungkuih Nasi

Rumah Gadang Tungkuih Nasi marupokan salah satu ragam rumah gadang nan biaso tasuo di kawasan rantau pasisia barat Sumatera,[12] sarupo di Pariaman, Padang, jo Pasisia Selatan. Sarupo jo Rumah Gadang Kajang Padati, Rumah Gadang Tungkuih Nasi indak mamakai gonjong pado atoknyo. Sasuai namonyo, bantuak atoknyo saakan-akan manyarupoi tungkuih atau pambungkuih nasi.[14] Salah satu bangunan nan tanamo yaitu Rumah Gadang Mande Rubiah di Lunang Silaut, Pesisir Selatan.

Rumah Godang Kuantan Singingi

Templat:Utamo Rumah Gadang dalam dialek Kuantan Singingi disabuik Rumah Godang. Kuantan Singingi, Riau, nan tamasuak wilayah rantau Minangkabau mampunyai bantuak rumah godangnyo surang. Rumah Godang Kuantan Singingi ko mampunyoi bantuak nan ampiang sarupo jo Rumah Lontiok nan ado di Kampar, Riau,[15] di mano babantuak rumah pangguang nan baratok malangkuang lantiak (lontiok).[16] Namun, bantuak atok nan batingkek mambueknyo babeda jo ragam rumah gadang lainnyo. Salah satu Rumah Godang Kuantan Singingi nan tanamo iyolah Rumah Godang Datuak Bisai di Kecamatan Kuantan Tangah, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau.[17]

 
Rumah Lontiok nan ado di Anjungan Riau, TMII, Jakarta.

Rumah Lontiok

Rumah Lontiok marupokan evolusi dari rumah gadang di Kabupaten Kampar, Riau.[11] Ciri khasnyo nampak dari bantuak atoknyo nan malangkuang lantiak, dek itu rumah ko dinamoan Rumah Lontiok (lantiak). Bantuak atoknyo babeda jo rumah gadang di wilayah darek nan mamakai gonjong nan malangkuang tajam.[18]

Rumah Tradisional Nagari Sambilan

 
Istano Ampang Tinggi, Seremban, Nagari Sambilan, Malaysia

Rumah Tradisional Nagari Sambilan marupokan bantuak evolusi dari rumah gadang di Nagari Sambilan, Malaysia. Rumah ko dibangun dek urang Minangkabau nan marantau ka Nagari Sambilan lalu barasimilasi jo Urang Asali Semenanjung Malaysia.[19] Dek karano itu, rumah ko ado tapangaruah unsua arsitektur satampek. Salah satu kakhasan dari rumah ko iolah pado atoknyo nan malangkuang lantiak jo panjang sainggo rumah ko disabuik juo jo Rumah Bumbung Panjang Negeri Sembilan (Rumah Baratok Panjang Nagari Sambilan).[19]

Rumah ko masih banyak ditamukan di Nagari Sambilan, Malaysia. Di antaro Rumah Nagari Sambilan nan tanamo yaitu, Istano Ampang Tinggi jo Istano Sori Monanti di Seremban, Nagari Sambilan.

Galeri

Gonjong dengan atap ijuk
Adaptasi gonjong pada bangunan modern
Bangunan dengan atap gonjong di luar negeri
Adaptasi dan transformasi bentuk atap gonjong

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c Navis, A.A., Cerita Rakyat dari Sumatra Barat 3, Grasindo, ISBN 979-759-551-X.
  2. ^ Graves, Elizabeth E., (2007), Asal-usul elite Minangkabau modern: respons terhadap kolonial Belanda abad XIX/XX, Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, ISBN 978-979-461-661-1.
  3. ^ a b Dawson, Barry; Gillow, John (1994), The Traditional Architecture of Indonesia, London: Thames and Hudson, ISBN 0-500-34132-X.
  4. ^ "Wow, Bangunan Asli Indonesia Ini Dijiblak Negara Lain" Liputan6.com, 25 Maret 2015. Diakses 16 Agustus 2015.
  5. ^ "Rumah Gadang Digunakan Malaysia di Forum Dunia" JPNN.com, 07 Mei 2010. Diakses 09 Agustus 2015.
  6. ^ "Mini Malaysia to be presented at Shanghai Expo" China Daily, 09 April 2010. Diakses 09 Agustus 2015.
  7. ^ a b c Bahauddin, A., Hardono, S., Abdullah, A., & Maliki, N. Z. (2013). The Minangkabau House–A Vision Of Sustainable Culture And Architecture. International Journal of Design & Nature and Ecodynamics, 8(4), 311-324
  8. ^ a b c Moussay, Gérard. (1995). Dictionnaire minangkabau : indonésien - français. Harmattan. ISBN 2738431267. OCLC 901816337. 
  9. ^ a b Abdullah, M., Antariksa, A., & Suryasari, N. (2015). Pola Ruang Dalam Bangunan Rumah Gadang Di Kawasan Alam Surambi Sungai Pagu–Sumatera Barat. Jurnal Mahasiswa Jurusan Arsitektur, 3(1).
  10. ^ Hasan, H., & Hasan, H. (2004). Ragam rumah adat Minangkabau: falsafah, pembangunan, dan kegunaan. Yayasan Citra Pendidikan Indonesia.
  11. ^ a b Yunus, Shahrul Kamil; Shahminan, Raja Nafida Raja; Surat, Mastor (2014). "IDENTITI RUMAH TRADISIONAL NEGERI SEMBILAN MELALUI EVOLUSI REKA BENTUK". Journal of Design + Built. 7. ISSN 1985-6881. 
  12. ^ a b Susilo, W. H. (2014). Budaya masyarakat dalam membangun rumah vernakular di Pesisir Pantai. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, 27(1), 55-64.
  13. ^ a b c Aryanti, D. (2009). Tipologi Rumah Tradisional Padang (Studi Kasus: Kecamatan Kuranji/Nagari Pauh IX). Jurnal Universitas Bung Hatta, Padang.
  14. ^ a b Setijanti, P., Silas, J., & Firmaningtyas, S. (2012). Eksistensi Rumah Tradisional Padang dalam Menghadapi Perubahan Iklim dan Tantangan Jaman. Simposium Nasional RAPI XI FT UMS. ISSN : 1412-9612
  15. ^ Gushendri, G., Hidayat, W., & Rijal, M. (2015). Transformasi Bentuk Arsitektur Rumah Godang Pada Perancangan Museum Jalur Kuantan Singingi. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Teknik dan Sains, 2(1), 1-15.
  16. ^ Paradita, D. S. (2016). Makna Ruang Rumah Godang Di Kenegerian Sentajo, Kuantan Singingi, Riau (Doctoral dissertation, Institut Seni Indonesia Yogyakarta).
  17. ^ BPCB Sumbar. (2017, 19 Desember). Rumah Gadang Datuk Bisai. Diperoleh 12 Februari 2019, dari https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/rumah-gadang-datuk-bisai/
  18. ^ Hardianti, Siti (2017). "Fungsi Dan Makna Ornamen Rumah Lontiok di Bangkinang Kabupaten Kampar : Kajian Semiotik". 
  19. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama wacanaseni.usm.my