Kekhalifahan Kordoba
Kekhalifahan Kordoba (bahasa Arab: خليفة قرطبة, Khalīfah Qurthubah) adalah kekhalifahan yang memerintah di Semenanjung Iberia (Al-Andalus) dan Afrika Utara dari tahun 929 hingga 1031, berpusat di Kordoba (sekarang terletak di Spanyol).
Kekhalifahan Kordoba خليفة قرطبة | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
929–1031 | |||||||||
Bendera Perang Kekhalifahan Umayyah di Andalusia | |||||||||
Ibu kota | Kordoba | ||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Arab Andalusia, Muzarab dan Ibrani | ||||||||
Pemerintahan | Monarki | ||||||||
Sejarah | |||||||||
• Abdurrahman III memproklamasikan dirinya sebagai khalifah.[1] | 929 | ||||||||
• Perpecahan Kekhalifahan menjadi negara-negara kecil Taifa | 1031 | ||||||||
| |||||||||
Sekarang bagian dari | Spain France Portugal Andorra | ||||||||
Pemerintahan Kordoba sebelumnya berbentuk keamiran (emirat), perubahannya menjadi sebuah kekhalifahan terjadi pada 16 Januari 929, saat Amir Kordoba Abdurrahman III mengangkat dirinya sebagai khalifah. Penggunaan gelar khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Al-Muqtadir, Khalifah Abbasiyah di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang paling tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah, gelar ini dipakai mulai tahun 929. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang, yaitu Abdurrahman III (931-961), Al-Hakam II (961-976), dan Hisyam II (976-1009).
Periode pemerintahan ini ditandai dengan sukses besar di bidang perdagangan dan kebudayaan, dan didirikannya banyak mahakarya bergaya Islami di Spanyol, misalnya Mezquita atau Masjid Raya Kordoba. Abdurrahman III mendirikan Universitas Kordoba. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku. Al-Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.
Seluruh khalifah Kordoba berasal dari Dinasti Umayyah, yang sebelumnya menguasai Timur Tengah tetapi dikalahkan oleh Dinasti Abbasiyah. Kekuasaan Kordoba dianggap sebagai salah satu masa kejayaan Islam di Iberia, namun mulai melemah pada tahun 1010. Awal dari kehancuran khilafah Bani Umayyah di Al-Andalus adalah ketika Hisyam al-Mu'ayyad Billah naik tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena itu kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981, Khalifah menunjuk Muhammad bin Abi 'Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan-rekan dan saingan-saingannya. Atas keberhasilan-keberhasilannya, ia mendapat gelar Al-Manshur. Ia mangkat pada tahun 1002 dan digantikan oleh puteranya 'Abdul Malik al-Muzhaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan negara. Akan tetapi, setelah mangkat pada tahun 1008, ia digantikan oleh 'Abdul Rahman Syanjul, adik tirinya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total. Pada tahun 1031, Khalifah Hisyam III mengundurkan diri. Beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya, dewan menteri yang memerintah Kordoba menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu, Al-Andalus sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu, yang disebut dengan nama taifa.
Budaya
Kordoba adalah pusat budaya Andalusia.[2] Masjid, seperti Masjid Agung, menjadi fokus utama bagi khalifah. Istana khalifah, Madinah Azahara berada di pinggiran kota, dan memiliki banyak kamar yang dipenuhi dengan kekayaan dari Timur. Kordoba adalah pusat intelektual Andalusia, dengan terjemahan teks Yunani kuno ke dalam bahasa Arab, Latin dan Ibrani. Universitas di Córdoba menjadi yang paling terkenal di dunia yang dikunjungi oleh para mahasiswa Kristen dari seluruh Eropa Barat, serta oleh orang-orang Moor. Universitas menghasilkan kurang lebih seratus lima puluh cendikiawan. Universitas dan perpustakaan lain tersebar di Spanyol selama masa keemasan ini.[3] Perpustakaan Al-Ḥakam II adalah salah satu perpustakaan terbesar di dunia, menampung setidaknya 400.000 volume.[4] Selama periode kekhalifahan, hubungan antara orang-orang Yahudi dan Arab damai dan saling membantu; Tukang batu Yahudi membantu membangun kolom Masjid Agung.
Kemajuan dalam sains, sejarah, geografi, filsafat, dan bahasa terjadi selama kekhalifahan.[5] Andalusia juga dipengaruhi oleh pengaruh budaya timur. Dengan membawa gaya rambut dan pakaian, pasta gigi, dan deodoran dari Baghdad ke jazirah Iberia.
Ekonomi
Ekonomi kekhalifahan didominasi dengan perdagangan yang beragam dan sukses. Rute perdagangan Muslim menghubungkan Andalusia dengan dunia luar melalui Mediterania. Industri yang direvitalisasi selama kekhalifahan termasuk tekstil, keramik, gelas, logam, dan pertanian. Orang-orang Arab memperkenalkan tanaman seperti beras, semangka, pisang, terong dan gandum keras. Ladang diirigasi dengan roda air. Bahkan dengan teknologi yang ada, bisa membawa air dari sungai-sungai dibawah ke atas bukit letak istana dan perumahan masyarakat berada.
Agama dan Etnis
Kekhilafahan memiliki masyarakat yang beragam secara etnis, budaya, dan agama. Seorang etnis Muslim keturunan Arab menduduki posisi imam dan berkuasa, sedangkan Muslim lainnya terutama tentara dan penduduk asli keturunan Hispano-Gothic (yang sebagian besar terdiri dari minoritas Muslim) ditemukan di seluruh masyarakat. Yahudi terdiri sekitar sepuluh persen dari populasi: lebih banyak sedikit daripada orang-orang Arab dan kira-kira sama jumlahnya dengan orang-orang Berber. Mereka terutama terlibat dalam bisnis dan pekerjaan intelektual. Mayoritas pribumi Kristen Muzarab adalah orang Kristen Katolik dari ritus Visigoth, yang berbicara dengan varian bahasa Latin yang dekat dengan bahasa Spanyol, Portugis atau Catalan dengan pengaruh Arab. Muzarab adalah lapisan masyarakat yang lebih rendah, dikenai pajak yang tinggi dengan sedikit hak sipil dan dipengaruhi budaya oleh kaum Muslim.
Etnis Arab menduduki puncak hierarki sosial; Muslim memiliki kedudukan sosial yang lebih tinggi daripada orang Yahudi, sedangkan Yahudi memiliki kedudukan sosial yang lebih tinggi daripada orang Kristen. Orang Kristen dan Yahudi dianggap Dzimmi, wajib membayar jizyah (pajak untuk perang melawan kerajaan Kristen di utara).[6] Kata seorang Muslim dihargai lebih dari orang Kristen atau Yahudi di pengadilan. Beberapa pelanggaran dihukum keras ketika seorang Yahudi atau Kristen adalah pelaku terhadap seorang Muslim bahkan jika pelanggaran diizinkan ketika pelaku adalah seorang Muslim dan korban seorang non-Muslim. Setengah dari populasi di Kordoba digambarkan telah menjadi Muslim pada abad ke-10, dengan peningkatan hingga 70 persen pada abad ke-11. Hal ini disebabkan migrasi Muslim dari sisa Semenanjung Iberia dan Afrika Utara dibandingkan perpindahkan keyakinan warga lokal ke dalam agama Islam. Dikombinasikan dengan pengusiran massal orang Kristen dari Kordoba setelah pemberontakan di kota, yang menjelaskan mengapa, selama kekhalifahan, Kordoba adalah pusat Muslim terbesar di wilayah tersebut. Migrasi Yahudi ke Kordoba juga meningkat pada waktu itu.
Populasi
Populasi pada 1000 M diperkirakan sekitar 7.000.000 jiwa, dari total 9.000.000 jiwa di Semenanjung Iberia. [7][8] Diperkirakan juga bahwa ibu kota menampung sekitar 450.000 orang, menjadikannya kota terbesar di Eropa pada saat itu.[9]
Daftar Khalifah
Dinasti Umayyah, kekuasaan pertama (929-961)
# | Khalifah | Potret | Mulai menjabat | Selesai menjabat |
---|---|---|---|---|
1 | Abdurrahman bin Muhammad | 16 Januari 929 | 15 Oktober 961 | |
2 | Al-Hakam bin Abdurrahman | 961 | 976 | |
3 | Hisyam bin Al-Hakam | 976 | 1008 | |
4 | Muhammad II | 1008 | 1009 | |
5 | Sulaiman bin al-Musta'in | 1009 | 1010 | |
6 | Hisyam bin Al-Hakam | 1010 | 1012 | |
7 | Sulaiman bin al-Musta'in | 1012 | 1017 | |
8 | Abdurrahman IV | 1021 | 1022 | |
9 | Abdurrahman V | 1022 | 1023 | |
10 | Muhammad III | 1023 | 1024 | |
11 | Hisyam III | 1027 | 1031 |
Dinasti Hammudid, kekuasaan pertama (1016-1023)
# | Khalifah | Potret | Mulai menjabat | Selesai menjabat |
---|---|---|---|---|
1 | Ali bin Hammud al-Nasir | 1016 | 1018 | |
2 | Al-Qasim Al-Ma'mun bin Hammud | 1018 | 1021 | |
3 | Yahya bin Ali bin Hammud | 1021 | 1023 | |
4 | Al-Qasim Al-Ma'mun bin Hammud | 1023 | 1023 |
Dinasti Umayyah, kekuasaan kedua (1023-1025)
# | Khalifah | Potret | Mulai menjabat | Selesai menjabat |
---|---|---|---|---|
1 | Abdurrahman | 1023 | 1024 | |
2 | Muhammad bin Abdurrahman | 1024 | 1025 |
Dinasti Hammudi, kekuasaan kedua (1025-1026)
# | Khalifah | Potret | Mulai menjabat | Selesai menjabat |
---|---|---|---|---|
1 | Yahya bin Ali bin Hammud | 1025 | 1026 |
Dinasti Umayyah, kekuasaan ketiga (1026-1031)
# | Khalifah | Potret | Mulai menjabat | Selesai menjabat |
---|---|---|---|---|
1 | Hisyam | 1026 | 1031 |
Didahului oleh: Amir Kordoba (Keamiran Kordoba) |
Khalifah Kordoba (Kekhalifahan Kordoba) 929-1031 |
Diteruskan oleh: Taifa-Taifa |
Referensi
- ^ Azizur Rahman, Syed (2001). The Story of Islamic Spain (snippet view). New Delhi: Goodword Books. hlm. 129. ISBN 978-81-87570-57-8. Diakses tanggal 5 September 2010.
[Emir Abdullah died on] 16 Oct., 912 after 26 years of inglorious rule leaving his fragmented and bankrupt kingdom to his grandson ‘Abd ar-Rahman. The following day, the new sultan received the oath of allegiance at a ceremony held in the "Perfect salon" (al-majils al-kamil) of the Alcazar.
- ^ Barton, 40–41.
- ^ Francis Preston Venable, A Short History of Chemistry (1894) p. 21.
- ^ "Information processing". Encyclopædia Britannica, Inc. Diakses tanggal 21 July 2016.
- ^ Barton, 42.
- ^ "This day, Mary 15, in Jewish history". Cleveland Jewish News.
- ^ Glick 1999, Chapter 5: Ethnic Relations.
- ^ "The rate of conversion is slow until the tenth century (less than one-quarter of the eventual total number of converts had been converted); the explosive period coincides closely with the reign of 'Abd al-Rahmdn III (912–961); the process is completed (eighty percent converted) by around 1100. The curve, moreover, makes possible a reasonable estimate of the religious distribution of the population. Assuming that there were seven million Hispano-Romans in the peninsula in 711 and that the numbers of this segment of the population remained level through the eleventh century (with population growth balancing out Christian migration to the north), then by 912 there would have been approximately 2.8 million indigenous Muslims (muwalladûn) plus Arabs and Berbers. At this point Christians still vastly outnumbered Muslims. By 1100, however, the number of indigenous Muslims would have risen to a majority of 5.6 million.", (Glick 1999, Chapter 1: At the crossroads of civilization)
- ^ Tertius Chandler, Four Thousand Years of Urban Growth: An Historical Census, Lewiston, NY: The Edwin Mellen Press, 1987. ISBN 0-88946-207-0. Figures in main tables are preferentially cited. Part of Chandler's estimates are summarized or modified at The Institute for Research on World-Systems; Largest Cities Through History by Matt T. Rosenberg; or The Etext Archives Diarsipkan 2008-02-11 di Wayback Machine.. Chandler defined a city as a continuously built-up area (urban) with suburbs but without farmland inside the municipality.