Kabupaten Wajo

kabupaten di Indonesia, di pulau Sulawesi

Kabupaten Wajo (Bugis: ᨀᨅᨘᨄᨈᨛ ᨓᨍᨚ ) adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Sengkang. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.506,19 km² dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 379.396 jiwa pada tahun 2021.

Kabupaten Wajo
ᨀᨅᨘᨄᨈᨙ ᨓᨍᨚ
Daerah tingkat II
Transkripsi bahasa daerah
 • Lontara Bugᨀᨅᨘᨄᨈᨙ ᨓᨍᨚ
Julukan: 
Kota Sutra
Motto: 
Maradeka Towajoe Ade'na Napopuang
(Bugis) Orang Wajo Bebas Merdeka,Hanya Adat Yang Dijunjung/Diabdikah
Peta
Kabupaten Wajo ᨀᨅᨘᨄᨈᨙ ᨓᨍᨚ di Sulawesi
Kabupaten Wajo ᨀᨅᨘᨄᨈᨙ ᨓᨍᨚ
Kabupaten Wajo
ᨀᨅᨘᨄᨈᨙ ᨓᨍᨚ
Peta
Kabupaten Wajo ᨀᨅᨘᨄᨈᨙ ᨓᨍᨚ di Indonesia
Kabupaten Wajo ᨀᨅᨘᨄᨈᨙ ᨓᨍᨚ
Kabupaten Wajo
ᨀᨅᨘᨄᨈᨙ ᨓᨍᨚ
Kabupaten Wajo
ᨀᨅᨘᨄᨈᨙ ᨓᨍᨚ (Indonesia)
Koordinat: 4°07′35″S 120°01′55″E / 4.1264°S 120.0319°E / -4.1264; 120.0319
Negara Indonesia
ProvinsiSulawesi Selatan
Hari jadi29 Maret 1399
Ibu kotaSengkang
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
Pemerintahan
 • BupatiDr. H. Amran Mahmud S.Sos., M.Si.
 • Wakil BupatiH. Amran, S.E.
Luas
 • Total2.506,19 km2 (96,765 sq mi)
Populasi
 • Total379.396
 • Kepadatan151,38/km2 (392,1/sq mi)
Demografi
 • AgamaIslam 97,62%
Hindu 0,36
Kristen 0,28%
- Protestan 0,25%
- Katolik 0,03%
Budha 0,03%[2]
 • IPMKenaikan 69,62 (2021)
Sedang [3]
Zona waktuUTC+08:00 (WITA)
Kode BPS
7313 Edit nilai pada Wikidata
Kode area telepon0485
Pelat kendaraanDW xxxx B*
Kode Kemendagri73.13 Edit nilai pada Wikidata
DAURp. 592.275.827.000.-
Situs webwww.wajokab.go.id
Peta Administrasi Kabupaten Wajo

Sejarah

Pembentukan Kerajaan Wajo

Wajo berarti bayangan atau bayang-bayang (wajo-wajo). Kata Wajo dipergunakan sebagai identitas masyarakat sekitar 605 tahun yang lalu yang menunjukkan kawasan merdeka dan berdaulat dari kerajaan-kerajaan besar pada saat itu.

Di bawah bayang-bayang (wajo-wajo, bahasa Bugis, artinya pohon bajo) diadakan kontrak sosial antara rakyat dan pemimpin adat dan bersepakat membentuk Kerajaan Wajo. Perjanjian itu diadakan di sebuah tempat yang bernama Tosora yang kemudian menjadi ibu kota kerajaan Wajo.

Ada versi lain tentang terbentuknya Wajo, yaitu kisah We Tadampali, seorang putri dari Kerajaan Luwu yang diasingkan karena menderita penyakit kusta. Dia dihanyutkan hingga masuk daerah Tosora. Kawasan itu kemudian disebut Majauleng, berasal dari kata maja (jelek/sakit) oli' (kulit). Konon kabarnya dia dijilati kerbau belang di tempat yang kemudian dikenal sebagai Sakkoli (sakke'=pulih; oli=kulit) sehingga dia sembuh.

Saat dia sembuh, beserta pengikutnya yang setia ia membangun masyarakat baru, hingga suatu saat datang seorang pangeran dari Bone (ada juga yang mengatakan Soppeng) yang beristirahat di dekat perkampungan We Tadampali. Singkat kata mereka kemudian menikah dan menurunkan raja-raja Wajo. Wajo adalah sebuah kerajaan yang tidak mengenal sistem to manurung sebagaimana kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan pada umumnya. Tipe Kerajaan Wajo bukanlah feodal murni, tetapi kerajaan elektif atau demokrasi terbatas.

Perkembangan Kerajaan Wajo

Dalam sejarah perkembangan Kerajaan Wajo, kawasan ini mengalami masa keemasan pada zaman La Tadampare Puang Ri Maggalatung Arung Matowa, yaitu raja Wajo ke-6 pada abad ke-15. Islam diterima sebagai agama resmi pada tahun 1610 saat Arung Matowa Lasangkuru Patau Mula Jaji Sultan Abdurrahman memerintah. Hal itu terjadi setelah Gowa, Luwu dan Soppeng terlebih dahulu memeluk agama Islam.

Pada abad ke-16 dan 17 terjadi persaingan antara Kerajaan Makassar (Gowa Tallo) dengan Kerajaan Bugis (Bone, Wajo dan Soppeng) yang membentuk aliansi Tellumpoccoe untuk membendung ekspansi Gowa. Aliansi ini kemudian pecah saat Wajo berpihak ke Gowa dengan alasan Bone dan Soppeng berpihak ke Belanda. Saat Gowa dikalahkan oleh armada gabungan Bone, Soppeng, VOC dan Buton, Arung Matowa Wajo pada saat itu, La Tenri Lai To Sengngeng tidak ingin menandatangani Perjanjian Bungaya.

Akibatnya pertempuran dilanjutkan dengan drama pengepungan Wajo, tepatnya Benteng Tosora selama 3 bulan oleh armada gabungan Bone, di bawah pimpinan Arung Palakka.

Setelah Wajo ditaklukkan, tibalah Wajo pada titik nadirnya. Banyak orang Wajo yang merantau meninggalkan tanah kelahirannya karena tidak sudi dijajah.

Hingga saat datangnya La Maddukkelleng Arung Matowa Wajo, Arung Peneki, Arung Sengkang, Sultan Pasir, dialah yang memerdekakan Wajo sehingga mendapat gelar Petta Pamaradekangngi Wajo (Tuan yang memerdekakan Wajo).

Politik pasifikasi, yang dilancarkan Belanda. memaksa semua kerajaan di Sulawesi Selatan untuk tunduk. Dua sasaran utama Belanda, yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Bone. Saat itu Kerajaan Wajo bersekutu dengan Kerajaan Bone. Wajo mengirim pasukan yang dipimpin oleh Jenerala Cakunu dan La Mappa Daeng Jeppu untuk membantu Kerajaan Bone. Pasukan gabungan berbagai kerajaan sekutu Bone dan Bone akhirnya kalah. Belanda kemudian berperang melawan Ranreng Tuwa. Arung Matowa saat itu, Ishak Manggabarani dipaksa oleh Belanda untuk membayar Sebbu Kati yaitu denda perang dan menandatangani perjanjian pendek. Isi dari Perjanjian pendek tersebut (korte veklaring) adalah tunduknya kerajaan lokal (Kerajaan Wajo) pada pemerintah Belanda.

Belanda kemudian menjadikan Wajo sebagai onderafdeling dengan ibu kota Sengkang. Saat itu, terjadi pemindahan ibu kota dari Tosora ke Sengkang. onderafdeling Wajo (ibu kota Sengkang) bersama onderafdeling Bone (ibu kota Watampone) dan onderafdeling Soppeng (ibu kota Watangsoppeng) dibawahi oleh afdeling Bone (ibu kota Pompanua). Sedang afdeling Bone merupakan salah satu dari beberapa afdeling (Makassar, Gowa, Bonthain, Pare-pare, Palopo) yang dibawahi oleh Provinsi Groote Oost. Sedang Provinsi Groote Oost dibawahi oleh pemerintah Hindia Belanda. Adapun onderafdeling Wajo, membawahi 4 distrik yaitu, Distrik Majauleng, Distrik Sabbamparu, Distrik Takkalalla, dan Distrik Pitumpanua. Tiap Distrik membawahi Wanua.

Kontroversi

Arung Matowa Wajo masih kontroversi, yaitu:

  • Versi pertama, pemegang jabatan Arung Matowa adalah Andi Mangkona Datu Soppeng sebagai Arung Matowa Wajo ke-45, setelah dia terjadi kekosongan pemegang jabatan hingga Wajo melebur ke Republik Indonesia.
  • Versi kedua hampir sama dengan yang pertama, tetapi Ranreng Bettempola sebagai legislatif mengambil alih jabatan Arung Matowa (jabatan eksekutif) hingga melebur ke Republik Indonesia.
  • Versi ketiga, setelah lowongnya jabatan Arung Matowa maka Ranreng Tuwa (H.A. Ninnong) sempat dilantik menjadi pejabat Arung Matowa dan memerintah selama 40 hari sebelum kedaulatan Wajo diserahkan kepada Gubernur Sulawesi saat itu, yaitu Bapak Ratulangi.
Berkas:Administrasi-wajo24.jpg
Peta administrasi Kabupaten Wajo

Geografi

Secara geografis, Kabupaten Wajo terletak pada 3°39' - 4°16' Lintang Selatan dan 119°53' - 120°27' Bujur Timur. Sebagian besar wilayahnya berupa dataran rendah hingga dataran rendah bergelombang dengan ketinggian wilayah 0-520 Mdpl. Hanya sebagian kecil yang berupa perbukitan di bagian utara. Bagian timur berupa dataran rendah dan pesisir Teluk Bone, termasuk pulau-pulau pasir di perairan Teluk Bone. Sedangkan bagian barat merupakan dataran aluvial Danau Tempe-Danau Sidenreng.

Batas wilayah

Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

Utara Kabupaten Sidenreng Rappang dan Kabupaten Luwu
Timur Teluk Bone
Selatan Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Bone
Barat Kabupaten Sidenreng Rappang dan Kabupaten Soppeng

Demografi

Bahasa

Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Wajo adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat satu bahasa daerah di Kabupaten Wajo,[4] yaitu bahasa Bugis (khususnya dialek Wajo).[5]

Pemerintahan

Daftar Bupati

  Bupati Wajo  
No. Potret Bupati Mulai menjabat Akhir menjabat Partai Politik / Fraksi Wakil Bupati Periode Ref.
1   Andi Tandjong 1957 1960 N/A 1
2   Andi Magga Amirullah 1960 1962 N/A 2
3   Andi Bachtiar 1962 1962 N/A 3
4   Andi Hasanuddin Oddang 1962 1967 ABRIAngkatan Darat N/A 4
5   Andi Unru 1967 1978 ABRIAngkatan Darat N/A 5
6   Rustam Effendi 1978 1985 ABRIAngkatan Darat N/A 6
7   Radi Abdullah Gany
(1942–2020)
1985 1993 N/A 7
8   Dachlan Maulana 1993 1999 N/A 8
9   Naharuddin Tinulu 1999 2004 Muhammad Saleh Radjab 9
10   Andi Asmidin
(1942–)
2004 2009 Golkar Muhammad Salam Yahya 10
11   Andi Burhanuddin Unru
(1949–2020)
8 Februari 2009 8 Februari 2014 Golkar Amran Mahmud 11
8 Februari 2014 8 Februari 2019 Andi Syahrir Kube Dauda 12 [6][7]
12   Amran Mahmud
(1970–)
15 Februari 2019 15 Februari 2024 PAN Amran 13
Legenda
  Non-Partisan/Penugasan Pemerintah
  ABRI

Pelaksana tugas Bupati

Berikut daftar Pelaksana Tugas Bupati yang menggantikan Bupati petahana yang sedang cuti kampanye atau dalam masa transisi.

Potret Pelaksana tugas Bupati Mulai jabatan Akhir jabatan Masa Ket. Bupati Definitif
  Amiruddin A
(Pelaksana Harian)
8 Februari 2019 15 Februari 2019 Transisi
  Armayani
(Pelaksana Harian)
15 Februari 2024 21 Februari 2024 [8] Transisi
  Andi Bataralifu
(1971–)
(Penjabat)
21 Februari 2024 Petahana [9] Transisi


Dewan Perwakilan

Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Wajo sejak pembentukannya pada tahun 1959.

Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Wajo dalam dua periode terakhir.

Partai Politik Jumlah Kursi dalam Periode
2014–2019 2019–2024
PKB   3   4
Gerindra   3   6
PDI-P   4   1
Golkar   7   4
NasDem (baru) 2   4
PKS   2   3
PPP   7   3
PAN   4   7
Hanura   2   2
Demokrat   5   5
PBB   1   1
Jumlah Anggota   40   40
Jumlah Partai   11   11
Nomor Ketua Wakil Ketua Periode Keterangan
1 H. Muh. Yunus Panaungi, S.H. H. Risman Lukman
Rahman Rahim
2014 – 2019

Kecamatan

Kabupaten Wajo terdiri dari 14 kecamatan, 48 kelurahan dan 142 desa. Pada tahun 2017, kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.504,06 km² dan jumlah penduduk sebesar 460.719 jiwa dengan sebaran penduduk 184 jiwa/km².[22][23]

Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Wajo, adalah sebagai berikut:

Kode
Kemendagri
Kecamatan Jumlah
Kelurahan
Jumlah
Desa
Status Daftar
Kelurahan
73.13.07 Belawa 3 6 Desa
Kelurahan
73.13.11 Bola 1 10 Desa
Kelurahan
73.13.13 Gilireng 1 8 Desa
Kelurahan
73.13.14 Keera 1 9 Desa
Kelurahan
73.13.05 Majauleng 4 14 Desa
Kelurahan
73.13.09 Maniang Pajo 3 5 Desa
Kelurahan
73.13.02 Pammana 2 14 Desa
Kelurahan
73.13.12 Penrang 1 9 Desa
Kelurahan
73.13.10 Pitumpanua 4 23 Desa
Kelurahan
73.13.01 Sabangparu 3 12 Desa
Kelurahan
73.13.04 Sajoanging 3 6 Desa
Kelurahan
73.13.03 Takkalalla 2 11 Desa
Kelurahan
73.13.08 Tanasitolo 4 15 Desa
Kelurahan
73.13.06 Tempe 16 Kelurahan
TOTAL 48 142

Kabupaten Wajo dulunya terdiri dari 10 kecamatan, akan tetapi sejak tahun 2000 terjadi pemekaran hingga saat ini terdapat 14 kecamatan.

Referensi

  1. ^ a b c "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-09-19. Diakses tanggal 05-12-2018. 
  2. ^ a b "Kabupaten-wajo-dalam-angka-2022". www.wajokab.go.id. Diakses tanggal 22 Maret 2022. 
  3. ^ "Metode baru Indeks Pembangunan Manusia 2020-2021". www.bps.go.id. Diakses tanggal 22 Maret 2022. 
  4. ^ Statistik Kebahasaan 2019. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan. 2019. hlm. 11. ISBN 9786028449182. 
  5. ^ "Bahasa di Provinsi Sulawesi Selatan". Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia. Diakses tanggal 23 Mei 2020. 
  6. ^ KawanAGM (2016-10-22), Bahasa Indonesia: Foto Andi Syahrir Kube Dauda, diakses tanggal 2017-06-25 
  7. ^ "Inilah Profil Bupati dan Wakil Bupati Wajo Periode 2014-2019". mediacelebes.com. 9 Februari 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-20. Diakses tanggal 2 Februari 2017. 
  8. ^ "Pj Gubernur Sulsel Tunjuk Sekda Luwu dan Wajo Jadi Plh Bupati". detik.com. 14 Februari 2024. Diakses tanggal 15 Februari 2024. 
  9. ^ "Pj Gubernur Sulsel Lantik Muhammad Saleh dan Andi Batara Lipu Sebagai Pj Bupati Luwu dan Wajo". sulselprov.go.id. 21 Februari 2024. Diakses tanggal 23 Februari 2024. 
  10. ^ Pemerintahan Republik Indonesia (1959). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1959 (pdf) (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Pemerintahan Republik Indonesia. 
  11. ^ Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Selatan (1981). Sulawesi Selatan Dalam Angka 1981 (pdf) (dalam bahasa Indonesia). Ujung Pandang: Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Selatan. hlm. 24. 
  12. ^ Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Selatan (1982). Sulawesi Selatan Dalam Angka 1982 (pdf) (dalam bahasa Indonesia). Ujung Pandang: Kantor Sensus & Statistik Propinsi Sulawesi Selatan. hlm. 35. 
  13. ^ Lembaga Pemilihan Umum RI (1988). Pemilihan Umum 1987 (Volume 5) (pdf) (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Lembaga Pemilihan Umum. hlm. 218. 
  14. ^ Lembaga Pemilihan Umum RI (1994). Pemilihan Umum 1992 Dari Daerah Ke Daerah (pdf) (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Lembaga Pemilihan Umum. hlm. 448. 
  15. ^ Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan (2002). Sulawesi Selatan Dalam Angka 2002 (pdf) (dalam bahasa Indonesia). Makassar: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan. hlm. 22. 
  16. ^ Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan (2004). Sulawesi Selatan Dalam Angka 2004-2005 (pdf) (dalam bahasa Indonesia). Makassar: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan. hlm. 23–27. 
  17. ^ Suradin, Muhammad Neldy (2013). Fenomena Saudagar Ke Politisi (Studi Kasus Anggota DPRD Kabupaten Wajo); Skripsi (pdf) (dalam bahasa Indonesia). Makassar: Muhammad Neldy Suradin. hlm. 42–43. 
  18. ^ ZAILANI, Akhmad. Wajah Parlemen Daerah di Indonesia. Jakarta: Metro, 2015. ISBN 219-42-5470-8
  19. ^ Bone Pos: [1], diakses 17 Juni 2016 2014
  20. ^ Berita Wajo: [2][pranala nonaktif permanen], diakses 17 Juni 2016
  21. ^ Perolehan Kursi DPRD Wajo 2019-2024
  22. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Desember 2018. Diakses tanggal 3 Oktober 2019. 
  23. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 Oktober 2019. Diakses tanggal 15 Januari 2020. 

Pranala luar