Stasiun Palmerah

stasiun kereta api di Indonesia
Revisi sejak 22 Oktober 2022 02.59 oleh Andra Radithya (bicara | kontrib) (Berdasarkan Perpustakaan Nasional, sepur simpan Palmerah masih terlihat di tahun 1989.)

Stasiun Palmerah (PLM) adalah stasiun kereta api kelas II yang terletak di Jalan Palmerah Timur, Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Meskipun bernama Palmerah, stasiun ini tidak terletak di kecamatan Palmerah, tetapi berada pada perbatasan antara kecamatan Palmerah dengan kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Stasiun kereta api yang terletak pada ketinggian +13 meter ini hanya melayani perjalanan KRL Commuter Line saja.

Stasiun Palmerah
KAI Commuter
R02

Bangunan Stasiun Palmerah.
Lokasi
Koordinat6°12′26.518″S 106°47′50.896″E / 6.20736611°S 106.79747111°E / -6.20736611; 106.79747111
Ketinggian+13 m
Operator
Letak
km 10+116 lintas AngkeTanah Abang
RangkasbitungMerak[1]
Jumlah peronDua peron sisi yang tinggi
Jumlah jalur2:
LayananKRL Commuter Line
Konstruksi
Jenis strukturAtas tanah
Informasi lain
Kode stasiun
KlasifikasiII[2]
Sejarah
Dibuka1 Oktober 1899[3]
Dibangun kembali2015
Elektrifikasi1992-1994
Nama sebelumnyaPaal Merah
Operasi layanan
Stasiun sebelumnya Stasiun berikutnya
Tanah Abang
Terminus
Commuter Line Rangkasbitung
Tanah Abang–Rangkasbitung
Kebayoran
Fasilitas dan teknis
FasilitasTangga naik/turun Musala Toilet Mesin tiket Pemesanan langsung di loket Isi baterai 
Lokasi pada peta
Peta
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Sejarah

Pada masa Hindia Belanda, daerah Palmerah merupakan salah satu kecamatan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang letaknya sangat strategis. Asal mula nama Palmerah berasal dari patok-patok berwarna merah yang terletak di pinggir jalan pada wilayah tersebut, dan masyarakat setempat pun kemudian menyebutnya sebagai Paal Merah. Patok-patok tersebut difungsikan sebagai penanda batas wilayah Batavia ke arah Buitenzorg. Dahulu, jalan ini sering dilewati oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkuasa saat itu ketika ia hendak mengendarai kereta kuda dari Batavia menuju ke Istana Bogor.[4]

Agar mobilitas penumpang dari Batavia menuju Rangkasbitung hingga kawasan Banten semakin lancar, maka pada tahun 1890-an perusahaan Staatsspoorwegen membangun sebuah jalur kereta api beserta stasiun-stasiunnya (termasuk Stasiun Palmerah) yang menghubungkan daerah Duri hingga daerah Rangkasbitung, melewati daerah Tanah Abang. Proyek ini pun selesai pada tahun 1899, dan langsung dijalankan kereta api-kereta api reguler yang melayani rute tersebut.[5][6]

Pada awal era 1960-an, Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) dibangun dalam rangka menjadi tuan rumah Pesta Olahraga Asia 1962, serta paket pembangunan ini diperkirakan juga meliputi 2 buah flyover, yaitu flyover Jalan Arteria Raya yang terletak di daerah Rawa Simprug, dan juga flyover Jalan Tol Dalam Kota yang terletak di daerah Pejompongan. Untuk membantu memudahkan mengirim serta bongkar muat bahan material pembangunan tersebut, dibuatlah sebuah rel cabang dari Stasiun Palmerah menuju ke lokasi pembangunan Gelora Bung Karno. Bahan material pembangunan seperti pasir, batu, kapur, dan sejenisnya dibawa menggunakan angkutan kereta api, material-material ini diambil dari rel cabang di dekat Stasiun Rawa Buntu yang mengarah ke tepi sungai Cisadane. Hal yang sama pun juga pernah terjadi di Stasiun Kebayoran, pada era 1950-60-an stasiun ini sempat memiliki sebuah rel cabang ke arah gudang yang dikelola oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk membongkar muat material-material yang diangkut melalui moda jalur rel guna keperluan pembangunan kota Kebayoran Baru.[7] Gerbong-gerbong pengangkut bahan material pembangunan GBK diparkir di emplasemen Stasiun Palmerah yang kala itu masih memiliki banyak sepur simpan untuk keperluan proyek, dan gerbong tersebut dilangsir menuju ke lokasi pembangunan menggunakan lokomotif uap B51. Serta, kala itu sempat dibuat pula sebuah rel cabang yang mengarah ke Pejompongan untuk keperluan pembangunan Perusahaan Air Minum (PAM), bahan material untuk pembangunan PAM ini dibawa menggunakan angkutan kereta api dan dibongkar di lokasi pembangunan tersebut. Rel cabang yang mengarah ke proyek Gelora Bung Karno hanya dipakai saat sedang masa pembangunan saja serta tidak dipakai lagi saat masa pembangunannya telah berakhir, sampai akhirnya dibongkar pada suatu waktu dan bekas railbednya sudah menjadi Jalan Gelora. Hal yang sama pun juga terjadi pada rel cabang yang mengarah ke proyek Perusahaan Air Minum, rel cabang tersebut hanya dipakai saat sedang masa pembangunan saja dan tidak dipakai lagi saat masa pembangunannya telah berakhir, sampai akhirnya rel cabang ini ditutup pada suatu waktu serta bekas railbednya sudah menjadi pemukiman padat di sebelah Jalan Pejompongan Raya. Rel cabang yang satu ini tidak sepenuhnya dibongkar, namun ada sebagian hanya ditimbun saja dengan tanah maupun aspal. Masih terdapat sisa potongan rel yang terletak di sebuah gang pemukiman padat bekas railbednya, sisa potongan rel ini sengaja tidak dibongkar dan dimanfaatkan oleh warga sebagai jembatan kecil untuk penyeberangan selokan atau got.

 
Sisa rel cabang PAM (dari arah Pejompongan).
 
Sisa rel cabang PAM (dari arah Palmerah).
 
Sisa batang rel.
 
Sisa batang rel.

Pada era 1960-70-an, Stasiun Palmerah memiliki emplasemen yang luas dan jalur yang cukup banyak. Diperkirakan terdapat 5 buah sepur simpan di sebelah kiri emplasemen dan 2 buah sepur badug atau jalur buntu di sebelah kanan emplasemen (dari arah Stasiun Tanah Abang), serta 2 buah jalur untuk lalu-lalang dan persilangan. 5 buah sepur simpan yang berada di sisi kiri emplasemen ini digunakan untuk menyimpan atau stabling gerbong-gerbong barang, yang dimana sepur simpan ini juga pernah digunakan untuk menyimpan rangkaian gerbong guna keperluan pembangunan Stadion Utama Gelora Bung Karno. Sedangkan, 2 buah sepur badug atau jalur buntu yang berada di sisi kanan emplasemen digunakan untuk bongkar muat pasir, batu, kapur, arang kayu, dan sejenisnya. Pada masa itu, lokomotif uap B51, lokomotif C300, serta lokomotif BB300 digunakan untuk kegiatan langsiran di emplasemen Stasiun ini.

Diperkirakan, pada awal era 1990-an sepur-sepur simpan di Stasiun Palmerah ini dibongkar karena sudah tidak diperlukan lagi, dan hanya menyisakan 2 jalur saja untuk lalu-lalang atau persilangan. Bekas sepur-sepur simpan tersebut kemudian dibangun menjadi Jalan Tentara Pelajar di kedua sisi stasiun, baik yang mengarah ke Pejompongan maupun yang mengarah sebaliknya, yaitu ke arah Rawa Simprug.

Pada 1992-1994, jalur lintas Tanah Abang-Serpong pun kemudian dielektrifikasi dengan tiang listrik aliran atas (LAA) model Prancis, salah satunya adalah untuk mendukung perjalanan KRL Serpong Ekspres yang disebut-sebut sebagai cikal bakal dari KRL Green Line. Serta, diperkirakan pada awal era 1990-an ini peron Stasiun Palmerah juga direnovasi menjadi peron yang lebih tinggi.

Pada tahun 2013-2014, Kementerian Perhubungan Indonesia melakukan renovasi secara besar-besaran terhadap stasiun ini menjadi dua tingkat, sehingga kompleks Stasiun Palmerah menjadi semakin luas dan megah. Proyek ini memakan dana sekitar Rp36 miliar, serta diresmikan pada tanggal 6 Juli 2015.[8] Meskipun Stasiun Palmerah sudah direnovasi menjadi sangat megah dan luas, namun bangunan lama stasiun ini yang merupakan peninggalan Staatsspoorwegen masih tetap dipertahankan hingga sekarang.

Penataan lebih lanjut juga dilakukan pada tahun 2020-2021, dengan tujuan untuk mempererat integrasi antarmoda (terutama Transjakarta) serta mempermudah akses bagi pejalan kaki. Penataan ini diresmikan pada 29 September 2021, bersamaan dengan proyek yang serupa di Tebet. Penataan ini dilakukan di bawah PT Moda Integrasi Transportasi Jakarta (MITJ), perusahaan patungan (joint venture) MRT Jakarta, dan PT Kereta Api Indonesia (KAI).[9]

Pada November 2020, Dinas Perhubungan provinsi DKI Jakarta menutup perlintasan sebidang di Stasiun Palmerah secara permanen. Salah satu tujuannya agar menghilangkan pelanggaran lalu lintas yang kerap terjadi di perlintasan tersebut. Hal itu diungkapkan oleh kepala dinas perhubungan provinsi DKI Jakarta, Syafrin Liputo. Ia mengatakan penutupan perlintasan sebidang ini bagian dari penataan kawasan stasiun tahap 2 di Stasiun Palmerah.[10]

Bangunan dan tata letak

Pada era 1960-70-an, Stasiun Palmerah diperkirakan memiliki 9 jalur serta 2 rel cabang. Terdapat 5 buah sepur simpan di sebelah kiri emplasemen dan 2 buah sepur badug/jalur buntu di sebelah kanan emplasemen (dari arah Stasiun Tanah Abang). 5 buah sepur simpan yang berada di sisi kiri emplasemen ini digunakan untuk menyimpan atau stabling gerbong-gerbong barang, yang dimana sepur simpan ini juga pernah digunakan untuk menyimpan rangkaian gerbong guna keperluan pembangunan Stadion Utama Gelora Bung Karno. Sedangkan, 2 buah sepur badug atau jalur buntu yang berada di sisi kanan emplasemen digunakan untuk bongkar muat pasir, batu, kapur, arang kayu, dan sejenisnya. Juga terdapat 2 buah rel cabang yang menuju ke 2 arah yang berbeda, yaitu ke arah Stadion Utama Gelora Bung Karno untuk bongkar muat bahan material pembangunannya, dan ke arah Pejompongan untuk bongkar muat bahan material pembangunan Perusahaan Air Minum (PAM).

Diperkirakan, pada awal era 1990-an sepur-sepur simpan di Stasiun Palmerah ini dibongkar karena sudah tidak diperlukan lagi, dan hanya menyisakan 2 jalur saja untuk lalu-lalang atau persilangan. Bekas sepur-sepur simpan tersebut kemudian dibangun menjadi Jalan Tentara Pelajar di kedua sisi stasiun, baik yang mengarah ke Pejompongan maupun yang mengarah sebaliknya, yaitu ke arah Rawa Simprug.

Pada awal era 2000-an, Stasiun Palmerah memiliki 2 jalur, dengan jalur 1 (sebagai sepur lurus) dan jalur 2 (sebagai sepur belok). Sejak pengoperasian jalur ganda di lintas Tanah Abang-Serpong per 4 Juli 2007, tata letak stasiun ini dirombak dengan menambahkan jalur 2 sebagai sepur lurus baru.[11]

Pada tahun 2013-2014, Kementerian Perhubungan Indonesia melakukan renovasi secara besar-besaran terhadap stasiun ini menjadi dua tingkat, sehingga kompleks Stasiun Palmerah menjadi semakin luas dan megah. Proyek ini memakan dana sekitar Rp36 miliar, serta diresmikan pada tanggal 6 Juli 2015.[8] Meskipun Stasiun Palmerah sudah direnovasi menjadi sangat megah dan luas, namun bangunan lama stasiun ini yang merupakan peninggalan Staatsspoorwegen masih tetap dipertahankan hingga sekarang.

Penataan lebih lanjut juga dilakukan pada tahun 2020-2021, dengan tujuan untuk mempererat integrasi antarmoda (utamanya Transjakarta) serta mempermudah akses bagi pejalan kaki. Penataan ini diresmikan pada 29 September 2021 bersamaan dengan proyek yang serupa di Tebet, penataan ini dilakukan di bawah PT Moda Integrasi Transportasi Jakarta (MITJ), perusahaan patungan (joint venture) MRT Jakarta, dan PT Kereta Api Indonesia (KAI).[9]

Pada November 2020, Dinas Perhubungan provinsi DKI Jakarta menutup perlintasan sebidang di Stasiun Palmerah secara permanen. Salah satu tujuannya agar menghilangkan pelanggaran lalu lintas yang kerap terjadi di perlintasan tersebut. Hal itu diungkapkan oleh kepala dinas perhubungan provinsi DKI Jakarta, Syafrin Liputo. Ia mengatakan penutupan perlintasan sebidang ini bagian dari penataan kawasan stasiun tahap 2 di Stasiun Palmerah.[10]

 

  R02  

G Bangunan utama stasiun
P
Lantai peron
Peron sisi, pintu terbuka di sebelah kanan
Jalur 1 (Kebayoran)      Commuter Line Rangkasbitung menuju Serpong/Tigaraksa/Rangkasbitung
Jalur 2      Commuter Line Rangkasbitung menuju Tanah Abang (Tanah Abang)
Peron sisi, pintu terbuka di sebelah kanan


Layanan kereta api

Komuter

Nama kereta api Tujuan akhir Keterangan
  Lin Rangkasbitung Tanah Abang -
Rangkasbitung

Antarmoda pendukung

Jenis angkutan umum Trayek Tujuan
Bus kota Transjakarta 1B (Non BRT) Stasiun Palmerah-Tosari
1F (Non BRT) Stasiun Palmerah-Bundaran Senayan
8C (MetroTrans) Stasiun Tanah Abang-Pasar Kebayoran Lama
9E (Non BRT) Jelambar-Pasar Kebayoran Lama

Galeri

Referensi

  1. ^ Subdit Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero). 
  2. ^ a b Buku Informasi Direktorat Jenderal Perkeretaapian 2014 (PDF). Jakarta: Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 1 Januari 2020. 
  3. ^ Staatsspoorwegen (1921–1932). Verslag der Staatsspoor-en-Tramwegen in Nederlandsch-Indië 1921-1932. Batavia: Burgerlijke Openbare Werken. 
  4. ^ H.M., Zaenuddin (2012). 212 Asal Usul Djakarta Tempo Doeloe. Ufuk Press.  sebagaimana dikutip dalam Maskur, Fatkhul (6 Januari 2015). "Tahukah Anda Nama Palmerah di Jakarta Barat?". Bisnis.com. Diakses tanggal 15 Oktober 2017. 
  5. ^ "Haltestempels Nederlands Indië: SS-WL". Studiegroep Zuid-West Pacific. Diakses tanggal 15 Oktober 2017. 
  6. ^ Oegema, J.J.G. (1982). De Stoomtractie op Java en Sumatra. Antwerpen: Kluwer Technische Boeken B.V. 
  7. ^ A, Susanto. "Stasiun Keabyoran Ambles?". Stasiun Kebayoran Ambles?. 
  8. ^ a b Rahayu, Juwita Trisna (6 Juli 2015). "Menhub resmikan Stasiun Palmerah dan jalur ganda". Antaranews.com. Diakses tanggal 15 Oktober 2017. 
  9. ^ a b antaranews.com (2021-09-29). "Penataan Stasiun Tebet dan Palmerah wujudkan integrasi antarmoda". Antara News. Diakses tanggal 2021-09-29. 
  10. ^ a b Kusuma, Hendra. "Perlintasan Sebidang Palmerah Ditutup buat Minimalisir Kecelakaan". detikfinance. Diakses tanggal 2022-07-02. 
  11. ^ "SBY Resmikan Stasiun Serpong, Lalu Lintas KA Tetap Normal". detiknews. Diakses tanggal 2017-10-18. 
Stasiun sebelumnya   Lintas Kereta Api Indonesia Stasiun berikutnya
Kebayoran
ke arah Merak
Merak–Tanah Abang Tanah Abang
Terminus

6°12′27″S 106°47′52″E / 6.2073865°S 106.7976405°E / -6.2073865; 106.7976405{{#coordinates:}}: tidak bisa memiliki lebih dari satu tag utama per halaman