Barisan Pengawal Negara Sumatera Timur
Barisan Pengawal Negara Sumatera Timur adalah kesatuan militer yang berasal dari masyarakat Negara Sumatera Timur. Dibentuk pada tanggal 1 November 1947 oleh Negara Sumatera Timur atas persetujuan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Korps ini lebih dikenal sebagai Blaupijepers karena warna seragamnya yang bewarna biru. Barisan Pengawal Negara Sumatera Timur terbentuk ketika terjadinya kekacauan yang melanda wilayah Sumatera Timur akibat adanya Agresi Militer Belanda I pada Juli 1947 . Barisan tersebut bertugas sebagai Korps Keamanan dan bertanggung jawab atas keamanan Negara Sumatera Timur. Barisan ini juga bertugas membantu pasukan Belanda dalam mensuplai dalam urusan logistik (makanan dan minuman) saat terjadinya perang di dalam negeri serta menjaga pos pertahanan milik Belanda.
Latar Belakang Pembentukan
Barisan Pengawal Negara Sumatera Timur berhubungan dengan Negara Sumatera Timur. Sebelum menjadi sebuah Negara, wilayah Sumatera Timur terdiri dari 12 wilayah yang sekarang menjadi wilayah di Provinsi Sumatera Utara yaitu: seperti Langkat, Deli Serdang, Asahan, Labuhan Batu, Tanah Karo, Simalungun, Tanjung Balai, Pematang Siantar, Tebing Tinggi, Medan, dan Binjai. Karena wilayahnya yang luas dan strategis akan sumber daya alamya yaitu perkebunan karet dan minyak, maka dengan alasan itu pemerintah Belanda mempertahankan dan membentuk Negara Sumatera Timur.[1] Selain itu terjadinya agresi militer Belanda I membuat masyarakat dan bangsawan Simalungun mati mengenaskan akibat Agresi Militer Belanda I. Pemerintah Republik tidak mampu menghentikan kekerasan akibat agresi militer Belanda I, maka masyarakat Sumatera Timur menginginkan sebuah revolusi dengan terbentuknya Daerah Istimewa Sumatera Timur pada 25 Desember 1947. Pada 15 sampai 17 November tahun 1947 Dewan Sumatera Timur menyelenggarakan sidang dan memilih Tengku Mansur sebagai wali negara dan mengangkat raja Kaliamsyah Sinaga sebagai wakil wali negara Sumatera Timur. Berdasarkan peraturan yang ada dalam Staatsblad No. 14 tahun 1948, Negara Sumatera Timur terbentuk pada Januari 1948.[2]
Sebelum resmi berdirinya Negara Sumatera Timur, di Negara Sumatera Timur terdapat barisan istimewa yang bertugas sebagai korps keamanan. Pasukan barisan istimewa ini terbentuk ketika adanya Agresi Militer Belanda I pada Juli 1947. Barisan istimewa ini terbentuk di berbagai wilayah diantaranya: Tanjungbalai, Tebingtinggi, Lubukpakam, Brastagi, Kabanjahe, Binjai, dan Tanjungpura yang masing-masing wilayahnya dipimpin oleh seseorang yang ditunjuk Djomat Purba. Djomat Purba sendiri adalah Inspektur Polisi Negara Republik Indonesia yang bertugas sebagai komandan seluruh tentara federal dengan pangkat letnan kolonel[3] atau saat ini Perwira Menengah.
Persyaratan Masuk
Ada bebebrapa persyaratan yang harus dilewati oleh para calon Barisan Pengawal Negara Sumatera Timur diantaranya ada beberapa tahap; tahap awal yaitu pengukuran fisik (seperti tinggi badan dan berat badan ideal) dan batas umur dibawah tiga puluh (30) tahun, setelah melewati tahap awal, maka calon peserta memasuki tahap wawancara yang dilakukan oleh Kepala Departemen Keamanan Negara Sumatera Timur dan Djomat Purba yang bertugas sebagai Komandan Barisan Pengawal Negara Sumatera Timur. Tahap terakhir, para calon barisan pengawal Negara Sumatera Timur harus lulus test kesehatan yang dilakukan di Rumah Sakit Militer yang ada di Medan. Bagi calon yang lolos seluruh tahapan seleksi, mereka akan dibawa ke asrama Barisan Pengawal Negara Sumatera Timur di daerah Binjai. Di asrama, para calon yang lolos seleksi menjadi Barisan Pengawal Negara Sumatera Timur diberikan pakaian seperti miiter dan persenjataan. Di asrama tersebut, mereka dilatih baris-berbaris sebelum mengikuti pelatihan dasar kemiliteran atau diklatsar di daerah Prins Bernhard Infanterieschool, Cimahi, Jawa Barat.
Para peserta dilatih dasar kemiliteran oleh instruktur dari Tentara Kerajaan Hindia Belanda atau tentara KNIL dibawah pmpinan Letkol T.J.W.F.M Suphert. KNIL atau Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger merupakan tentara dari Kerajaan Hindia Belanda yang tugasnya mengamankan pemberontakan di dalam negeri (Hindia Belanda) dan tidak dikhususkan untuk menghadapi perang internasional. Pasukan KNIL sendiri terdiri dari orang-orang pribumi kalangan masyarakat menengah[4] dan mengenyam pendidikan dimasa pemerintahan kolonial Belanda. Dengan dilatihnya barisan pengawal Negara Sumatera Timur oleh pelatih militer dari KNIL, dapat dikatakan mereka bukanlah tentara federal sembarangan, tetapi memiliki kemampuan dalam mempertahankan suatu wilayah dengan memperoleh latihan dasar kemiliteran.
Pro dan Kontra terhadap Barisan Pengawal
Setiap organisasi yang dibentuk tidak terlepas yang namanya pro dan kontra. Begitupun ketika pembentukan barisan pengawal Negara Sumatera Timur. Perdebatan terjadi antara pihak Negara Indonesia Timur dengan pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Departemen Perang Hindia Belanda membentuk Barisan Pengawal tersebut sebagai korps keamanan serta dibebani tugas kepolisian dan tidak untuk berperang mempertahankan wilayah. Sedangkan dari pemimpin Negara Sumatera Timur, barisan pengawal Negara Sumatera Timur menjadi kesatuan militer yang berdiri sendiri (berdikari) atas Negara Sumatera Timur, terpisah dari komando KNIL, dan bertanggung jawab atas wilayah Negara Sumatera Timur.
Struktur
Kepala Departemen Keamanan Negara Sumatera Timur adalah Tuanku Saibun. Kemudian Komandan dan Wakil Komandan Barisan Pengawal dijabat oleh Kolonel Djomat Purba dan Mayor Manus Manik. Sedangkan pemimpin batalyon sebagai berikut
- Batalyon I (Simalungun): Kapten Binsara Sinaga
- Batalyon II (Langkat): Kapten T. Jafar
- Batalyon III (Tanah Karo-Sipispis): Kapten Nokov Bangun
- Batalyon IV (Kompi Bantuan Senjata Berat): Letda Sinaga
Kemudian Staf Umum diisi oleh Letnan I Blucher Sianipar, Letnan I Silitonga, dan Letnan I T.M. Ali.[5]
Bubarnya Barisan Pengawal
Seiring dengan dibentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS) hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) pada akhir tahun 1949, dibentuk pula Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) merupakan gabungan dari KNIL dan Tentara Nasional Indonesia. Dengan begitu, Barisan Pengawal Negara Sumatera Timur pun melebur kedalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat. Selain itu, pada tanggal 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno membubarkan Republik Indonesia Serikat dan mengembalikan Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, Negara Sumatera Timur dan beberapa negara lainnya bergabung ke Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Negara Sumatera Timur dibubarkan.[6]
Referensi
- ^ Mursal, Irhas Fansuri (15 Desember 2020). "Lima Negara Bagian Terpenting Dalam Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)1949-1950". Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu-Ilmu Sosial. 2 (2): 224.
- ^ Pramisti, Nurul Qomariyah. "Sumatera Timur Tanah Kucinta, Sumatera Timur Indonesia". tirto.id. Diakses tanggal 2021-10-20.
- ^ Matanasi, Petrik. "Mantan Tentara Federal Sumatra Timur Menumpas Angkatan Oemat Islam". tirto.id. Diakses tanggal 2021-10-20.
- ^ "Orang-orang Pribumi yang Jadi Petinggi Tentara Belanda (KNIL)". VOI - Waktunya Merevolusi Pemberitaan. Diakses tanggal 2021-10-20.
- ^ T. Lukman, Sinar Basarshah (2006). Bangun, dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur. Medan: Yayasan Kesultanan Serdang.
- ^ Media, Kompas Cyber (2021-06-16). "Negara Sumatera Timur (RIS) Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2021-10-20.