Karel Sadsuitubun

pahlawan nasional Indonesia
Revisi sejak 26 Oktober 2022 10.07 oleh Kamil Razaq (bicara | kontrib) (Perbaikan tata bahasa)

inspektur polisi dua Anumerta Karel Sadsuitubun[2] atau salah ditulis sebagai Karel Satsuit Tubun (14 Oktober 1928 – 1 Oktober 1965) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang merupakan salah seorang korban Gerakan 30 September pada tahun 1965. Ia adalah pengawal dari J. Leimena. Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Karena merupakan salah satu korban Gerakan 30 September, beliau diangkat menjadi seorang Pahlawan Revolusi.

Karel Sadsuitubun
Perangko Karel Sadsuitubun keluaran tahun 1966
Informasi pribadi
Lahir
Karel Sadsuitubun

(1928-10-14)14 Oktober 1928
Tual, Maluku Tenggara
Meninggal1 Oktober 1965(1965-10-01) (umur 36)
Jakarta, Indonesia
Suami/istriMargaretha Waginah
AnakPhilipus Sumarno
Petrus Indro Waluyo
Linus Paulus Suprapto
PekerjaanPolisi
Penghargaan Pahlawan Revolusi - KPLB Anumerta
Karier militer
Pihak Indonesia
Dinas/cabang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Masa dinas1945 - 1965
Pangkat Ajun Inspektur Polisi Dua (Anumerta)
SatuanBrigade Mobil
Penghargaan militerBintang Republik Indonesia Adipradana (1965)[1]
Pangkat terakhirnya adalah Agen Polisi Tingkat II, tetapi karena gugur dalam tugas, maka diberikan Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) menjadi Ajun Inspektur Polisi Dua (Anumerta).
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Biografi

Karel Sadsuitubun lahir di Tual, Maluku Tenggara pada tanggal 14 Oktober 1928. Ketika telah dewasa ia memutuskan untuk masuk menjadi anggota POLRI. Ia pun diterima, lalu mengikuti Pendidikan Polisi, setelah lulus, ia ditempatkan di Kesatuan Brimob Ambon dengan Pangkat Agen Polisi Kelas Dua atau sekarang Bhayangkara Dua Polisi. Ia pun ditarik ke Jakarta dan memiliki pangkat Agen Polisi Kelas Satu atau sekarang Bhayangkara Satu Polisi.

Suatu ketika Bung Karno mengumandangkan Trikora yang isinya menuntut pengembalian Irian Barat kepada Indonesia dari tangan Belanda. Seketika pula dilakukan Operasi Militer, ia pun ikut serta dalam perjuangan itu. Setelah Irian barat berhasil dikembalikan, ia diberi tugas untuk mengawal kediaman Wakil Perdana Menteri, Dr. J. Leimena di Jakarta. Berangsur-angsur pangkatnya naik menjadi Brigadir Polisi.

Kematian

Karena mengganggap para pimpinan Angkatan Darat sebagai penghalang utama cita-citanya. Maka PKI merencanakan untuk melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap sejumlah Perwira Angkatan Darat yang dianggap menghalangi cita-citanya. Salah satu sasarannya adalah Jenderal A.H. Nasution yang bertetangga dengan rumah Dr. J. Leimena. Gerakan itu pun dimulai, ketika itu ia kebagian tugas jaga pagi. Maka, ia menyempatkan diri untuk tidur. Para penculik pun datang, pertama-tama mereka menyekap para pengawal rumah Dr. J. Leimena. Karena mendengar suara gaduh maka K. Sadsuitubun pun terbangun dengan membawa senjata ia mencoba menembak para gerombolan PKI tersebut. Malang, gerombolan itu pun juga menembaknya. Karena tidak seimbang K. Sadsuitubun pun tewas seketika setelah peluru penculik menembus tubuhnya.[3]

Pemberian gelar

Atas segala jasa-jasanya selama ini, serta turut menjadi korban Gerakan 30 September maka pemerintah memasukannya sebagai salah satu Pahlawan Revolusi Indonesia, bersama dengan Jenderal Ahmad Yani, Letjen R. Suprapto, Letjen M.T. Haryono, Letjen S. Parman, Mayjen Sutoyo, Mayjen D.I. Pandjaitan, Brigjen Katamso, Kolonel Sugiono dan Kapten CZI Pierre Tendean. Selain itu pula pangkatnya dinaikkan menjadi Ajun Inspektur Dua Polisi. Namanya juga kini diabadikan menjadi nama sebuah Kapal Perang Republik Indonesia dari fregat kelas Ahmad Yani dengan nama KRI Karel Sadsuitubun.[4]

Penghormatan

Pemerintah Indonesia memberi penghormatan atas jasa dan perjuangan Karel Sadsuitubun, dengan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional dan mengabadikan namanya pada Bandar Udara Karel Sadsuitubun di Ibra, Kei Kecil, Maluku Tenggara. Pemerintah juga mengabadikan namanya pada kapal perang KRI Karel Satsuit Tubun.

Lihat pula

Referensi