Ida Anak Agung Gde Agung

Pahlawan Revolusi Kemerdekaan
Revisi sejak 2 November 2022 16.26 oleh Bot5958 (bicara | kontrib) (Perbarui referensi situs berita Indonesia)

Dr. Ida Anak Agung Gde Agung (24 Juli 1921 – 22 April 1999) adalah ahli sejarah dan tokoh politik Indonesia. Di Bali ia juga berposisi sebagai raja Gianyar, menggantikan ayahnya Anak Agung Ngurah Agung. Anaknya, Anak Agung Gde Agung, adalah Menteri Masalah-masalah Kemasyarakatan pada Kabinet Persatuan Nasional.

Ida Anak Agung Gde Agung
Ida Anak Agung Gde Agung pada Konferensi Meja Bundar (1948)
Menteri Luar Negeri Indonesia ke-8
Masa jabatan
12 Agustus 1955 – 24 Maret 1956
PresidenSoekarno
Perdana MenteriBurhanuddin Harahap
Sebelum
Pendahulu
Sunarjo
Sebelum
Perdana Menteri Negara Indonesia Timur
Masa jabatan
15 Desember 1947 – 27 Desember 1949
PresidenTjokorda Gde Raka Soekawati
Informasi pribadi
Lahir(1921-07-24)24 Juli 1921
Gianyar, Bali, Hindia Belanda
Meninggal22 April 1999[1]
Indonesia Gianyar, Bali, Indonesia
KebangsaanIndonesia
AlmamaterRechtshoogeschool te Batavia
Universitas Utrecht
PekerjaanPolitikus, sejarawan
ProfesiDiplomat
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini
Ida Anak Agung Gde Agung dalam percakapan dengan Sultan Hamid II dari Pontianak (tahun 1949)

Anak Agung meraih gelar Sarjana hukum (Mr.) dari Rechtshoogeschool te Batavia[2] dan gelar doktor di Universitas Utrecht, Belanda, di bidang sejarah.

Pengalaman pertama Pardjo yaitu dari Pembela Tanah Air (PETA), suatu kesatuan militer bentukan pemerintah Jepang semasa menduduki Indonesia sejak 1942 (William Henry Newell, Japan in Asia 1942-1945, 1981:38)[3].

Karier politik

Pada 1947 ia menjadi Perdana Menteri Negara Indonesia Timur. Dia mau kerja sama adalah dengan Republik Indonesia. Dia juga ingin bekerja sama dengan Partai Republik, yang disebut " Politik Sintesis " . Dia berhasil di negara bagian untuk mengambil posisi lebih independen. Partai Republik mengakui sebagai hasilnya, pada tahun 1948, Indonesia Timur, bahkan sebagai negara. Hasilnya adalah bahwa ada Partai Republik lainnya di Eastern Indonesia bersedia bekerja sama atau setidaknya penentangan mereka terhadap negara dimoderasi. Tetapi kontras antara "federalis" dan "Unitarian" (Republiken) tetap.

Ia pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri maupun Menteri Luar Negeri pada era pemerintahan Presiden Soekarno. Selain itu, ia pernah menjabat pula sebagai Dubes RI di Belgia (1951), Portugal, Prancis (1953), dan Austria.

 
Perdana Menteri Ida Anak Agung Gde Agung setelah pelantikan Dewan Minahasa (tahun 1948)

Penghargaan

Pada tanggal 6 November 2007 berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 068/TK/Tahun 2007 almarhum dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono[4].Keputusan tersebut menimbulkan pro-kontra dari beberapa pihak yang menganggap Anak Agung sebagai oportunis dan musuh Republik. Sepak-terjangnya pada masa perjuangan kemerdekaan melawan penjajah dinilai menghancurkan perjuangan republikan.[5]

Karyanya

Rujukan

  1. ^ Dr. Ida anak Agung Gde Agung
  2. ^ "RHS: Kampus Hukum Pertama di Indonesia". Tirto.id. Diakses tanggal 2019-09-22. 
  3. ^ Handayani, Maulida Sri. "Pardjo, Ajudan Jenderal yang Dua Kali Jadi Menteri". Tirto.id. Diakses tanggal 2022-08-25. 
  4. ^ Luhur Hertanto 9 Almarhum Dapat Gelar Pahlawan & Tanda Kehormatan. DetikNews 9 November 2007.
  5. ^ Matanasi, Petrik (28 Juni 2018). "Penjilat Pantat Nederland dan Kontroversi Anak Agung Gde Agung". Tirto.id. Diakses tanggal 22 September 2019. 

Pranala luar

Jabatan diplomatik
Didahului oleh:
Laili Roesad
Duta Besar Indonesia untuk Austria
1970–1977
Diteruskan oleh:
Abdullah Kamil
Didahului oleh:
Nazir Datuk Pamoentjak
Duta Besar Indonesia untuk Prancis
1953–1955
Diteruskan oleh:
Soesanto Tirtoprodjo
Posisi baru Duta Besar Indonesia untuk Belgia
1949–1953
Diteruskan oleh:
Mohammad Razif
Jabatan politik
Didahului oleh:
Sunarjo
Menteri Luar Negeri Indonesia
1955–1956
Diteruskan oleh:
Roeslan Abdulgani
Didahului oleh:
Semuel Jusof Warouw
Perdana Menteri Negara Indonesia Timur
1947–1949
Diteruskan oleh:
Jan Engelbert Tatengkeng