Ida Anak Agung Gde Agung
Dr. Ida Anak Agung Gde Agung (24 Juli 1921 – 22 April 1999) adalah ahli sejarah dan tokoh politik Indonesia. Di Bali ia juga berposisi sebagai raja Gianyar, menggantikan ayahnya Anak Agung Ngurah Agung. Anaknya, Anak Agung Gde Agung, adalah Menteri Masalah-masalah Kemasyarakatan pada Kabinet Persatuan Nasional.
Ida Anak Agung Gde Agung | |
---|---|
Menteri Luar Negeri Indonesia ke-8 | |
Masa jabatan 12 Agustus 1955 – 24 Maret 1956 | |
Presiden | Soekarno |
Perdana Menteri | Burhanuddin Harahap |
Perdana Menteri Negara Indonesia Timur | |
Masa jabatan 15 Desember 1947 – 27 Desember 1949 | |
Presiden | Tjokorda Gde Raka Soekawati |
Informasi pribadi | |
Lahir | Gianyar, Bali, Hindia Belanda | 24 Juli 1921
Meninggal | 22 April 1999[1] Gianyar, Bali, Indonesia |
Kebangsaan | Indonesia |
Almamater | Rechtshoogeschool te Batavia Universitas Utrecht |
Pekerjaan | Politikus, sejarawan |
Profesi | Diplomat |
Sunting kotak info • L • B |
Anak Agung meraih gelar Sarjana hukum (Mr.) dari Rechtshoogeschool te Batavia[2] dan gelar doktor di Universitas Utrecht, Belanda, di bidang sejarah.
Pengalaman pertama Pardjo yaitu dari Pembela Tanah Air (PETA), suatu kesatuan militer bentukan pemerintah Jepang semasa menduduki Indonesia sejak 1942 (William Henry Newell, Japan in Asia 1942-1945, 1981:38)[3].
Karier politik
Pada 1947 ia menjadi Perdana Menteri Negara Indonesia Timur. Dia mau kerja sama adalah dengan Republik Indonesia. Dia juga ingin bekerja sama dengan Partai Republik, yang disebut " Politik Sintesis " . Dia berhasil di negara bagian untuk mengambil posisi lebih independen. Partai Republik mengakui sebagai hasilnya, pada tahun 1948, Indonesia Timur, bahkan sebagai negara. Hasilnya adalah bahwa ada Partai Republik lainnya di Eastern Indonesia bersedia bekerja sama atau setidaknya penentangan mereka terhadap negara dimoderasi. Tetapi kontras antara "federalis" dan "Unitarian" (Republiken) tetap.
Ia pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri maupun Menteri Luar Negeri pada era pemerintahan Presiden Soekarno. Selain itu, ia pernah menjabat pula sebagai Dubes RI di Belgia (1951), Portugal, Prancis (1953), dan Austria.
Penghargaan
Pada tanggal 6 November 2007 berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 068/TK/Tahun 2007 almarhum dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono[4].Keputusan tersebut menimbulkan pro-kontra dari beberapa pihak yang menganggap Anak Agung sebagai oportunis dan musuh Republik. Sepak-terjangnya pada masa perjuangan kemerdekaan melawan penjajah dinilai menghancurkan perjuangan republikan.[5]
Karyanya
- Agung, Ide Anak Agung Gde (1973). Twenty years Indonesian foreign policy 1945-1965 (dalam bahasa Inggris). The Hague: Mouton.
- Agung, Ide Anak Agung Gde (1993). Kenangan masa lampau: zaman kolonial Hindia Belanda dan zaman pendudukan Jepang di Bali. Yayasan Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-156-2.
- Agung, Ide Anak Agung Gde (1995). Persetujuan Linggajati: prolog & epilog. Yayasan Pustaka Nusatama bekerja sama dengan Sebelas Maret University Press. ISBN 978-979-8628-22-1.
- Agung, Ide Anak Agung Gde (1996) [1995]. From the Formation of the State of East Indonesia Towards the Establishment of the United States of Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diterjemahkan oleh Linda Owens. Yayasan Obor. ISBN 979-461-216-2.
Rujukan
- ^ Dr. Ida anak Agung Gde Agung
- ^ "RHS: Kampus Hukum Pertama di Indonesia". Tirto.id. Diakses tanggal 2019-09-22.
- ^ Handayani, Maulida Sri. "Pardjo, Ajudan Jenderal yang Dua Kali Jadi Menteri". Tirto.id. Diakses tanggal 2022-08-25.
- ^ Luhur Hertanto 9 Almarhum Dapat Gelar Pahlawan & Tanda Kehormatan. DetikNews 9 November 2007.
- ^ Matanasi, Petrik (28 Juni 2018). "Penjilat Pantat Nederland dan Kontroversi Anak Agung Gde Agung". Tirto.id. Diakses tanggal 22 September 2019.
Pranala luar
Jabatan diplomatik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Laili Roesad |
Duta Besar Indonesia untuk Austria 1970–1977 |
Diteruskan oleh: Abdullah Kamil |
Didahului oleh: Nazir Datuk Pamoentjak |
Duta Besar Indonesia untuk Prancis 1953–1955 |
Diteruskan oleh: Soesanto Tirtoprodjo |
Posisi baru | Duta Besar Indonesia untuk Belgia 1949–1953 |
Diteruskan oleh: Mohammad Razif |
Jabatan politik | ||
Didahului oleh: Sunarjo |
Menteri Luar Negeri Indonesia 1955–1956 |
Diteruskan oleh: Roeslan Abdulgani |
Didahului oleh: Semuel Jusof Warouw |
Perdana Menteri Negara Indonesia Timur 1947–1949 |
Diteruskan oleh: Jan Engelbert Tatengkeng |