Pakubuwana IV
Sri Susuhunan Pakubuwana IV (sering disingkat sebagai PB IV; 2 September 1768 – 2 Oktober 1820) adalah susuhunan ketiga Surakarta yang memerintah tahun 1788–1820. Ia dijuluki sebagai Sunan Bagus, karena naik takhta dalam usia muda dan berwajah tampan.
Pakubuwana IV ꦦꦑꦸꦨꦸꦮꦟ꧇꧔꧇ | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Sri Susuhunan Pakubuwana IV | |||||||||
Susuhunan Surakarta | |||||||||
Berkuasa | 1788 – 1820 | ||||||||
Pendahulu | Pakubuwana III | ||||||||
Penerus | Pakubuwana V | ||||||||
Gubernur Jenderal | Willem Arnold Alting Pieter van Overstraten Johannes Siberg Albertus Wiese Herman Willem Daendels Jan Willem Janssens G.A.G.Ph. van der Capellen | ||||||||
Gubernur Letnan Inggris | Lord Minto Thomas Stamford Raffles John Fendall | ||||||||
Kelahiran | 2 September 1768 Karaton Surakarta, Surakarta Hadiningrat | ||||||||
Kematian | 2 Oktober 1820 Surakarta, Hindia Belanda | (umur 52)||||||||
Pemakaman | |||||||||
| |||||||||
Wangsa | Mataram | ||||||||
Ayah | Pakubuwana III | ||||||||
Ibu | GKR. Kencana | ||||||||
Agama | Islam |
Nama aslinya adalah Raden Mas Subadya, putra Pakubuwana III yang lahir dari permaisuri GKR. Kencana, keturunan Sultan Demak. Ia dilahirkan tanggal 2 September 1768 dan naik takhta tanggal 29 September 1788, dalam usia 20 tahun.
Pemerintahan
Pakubuwana IV adalah susuhunan Surakarta yang penuh cita-cita dan keberanian, berbeda dengan ayahnya yang kurang cakap. Ia adalah pemeluk Islam yang taat dan mengangkat para ulama dalam pemerintahan.[1] Hal ini tentu saja ditentang para pejabat berkecenderungan mistik yang sudah mapan di istana.
Pakubuwana IV dalam babad-babad sejarah politik lebih dikenal melalui ambisi besarnya untuk mempersatukan kembali Surakarta dengan Yogyakarta, yang berujung kepada dua peristiwa besar, yakni Pakepung (pengepungan Kasunanan oleh tentara Madura, Yogyakarta dan Mangkunagaran pada tahun 1790) serta Sepehi.[2]
Peristiwa Pakepung
Keadaan Surakarta semakin tegang. Para pejabat yang tersisih berusaha mengajak VOC untuk menghadapi raja. Pakubuwana IV sendiri membenci VOC terutama atas sikap residen Surakarta bernama W.A. Palm yang korup.
Residen Surakarta pengganti Palm yang bernama Andries Hartsinck terbukti mengadakan pertemuan rahasia dengan Pakubuwana IV. VOC mulai cemas dan menduga Hartsinck dimanfaatkan Pakubuwana IV sebagai alat perusak dari dalam.
VOC akhirnya bersekutu dengan Hamengkubuwana I dan Mangkunegara I untuk menghadapi Pakubuwana IV. Pada November 1790 VOC bersama mereka mengepung Keraton Surakarta. Mereka menyerang dari tiga arah. Dari selatan oleh Hamengkubuana I, arah utara oleh Mankunegara I dan arah barat oleh pasukan VOC.[3] Dari dalam istana sendiri, para pejabat senior yang tersisih ikut menekan Pakubuwana IV agar menyingkirkan para penasihat rohaninya. Peristiwa ini disebut Pakepung.
Pakubuwana IV akhirnya mengaku kalah pada 26 November 1790 dengan menyerahkan para penasihatnya yang terdiri dari para haji untuk dibuang VOC.
Mendirikan Pesantren Jamsaren
Pakubuwana IV memberi izin kepada Kyai Jamsari untuk mendirikan sebuah pondok pesantren yang kemudian diberi nama Pesantren Jamsaren. Setiap tahun, Pakubuwana IV memberi donasi ke pesantren sebagai wujud kepedulian terhadap perkembangan pendidikan islam di Surakarta. Pesantren Jamsaren sempat dibubarkan oleh pemerintah kolonial karena keterlibatannya dalam Perang Diponegoro sehingga mengakibatkan pengembangan pendidikan islam di Surakarta mengalami stagnansi. Setelah ditutup selama kurang lebih 40 tahun, Pesantren Jamsaren kembali beroperasi pada masa Pakubuwana X.[3]
Akhir Pemerintahan
Pakubuwana IV masih menjadi raja Surakarta tanpa diturunkan Inggris. Sebaliknya, ia mengalami pergantian pemerintah penjajah, dari Inggris kembali kepada Belanda pada 1816.
Pakubuwana IV meninggal dunia pada 2 Oktober 1820. Ia digantikan putranya yang bergelar Pakubuwana V. Semasa hidupnya, Pakubuwana IV dikenal sebagai Sinuhun Wali karena ia terkenal sangat dekat dengan kaum ulama. Lagi pula beliau memang gemar bertapa serta ahli zikir, di mana tingkat ilmu rohaninya memang sederajat waliyullah. Terbukti banyak situs-situs bekas tempat berdoa beliau. Semua membuktikan beliau adalah raja rakyat, raja yang sangat mencintai rakyatnya.
Selain dikenal sebagai ahli politik yang cerdik, Pakubuwana IV juga terkenal kemampuannya dalam bidang sastra/ kapujanggan, khususnya yang bersifat rohani. Ia diyakini mengarang naskah Serat Wulangreh, Serat Cipto Waskitho, dan lain-lain, yang berisi ajaran-ajaran luhur untuk memperbaiki moral dan budi pekerti. Tidak itu saja, beliau pun seorang ahli budaya dengan mengembangkan wayang kulit dgn wanda khusus, ahli pusaka, serta ahli dalam seni.
Pujangga besar Ranggawarsita mengaku semasa muda ia pernah belajar beberapa ilmu kesaktian kepada Pakubuwana IV. Ranggawarsita sendiri merupakan cucu angkat Pangeran Buminata, adik Pakubuwana IV.
Catatan
Selain Pakubuwana V, ada dua lagi putra Pakubuwana IV yang menjadi raja Surakarta, yaitu Pakubuwana VII dan Pakubuwana VIII.
Rujukan
- ^ Joebagjo, Hermanu (2015-12-30). "Politik Simbolis Kasunanan". Sejarah dan Budaya : Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya. Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang. 9 (2): 182. doi:10.17977/um020v9i22015p179192. ISSN 2503-1147.
- ^ Wiratama, Rudy (2021-06-01). "Pakubuwana IV Sebagai Maecenas: Tinjauan Kritis Beberapa Teks Pengětan Sejarah Wayang". Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara. Perpustakaan Nasional RI. 12 (1): 105. doi:10.37014/jumantara.v12i1.1241. ISSN 2685-7391.
- ^ a b Joebagio, Hermanu (2009). "Islamic Political Thought of Pakubuwana IV". Millah: Jurnal Studi Agama. Universitas Islam Indonesia. VIII (2): 350–362. ISSN 1412-0992.
Kepustakaan
- Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
- M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
- Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
Lihat pula
Gelar kebangsawanan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Pakubuwana III |
Susuhunan Surakarta 1788-1820 |
Diteruskan oleh: Pakubuwana V |