Danau Bandung Purba
Danau Bandung Purba (Sunda: Situ Hiang) atau Danau Purba Bandung (kadang disebut Danau Bandung saja) adalah sebuah danau purba yang terbentuk sekitar 105.000 tahun silam pada kala Pleitosen. Danau purba ini diperkirakan terbentuk ketika meletusnya Gunung Sunda yang dahsyat sehingga menyebabkan terbentuknya Cekungan Bandung. Di dalam cekungan Bandung inilah mulai terbentuk sebuah danau sebagai hasil dari hujan yang terus-menerus mengisi cekungan ini.
Danau Purba ini diperkirakkan mulai mengering sekitar 16.000 tahun lalu pada akhir kala Pleistosen. Meski begitu, keberadaan danau purba ini dapat dipastikan dengan beberapa bukti geologi yang ditemukan di sekitar Padalarang. Perkiraan kedalaman rata-rata mungkin dapat mencapai 20 - 30 meter.
Pembentukan
Danau Bandung Purba diperkirakan terbentuk akibat letusan Gunung Tangkuban Parahu sekitar 6.000 tahun lalu.[1] Tangkuban Parahu sebenarnya pernah meletus dahsyat sebanyak tiga kali, dan diperkirakan letusan kedua lah yang menyebabkan terbentuknya danau purba ini. Material letusan diperkirakan tersebar hingga Ciumbuleuit, dan sebagian material letusan diperkirakan juga menyumbat Sungai Citarum di sekitaran Cimeta, sehingga akhirnya terbentuklah Danau Bandung Purba.
Penyusutan Air
Menyusutnya air sebenarnya berhubungan dengan pembentukan Danau Bandung Purba melalui letusan Gunung Tangkuban Parahu. Menurut perkiraan, Danau Bandung Purba tenggelam sekitar 3.000- 4.000 tahun silam dan munculnya dataran Tinggi Bandung. Danau itu terus menyusut, tatkala Sungai Citarum yang menyumbat muntahan Gunung Tangkuban Parahu atau Gunung Burangrang bebas mengalir kembali, dengan menembus bukit-bukit Rajamandala (sebelah barat Batujajar) melewati terowongan alam Sanghiang Tikoro.
Luas
Dalam perkiraan, luas Situ Hiang (Danau Bandung) dari Cicalengka di timur sampai Padalarang di arah barat yang memiliki panjang sekitar 50 km. Dari bukit Dago di utara sampai ke batas Soreang-Ciwidey di selatan berjarak 30 km. Dalam perkiraan, luas keseluruhan bandung mencapai hampir 3x lebih besar dari DKI Jakarta.
Sejarah
Van Bemmelen, 1935, meneliti sejarah geologi Bandung. Pengamatan dilakukan terhadap singkahan batuan dan bentuk morfologi dari gunung api - gunung api di sekitar Bandung. Penelitian yang dilakukan berhasil mengetahui bahwa danau Bandung terbentuk karena pembendungan Sungai Citarum purba. Pembendungan ini disebabkan oleh pengaliran gunung api masal dari letusan dahsyat gunung Tangkuban Parahu yang didahului oleh runtuhnya Gunung Sunda Purba di sebelah barat laut Bandung dan pembentukan kaldera di mana di dalamnya Gunung Tangkuban Parahu tumbuh.
Van Bemmelen secara rinci menjelaskan sejarah geologi Bandung dimulai pada zaman Miosen (20 juta tahun yang lalu). Saat jtu daerah Bandung utara merupakan laut, terbukti dengan fosil koral yang membentuk terunbu karabg sepanjang punggungan bukit Rajamandala. Kondisi sekarang, terumbu tersebut menjadi batu kapur dan ditambang sebagai marmer yang berpolakan fauna purba.
Bukit pegunungan api diyakini masih berada di daerah sekitar Pegunungan Selatan Jawa. Sekitar 14 sampai 2 juta tahun yang lalu, laut diangkat secara tektonik dan menjadi daerah pegunungan yang kemudian 4 juta tahun yang lalu dilanda dengan aktititas gunung api yang menghasilkan bukit-bukit yang menjurus utara selatan antara Bandung dan Cimahi, antara lain Pasir Selacau. Pada 2 juta tahun yang lalu aktivitas vulkanik ini bergeser ke utara dan membentuk gunung api purba yang dinamai Gunung Sunda, yang diperkirakan mencapai ketinggian sekitar 3000 mdpl. Sisa gunung raksasa ini sekarang adalah punggung bukit.
Sekutar Situ Lembang (salah satu kerucut sampingan sekarang disebut Gunung Sunda) dan Gunung Burangrang diyakini sebagai salah satu kerucut sampingan dari Gunung Sunda Purba ini. Sisi lain dari Gunung Sunda purba ini terdapat di sebelah utara Bandung, khususnya sebelah timur Sungai Cikapundung sampai Gunung Manglayang, yang oleh van Bemmelen (1935 - 1949) disebut sebagai Blok Pulasari. Pada lereng ini terutama di temukan situs-situs artefak ini, yang diteliti lebih lanjut oleh Roptzlev pada zaman Jepang dan pendudukan Belanda di Masa Perang Kemerdekaan. Sisa lain dari Gunung Sunda purba ini adalah Bukit Putri di sebelah timur laut) Lembang.
Gunung Sunda Purba itu kemudian runtuh, dan membentum suatu kaldera (kaeah besar yang berukuran 5 - 10 km) yang ditengahnya lahir Gunung Tangkuban Parahu, yang disebut dari Erupsi A dari Gunung Tangkuban Parahu, bersamaan pula dengan terjadinya Patahan Lembang sampai Gunung Manglayang, dan memisahkan dataran tinggi Lembang dari dataran tinggi Bandung. Kejadian ini diperkirakan van Bemmelen terjadi sekitar 11.000 tahun yang lalu.
Suatu erupsi catalysmic kedua terjadi sekitar 6000 tahun yang lalu berupa suatu banjir abu panas yang melands bagian utara Bandung (lereng Gunung Sunda Purba) sebelah barat Sungai Cikapundung sampai sekitar Padalarang di mana Sungai Citarum Purba mengalir ke luar dataran tinggi Bandung. Banjir abu vulkanik ini menyebabkan terbendungnya Sungai Citarum Purba, dan terbentuklah Danau Bandung.
Tahun 90-an, Dam dan Suparan (1992) dari Direktorat Tata Lingkungan Departemen Pertambangan mengungkapkan sejarah geologi dataran tinggi Bandung. Penelitian ini menggunakan teknologi canggih seperti metoda penanggalan pentalikhan radiometri dengan isotop C-14 dan metode U/TH disequilibirum. Dam melakukan pengamatan terhadap perlapisan endapan sediman Danau Bandung dari 2 bor masing-masing sedalam 60 m di Bojongsoang dan sedalam 104 m di Sukamanah; melakukan pentarikhab dengan metoda isotop C-14 dan 1 metoda U/TH disequilibirum; dan pengamatan singkap dan bentuk morfologi di sekitar Bandung. Berbeda dengan Sunardi (1997) yang mendasarkan penelitiannya atas pengamatan paleomagmatisme dan pentalikhan radio metri dengan metode K-Ar.[2]
Lihat juga
Referensi
- ^ Sinaro, Radhi (2007). Menyimak Bendungan di Indonesia (1910-2006) (dalam bahasa Indonesia). Tangerang Selatan: Bentara Adhi Cipta. ISBN 978-979-3945-23-1.
- ^ Unknown (2013-04-12). "GEOGRAFI-IWAN: Sejarah Danau Bandung". GEOGRAFI-IWAN. Diakses tanggal 2019-11-07.