Waduk Cirata
Waduk Cirata adalah sebuah waduk yang terletak di tiga kabupaten di Jawa Barat, yakni Purwakarta, Cianjur dan Bandung Barat. Selain untuk membangkitkan listrik, Waduk Cirata juga dipenuhi keramba jaring apung untuk membudidayakan ikan dan dijadikan tempat wisata, khususnya bagi penghobi memancing.
Waduk Cirata | |
---|---|
Lokasi | Cadassari, Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat |
Kegunaan | Pembangkitan listrik |
Status | Beroperasi |
Mulai dibangun | 1983 |
Mulai dioperasikan | 1988 |
Pemilik | Perusahaan Listrik Negara |
Kontraktor | Pembangunan Perumahan, Taisei, dan Mitsubishi |
Bendungan dan saluran pelimpah | |
Tipe bendungan | Urugan |
Tinggi | 125 meter |
Panjang | 458,5 meter |
Ketinggian di puncak | 222 m |
Membendung | Sungai Citarum |
Jumlah pelimpah | 1 |
Tipe pelimpah | Ogee berpintu |
Waduk | |
Kapasitas aktif | 796.000.000 m³ |
Kapasitas nonaktif | 192.000.000 m³ |
Luas genangan | 6.200 hektar |
PLTA Cirata | |
Pengelola | PT PLN Nusantara Power |
Jenis | Konvensional |
Kepala hidraulik | 112,5 m |
Jumlah turbin | 8 |
Kapasitas terpasang | 1.000 MW[1] |
Produksi tahunan | 1.428.000 MWh |
Sejarah
Pada tahun 1922, para ahli asal Belanda mulai melakukan survei mengenai kelayakan pembangunan waduk di sepanjang aliran Sungai Citarum, mulai dari survei hidrologi, survei topologi, hingga survei geologi. Survei yang lebih rinci kemudian dilakukan oleh Prof. Ir. W.J. van Blommestein guna memanfaatkan derasnya aliran Sungai Citarum untuk membangkitkan listrik.[1] Pada tahun 1948, Blommestein pun menerbitkan sebuah makalah mengenai rencana pembangunan waduk di aliran Sungai Citarum. Dalam makalahnya, ia mengemukakan agar Waduk Jatiluhur dibangun lebih dahulu, karena dianggap paling mendesak. Selain waduk tersebut, ia merencanakan pembangunan waduk-waduk tambahan, salah satunya adalah Waduk Cirata.[1]
Pada tahun 1981, mulai dilakukan pemindahan terhadap 6.335 keluarga yang tinggal di 20 desa yang tersebar di 7 kecamatan di Bandung Barat, Cianjur, dan Purwakarta. Selain itu, juga dilakukan penelitian oleh Universitas Padjajaran untuk menemukan dan menyelamatkan peninggalan purbakala yang terancam tergenang oleh waduk. Untuk mempermudah akses ke lokasi pembangunan bendungan, juga dibangun Jembatan Cilangkap oleh Waskita Karya dengan dibantu oleh Yokogawa Bridge sebagai konsultan. Terowongan pengelak kemudian mulai dibangun pada tanggal 19 Mei 1984 untuk memungkinkan pembangunan bendungan utama di aliran Sungai Citarum. Terowongan pengelak lalu mulai dioperasikan pada tanggal 7 Oktober 1985, bersamaan dengan dimulainya pengurugan bendungan pembantu. Pada tahun 1986, bendungan utama mulai dibangun, dan akhirnya mulai dioperasikan pada tanggal 1 September 1987 atau 40 hari lebih cepat dari rencana semula. Pada tanggal 1 April 1988, PLTA Cirata mulai dioperasikan dengan kapasitas terpasang sebesar 250 MW, dan kemudian ditingkatkan menjadi 500 MW pada tanggal 1 Oktober 1988. Pada tahun 1997, kapasitas terpasang PLTA Cirata ditingkatkan menjadi 750 MW, dan setahun kemudian kembali ditingkatkan menjadi 1.000 MW.[1]
PLTA Cirata
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Cirata merupakan PLTA terbesar di Indonesia. PLTA ini memiliki konstruksi power house di bawah tanah dengan kapasitas 8x126 Megawatt (MW) sehingga total kapasitas terpasang 1.008 Megawatt (MW) dengan produksi energi listrik rata-rata 1.428 Giga Watthour (GWh) pertahun.
Kapasitas 1008 MW tersebut terdiri dari Cirata I yang memiliki empat unit masing-masing operasi dengan daya terpasang 126 MW yang mulai dioperasikan tahun 1988 dengan daya terpasang 504 MW, selain itu Cirata II juga dengan empat unit masing-masing 126 MW, yang mulai dioperasikan sejak tahun 1997 dengan daya terpasang 504 MW. Cirata I dan II mampu memproduksi energi listrik rata-rata 1.428 GWh pertahun yang kemudian dislaurkan melalui jaringan transmisi tegangan ekstra tinggi 500 kV ke sistem interkoneksi Jawa-Madura-Bali (Jamali).
Guna menghasilkan energi listrik sebesar 1.428 Gwh, dioperasikan delapan buah turbin dengan kapasitas masing-masing 129.000 KW dengan putaran 187,5 RPM. Adapun tinggi air jatuh efektif untuk memutar turbin 112,5 meter dengan debit air maksimum 135 m3 perdetik.
PLTA Cirata dibangun dengan komposisi bangunan power house empat lantai di bawah tanah yang menpengoperasiannya dikendalikan dari ruang control switchyard berjarak sekitar 2 kilometer (km) dari mesin-mesin pembangkit yang terletak di power house.
PLTA tersebut merupakan pembangkit yang dioperasikan oleh anak perusahaan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN persero) yaitu PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) yang disalurkan melalui saluran transmisi tenaga listrik 500 kilo volt (KV) ke sistem Jawa Bali yang diatur oleh dispatcher PLN Pusat Pengatur Beban (P3B).Kontribusi utama Cirata terhadap sistem Jawa Bali yaitu memikul beban puncak dan beroperasi pada pukul 17.00-22.00, dengan moda operasi LFC (Load Frequency Control), dimana memiliki fasilitas line charging bila sistem Jawa Bali mengalami Black Out dan Start up operasi/ sinkron ke jaringan 500 KV yang relatif cepat yaitu kurang lebih lima menit.
PLTA Cirata terletak di daerah aliran sungai (DAS) Citarum di Desa Tegal Waru, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Latar belakang pendirian PLTA ini, dengan letak sungai Citarum yang subur, bergunung-gunung dan dianugerahi curah hujan yang tinggi. Pembangunan proyek PLTA Cirata merupakan salah satu cara pemanfaatan potensi tenaga air di Sungai Citarum yang letaknya di wilayah kabupaten Bandung, kurang lebih 60 km sebelah barat laut kota Bandung atau 100 km dari Jakarta melalui jalan Purwakarta
Pariwisata
Cirata sering dijadikan ajang rekreasi, selalu penuh didatangi wisatawan dari dalam atau dari luar daerah, untuk sekadar mengisi hiburan semata, Cirata selalu penuh di waktu hari minggu dan hari libur nasional, cirata dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata rekreasi berbasis air. Saat ini objek wisata tirta yang paling berkembang dan ramai dikunjungi wisatawan lokal di kawasan Waduk Cirata adalah Jangari dan Calingcing di Kabupaten Cianjur. Padahal selain kedua tempat tersebut, masih banyak daya tarik potensial lainnya yang belum dikembangkan, seperti bendungan dan teknologinya, wisata agro, dan ekowisata hutan. Lokasi yang strategis maupun daya tarik yang cukup beragam tadi tampaknya belum cukup untuk menjadikan objek wisata ini dikunjungi wisatawan non lokal, terlebih mancanegara .
Galeri
-
DAM Cirata
-
Kolam Terapung
-
Cirata
Lihat pula
Referensi
- ^ a b c d Sinaro, Radhi (2007). Menyimak Bendungan di Indonesia (1910-2006) (dalam bahasa Indonesia). Tangerang Selatan: Bentara Adhi Cipta. ISBN 978-979-3945-23-1.
Pranala luar
- (Indonesia) PLTA Cirata Diarsipkan 2012-11-30 di Wayback Machine.