Yahya Ali

Ulama asal Indonesia (1925–2012)
Revisi sejak 4 Desember 2022 10.31 oleh Asphonixm (bicara | kontrib)

Yahya Ali (1 Agustus 1925 – 26 November 2012) adalah seorang ulama berkebangsaan Indonesia asal Bengkalis.[1] Ia dikenal karena menyebarkan agama Islam di daerah Muntai, Teluk Pambang, dan Teluk Lancar.

Yahya Ali
Lahir(1925-08-01)1 Agustus 1925
Bengkalis, Hindia Belanda
Meninggal26 November 2012(2012-11-26) (umur 87)
Bengkalis, Riau, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Pekerjaan
  • Ulama
Suami/istri
Amnah binti Usman
(m. 1943; meninggal 1999)
Anak6

Biografi

Yahya Ali dilahirkan pada 1 Agustus 1925 di desa Sebauk, Bengkalis, sebagai anak bungsu dan putra satu-satunya dari Muhammad Ali.[1] Ayahnya meninggal dunia ketika dirinya masih berada di dalam kandungan.[1]

Selama masa kecilnya, Yahya menghabiskan waktunya dengan bekerja sebagai nelayan.[1] Ia menamatkan pendidikannya di Tweede Inlandsche School.[1]

Yahya kemudian bekerja sebagai guru agama di SD Teluk Pambang, ia mengajarkan berbagai macam ilmu di bidang agama seperti tauhid dan fikih.[1] Selain mengajar di sekolah, ia juga berdakwah menyebarkan agama Islam kepada penduduk yang berada di Teluk Pambang, Muntai, dan Teluk Lancar.[1] Yahya juga menjadikan rumahnya sebagai tempat pengajian khusus untuk anak-anak, dan tempat berdakwah khusus untuk orang dewasa.[1]

Yahya menganut pemahaman dari organisasi Nahdlatul Ulama yaitu "Ahlus Sunah wal Jamaah".[1]

Pada 28 Juli 1943, Yahya menikah dengan Amnah binti Usman. Dari pernikahannya ini mereka dikaruniai enam orang anak yaitu Aisyah binti Yahya, Azhar bin Yahya, Zulkifli bin Yahya, Rofi'ah binti Yahya, Rodiah binti Yahya, dan Hamidah binti Yahya.[1] Pernikahan mereka berakhir dengan kematian Amnah pada 31 Juli 1999.[1]

Pada tahun 1981, Yahya berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji.[1]

Kematian dan peninggalan

Yahya Ali meninggal dunia di kediamannya yang berada di Teluk Pambang, Bengkalis, pada 26 November 2012.[1]

Jenazahnya kemudian dimakamkan di TPU Masjid Raya Teluk Pambang, Bengkalis, berdampingan dengan makam istri dan menantunya.[1]

Atas usahanya dalam berdakwah, hampir seluruh masyarakat di Teluk Pambang, Muntai, dan Teluk Lancar kemudian menjadi muridnya.[1]

Daftar pustaka

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Saputra 2020.