Cacar air

penyakit manusia
Revisi sejak 6 Desember 2022 07.40 oleh WanaraLima (bicara | kontrib) (Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.)

Cacar air atau Varisela simpleks adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus varicella-zoster. Penyakit ini disebarkan secara aerogen.

Wajah seorang penderita cacar air

Masa inkubasi

Waktu terekspos sampai kena penyakit dalam tempo 2 sampai 3 pekan. Hal ini bisa ditandai dengan badan yang terasa panas namun bukan demam.

Gejala

Pada permulaannya, penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan lemah. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus. Pada kasus yang lebih berat, bisa didapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing. Beberapa hari kemudian timbul kemerahan pada kulit yang berukuran kecil yang biasanya pertama kali ditemukan di sekitar dada dan perut atau punggung lalu diikuti timbul di anggota gerak dan wajah.

Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan dengan dinding tipis. Ruam kulit ini mungkin terasa agak nyeri atau gatal sehingga dapat tidak sengaja tergaruk. Jika lenting ini dibiarkan maka akan segera mengering membentuk keropeng (krusta) yang nantinya akan terlepas dan meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi). Bercak ini lama-kelamaan akan pudar sehingga beberapa waktu kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi.

Lain halnya jika lenting cacar air tersebut dipecahkan. Krusta akan segera terbentuk lebih dalam sehingga akan mengering lebih lama. kondisi ini memudahkan infeksi bakteri terjadi pada bekas luka garukan tadi. setelah mengering bekas cacar air tadi akan menghilangkan bekas yang dalam. Terlebih lagi jika penderita adalah dewasa atau dewasa muda, bekas cacar air akan lebih sulit menghilang.

Waktu karantina yang disarankan

Selama 5 hari setelah ruam mulai muncul dan sampai semua lepuh telah berkeropeng. Selama masa karantina sebaiknya penderita tetap mandi seperti biasa, karena kuman yang berada pada kulit akan dapat menginfeksi kulit yang sedang terkena cacar air. Untuk menghindari timbulnya bekas luka yang sulit hilang sebaiknya menghindari pecahnya lenting cacar air. Ketika mengeringkan tubuh sesudah mandi sebaiknya tidak menggosoknya dengan handuk terlalu keras. Untuk menghindari gatal, sebaiknya diberikan bedak talk yang mengandung menthol sehingga mengurangi gesekan yang terjadi pada kulit sehingga kulit tidak banyak teriritasi. Untuk yang memiliki kulit sensitif dapat juga menggunakan bedak talk salycil yang tidak mengandung mentol. Pastikan anda juga selalu mengonsumsi makanan bergizi untuk mempercepat proses penyembuhan penyakit itu sendiri. Konsumsi buah- buahan yang mengandung vitamin C seperti jambu biji dan tomat merah yang dapat dibuat juice.

Diagnosis

 
Cacar air

Diagnosis cacar air dapat ditegakkan berdasarkan pada tanda dan gejala, dengan gejala awal yang khas diikuti munculnya ruam. Diagnosis dikonfirmasi dengan pemeriksaan cairan pada vesikel-vesikel (gelembung) yang ada pada ruam, atau pemeriksaan darah untuk membuktikan adanya respon imunologi akut.

Cairan vesikuler dapat diperiksa dengan pemeriksaan Tzanck, atau pemeriksaan untuk direct fluorescent antibody. Cairan juga dapat dikultur, dimana akan dilakukan pembiakan virus dari sampel cairan tersebut. Pemeriksaan darah dapat digunakan untuk mengidentifikasi respon infeksi akut (IgM) atau infeksi sebelumnya dan kekebalan selanjutnya (IgG).[1]

Diagnosis infeksi cacar air pada janin dapat dilakukan dengan menggunakan ultrasonografi, walaupun lebih disarankan untuk menunda pemeriksaan 5 minggu setelah infeksi primer pada ibu. Pemeriksaan PCR (DNA) pada cairan amnion juga dapat dilakukan, walaupun risiko keguguran spontan karena prosedur amniosentesis lebih tinggi daripada risiko bayi mengalami sindrom varisela janin.[2]

Pencegahan

Menjaga kebersihan

Penyebaran cacar air dapat dicegah dengan mengisolasi individu yang telah terinfeksi. Penularan dapat terjadi melalui paparan droplet, atau berkontak langsung dengan lesi, selama periode tiga hari sebelum awitan ruam hingga empat hari setelah awitan ruam.[3] Virus varisela rentan terhadap disinfektan, terutama pemutih klorin (yakni sodium hipoklorit). Seperti virus berselaput (enveloped virus) lainnnya, virus ini sensitif terhadap pengeringan, panas dan deterjen.

Vaksinasi

Vaksinasi tersedia bagi anak-anak yang berusia lebih dari 12 bulan. Vaksinasi ini juga dianjurkan bagi orang di atas usia 12 tahun yang tidak mempunyai kekebalan ataupun mereka yang belum pernah terkena penyakit ini, karena orang dewasa yang terkena penyakit ini, biasanya akan lebih parah dan kadang-kadang dapat pingsan. Bagi yang telah berusia di atas 50 tahun sebaiknya divaksinasi ulang.

Pengobatan

Varicella ini sebenarnya dapat sembuh dengan sendirinya. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan adanya serangan berulang saat individu tersebut mengalami panurunan daya tahan tubuh. Penyakit varicella dapat diberi penggobatan "Asiklovir" berupa tablet 800 mg per hari setiap 4 jam sekali (dosis orang dewasa, yaitu 12 tahun ke atas) selama 7-10 hari dan salep yang mengandung asiklovir 5% yang dioleskan tipis di permukaan yang terinfeksi 6 kali sehari selama 6 hari. Larutan "PK" sebanyak 1% yang dilarutkan dalam air mandi biasanya juga digunakan.

Setelah masa penyembuhan varicella, dapat dilanjutkan dengan perawatan bekas luka yang ditimbulkan dengan banyak mengonsumsi air mineral untuk menetralisir ginjal setelah mengonsumsi obat. Konsumsi vitamin C plasebo ataupun yang langsung dari buah-buahan segar seperti juice jambu biji, juice tomat dan anggur. Vitamin E untuk kelembaban kulit bisa didapat dari plasebo, minuman dari lidah buaya, ataupun rumput laut. Penggunaan lotion yang mengandung pelembab ekstra saat luka sudah benar- benar sembuh diperlukan untuk menghindari iritasi lebih lanjut.

Cacar Monyet

Cacar Monyet berbeda dengan Cacar Air dan disebabkan oleh virus cacar monyet. Ciri-ciri cacar monyet adalah tidak adanya cairan pada lenting yang timbul, tetapi terasa sangat gatal, karenanya sering digaruk-garuk dengan perilaku seperti monyet.

Referensi

  1. ^ Pincus, Matthew R.; McPherson, Richard A.; Henry, John Bernard (2007). "Ch. 54". Henry's clinical diagnosis and management by laboratory methods (edisi ke-21st). Saunders Elsevier. ISBN 978-1-4160-0287-1. 
  2. ^ Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (September 2007). "Chickenpox in Pregnancy" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 9 June 2010. Diakses tanggal 22 July 2009. 
  3. ^ Murray, Patrick R.; Rosenthal, Ken S.; Pfaller, Michael A. (2005). Medical Microbiology (edisi ke-5th). Elsevier Mosby. hlm. 551. ISBN 978-0-323-03303-9. , edition (Elsevier), p.

Pranala luar