Lidah buaya

klasifikasi ilmiah

Lidah buaya (Aloe vera) adalah spesies tumbuhan dengan daun berdaging tebal dari genus Aloe.[3] Tumbuhan ini bersifat menahun, berasal dari Jazirah Arab, dan tanaman liarnya telah menyebar ke kawasan beriklim tropis, semi-tropis, dan kering di berbagai belahan dunia.[3] Tanaman lidah buaya banyak dibudidayakan untuk pertanian, pengobatan, dan tanaman hias, dan dapat juga ditanam di dalam pot.[3][4]

Lidah buaya
Tanaman lidah buaya. Inset: Bunga lidah buaya.
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Kerajaan: Plantae
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Monokotil
Ordo: Asparagales
Famili: Asphodelaceae
Subfamili: Asphodeloideae
Genus: Aloe
Spesies:
A. vera
Nama binomial
Aloe vera
Sinonim[1][2]
  • Aloe barbadensis Mill.
  • Aloe barbadensis var. chinensis Haw.
  • Aloe chinensis (Haw.) Baker
  • Aloe elongata Murray
  • Aloe flava Pers.
  • Aloe indica Royle
  • Aloe lanzae Tod.
  • Aloe maculata Forssk. (tidak sah)
  • Aloe perfoliata var. vera L.
  • Aloe rubescens DC.
  • Aloe variegata Forssk. (tidak sah)
  • Aloe vera Mill. (tidak sah)
  • Aloe vera var. chinensis (Haw.) A. Berger
  • Aloe vera var. lanzae Baker
  • Aloe vera var. littoralis J.Koenig ex Baker
  • Aloe vulgaris Lam.

Lidah buaya banyak ditemukan dalam produk seperti minuman, olesan untuk kulit, kosmetika, atau obat luar untuk luka bakar. Walaupun banyak digunakan secara tradisional maupun komersial, uji klinis terhadap tanaman ini belum membuktikan keefektifan atau keamanan ekstrak lidah buaya untuk pengobatan maupun kecantikan.[5][6]

Ciri-ciri

sunting

Aloe vera adalah tumbuhan tanpa batang atau berbatang pendek, dengan tinggi hingga 60–100 cm dan dapat berkembang biak dengan tunas.[3] Dedaunannya berdaging tebal, berwarna hijau atau hijau keabuan, dan sebagian varietas memiliki bintik putih pada permukaan batangnya.[7] Pinggir daunnya berbentuk serrata (seperti gergaji) dengan gerigi putih kecil. Bunga-bunganya tumbuh pada musim panas di sebuah tangkai setinggi hingga 90 cm. Setiap bunga tersebut berposisi menggantung, dan mahkotanya berbentuk tabung sepanjang 2–3 cm.[7][8] Seperti spesies-spesies Aloe lainnya, Aloe vera membentuk simbiosis mikoriza arbuskula bersama jamur, sehingga meningkatkan ketersediaan mineral dari tanah.[9]

Daun Aloe vera mengandung senyawa-senyawa fitokimia yang sedang diteliti bioaktivitasnya, seperti senyawa manan terasetilasi, polimanan, antrakuinon C-glikosida, dan senyawa antrakuinon lain seperti emodin dan senyawa-senyawa lektin.[10][11]

Penggolongan dan penamaan

sunting

Selain Aloe vera, lidah buaya memiliki banyak nama ilmiah sinonim: A. barbadensis Mill., Aloe indica Royle, Aloe perfoliata L. var. vera and A. vulgaris Lam.[12][13] Nama kedua (epitet spesifik) vera berasal dari bahasa Latin yang berarti "sungguhan" atau "asli". Beberapa literatur menyebut Aloe vera dengan bintik-bintik putih sebagai Aloe vera var. chinensis;[14][15] terdapat juga pendapat bahwa Aloe vera berbintik tersebut masih satu spesies dengan A. massawana.[16] Deskripsi spesies lidah buaya pertama kali dibuat oleh Carolus Linnaeus pada 1753 dengan nama Aloe perfoliata var. vera.[17] Deksripsi lidah buaya kemudian dibuat lagi oleh Nicolaas Laurens Burman dengan nama Aloe vera dalam Flora Indica pada 6 April 1768, dan sekali lagi oleh Philip Miller dengan nama Aloe barbadensis dalam Gardener's Dictionary sepuluh hari kemudian.[18]

Penelitian dengan teknik-teknik perbandingan DNA menunjukkan bahwa Aloe vera berkerabat relatif dekat dengan Aloe perryi, sebuah spesies endemik dari Yaman..[19] Perbandingan DNA lain dengan teknik perbandingan urutan DNA kloroplas dan pemrofilan mikrosatelit menunjukkan kekerabatan dekat dengan Aloe forbesii, Aloe inermis, Aloe scobinifolia, Aloe sinkatana, and Aloe striata.[20] Kecuali A. striata yang berasal dari Afrika Selatan, spesies-spesies Aloe tersebut berasal dari Kepulauan Suquthra/Sokotra di Yaman, Somalia, serta Sudan.[20] Akibat tidak jelasnya asal populasi alamiah dari lidah buaya, beberapa penulis berpendapat bahwa Aloe vera kemungkinan berasal dari hasil persilangan.[21]

Persebaran

sunting

Lidah buaya dianggap sebagai spesies asli Jazirah Arab bagian barat daya.[22] Namun, manusia telah menanamnya di berbagai belahan dunia, sehingga mengalami naturalisasi di berbagai tempat seperti Afrika Utara, Sudan dan negara-negara sekitarnya, Spanyol Selatan, Kepulauan Kanarias, Tanjung Verde, Kepulauan Madeira.[12] Spesies ini juga mulai dibudidayakan di Tiongkok dan Eropa bagian selatan sejak abad ke-17.[23] Kini, tanaman ini banyak dibudidayakan di kawasan tropis dan subtropis, serta kawasan-kawasan kering di Benua Amerika, Asia, dan Australia.[3]

Budidaya

sunting

Budidaya lidah buaya dalam skala besar terjadi di Australia,[24] Bangladesh, Kuba, Republik Dominika, Tiongkok, Meksiko,[25] India,[26] Jamaika,[27] Spanyol,[28] Kenya, Tanzania, Afrika Selatan,[29] dan Amerika Serikat.[30] Hasil pertanian lidah buaya banyak dijadikan bahan baku kosmetika.[3] Spesies ini juga banyak ditanam sebagai tanaman hias karena kekhasan bentuknya, bunganya, serta daunnya yang berdaging tebal. Selain itu, lidah buaya juga ditanam di kebun karena secara reputasinya sebagai tumbuhan obat. Karena daunnya yang tebal sehingga memudahkan menyimpan air, tanaman ini cocok untuk kebun-kebun di daerah bercurah hujan rendah.[7] Tanaman ini mampu hidup di zona 8 hingga 11 dalam sistem penomoran Kementerian Pertanian AS, tetapi tidak tahan jalad (embun beku) atau salju.[8][31] Spesies ini memiliki ketahanan relatif tinggi terhadap kebanyakan hama serangga, tetapi rentan terganggu oleh kelompok Tetranychidae ("kutu laba-laba"), Pseudococcidae ("koya"), Coccoidea ("serangga sisik"), dan Aphidoidea ("kutu daun").[32][33]

Jika ditanam dalam pot, lidah buaya membutuhkan tanah yang cukup kering dan berpasir serta cahaya matahari yang cukup. Tanaman Aloe dapat "terluka bakar" jika terkena matahari yang terlalu kuat dan dapat mengerut jika tanahnya terlalu lembap.[34] Pot tanah liat (terakota) yang berpori dapat membantu menjaga tanah tetap kering.[34] Penyiraman tanaman ini hanya disarankan setelah tanah sudah benar-benar kering. Di dalam pot, tunas-tunas kecil dapat tumbuh di sekitar tanaman asli, dan dapat dipindahkan ke pot lain agar tanaman induknya memiliki ruang cukup untuk tumbuh dan untuk menghindari serangan hama. Pada negara dengan musim dingin, lidah buaya dapat berhenti tumbuh sementara saat suhu terlalu dingin, sehingga dibutuhkan tambahan kelembapan. Di daerah yang mengalami jalad atau salju, tanaman ini dapat disimpan dalam ruangan atau di rumah kaca yang dihangatkan.[8]

Penggunaan

sunting

Produk kesehatan komersial

sunting

Dua zat yang diambil dari lidah buaya digunakan dalam produk kesehatan komersial, yaitu gelnya yang tidak berwarna maupun lateksnya yang berwarna kuning.[5][35] Gel lidah buaya digunakan untuk obat oles untuk berbagai gejala kulit, seperti luka bakar, luka, radang, radang dingin, psioriasis, Herpes labialis, atau kulit terlalu kering.[5][35] Lateks lidah buaya dijadikan produk (baik bahan itu sendiri maupun digabungkan dengan bahan lain) untuk obat yang ditelan untuk menyembuhkan sembelit.[5][35]

Penelitian manfaat

sunting

Menurut Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat (NIH), tidak ada bukti ilmiah yang cukup bahwa lidah buaya benar-benar efektif dalam penggunaannya oleh kalangan umum, termasuk sebagai obat luar untuk penyembuhan luka.[5] Sementara itu, situs kesehatan Drugs.com menyebut bahwa terdapat bukti yang saling bertentangan (mendukung maupun menolak) tentang penggunaan lidah buaya untuk menyembuhkan luka dan luka bakar. Situs itu juga menyebutkan adanya sedikit bukti bahwa penggunaan topikal produk-produk lidah buaya dapat membantu penyembuhan gejala psioriasis maupun radang tertentu pada kulit.[6]

Suplemen makanan

sunting

Gel lidah buaya banyak ditambahkan dalam produk-produk komersial seperti yogurt, minuman, dan makanan-makanan manis.[36] Jus lidah buaya sering dipromosikan manfaatnya untuk sistem pencernaan, tetapi penelitian ilmiah tidak menemukan bukti klaim ini dan badan-badan pengawas makanan dan obat-obatan juga belum ada yang menyetujui klaim tersebut.[35]

Pengobatan tradisional

sunting

Lidah buaya digunakan dalam berbagai ilmu pengobatan tradisional untuk mengobati kulit. Catatan sejarah terawal penggunaan lidah buaya terdapat di Papirus Ebers dari Mesir abad ke-16 SM.[37]:18 Pada abad ke-1 M, penggunaannya dicatat dalam De Materia Medica karya tabib Yunani Pedanius Dioskorides, dan Naturalis Historia karya penulis Romawi Plinius Tua.[37]:20 Di Bizantium abad ke-6 M, penggunaan tanaman ini dicatat dalam Juliana Anicia Codex.[36]:9 Dalam pengobatan Ayurweda tumbuhan ini disebut kathalai (sama dengan tumbuhan agave).[38]:196 (lidah buaya), 117 (agave)

Produk lain

sunting

Lidah buaya digunakan dalam produk tisu wajah dan dipromosikan sebagai pelembap dan anti-radang untuk hidung. Perusahaan-perusahaan kosmetik menambahkan getah lidah buaya atau bahan-bahan turunan lainnya dalam produk-produk seperti makeup, tisu, pelembap, sabun, tabir surya, krim cukur, dan sampo.[36] Sebuah tinjauan akademis menunjukkan bahwa bahan-bahan lidah buaya ditambahkan karena efeknya sebagai pelembap dan pelunak.[11]

Sifat racun

sunting

Senyawa aloin yang dihasilkan sebagian spesies Aloe merupakan bahan umum dalam pencahar yang dijual bebas di Amerika Serikat hingga tahun 2002. Pada tahun tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS melarang bahan tersebut karena perusahaan-perusahaan produsennya tidak menyediakan data keselamatan yang cukup.[5][39] Lidah buaya berpotensi memiliki sifat racun, dan pada dosis tertentu akan menghasilkan sifat racun terutama ketika ditelan.[5][6][40] Sifat racun ini dapat dikurangi saat senyawa aloin dipisahkan saat pengolahan, yang terjadi ketika warna lidah buaya dihilangkan. Terdapat bukti kuat bahwa konsumsi ekstrak lidah buaya berlebihan meningkatkan aktivitas karsinogen (pembentukan tumor) pada tikus percobaan, tetapi efek ini tidak terjadi pada ekstrak yang warnanya dihilangkan. Lidah buaya yang dikonsumsi dengan cara ditelan juga dapat mengurangi kadar gula darah, menyebabkan kram perut, diare, dan hepatitis akut, tetapi bukti efek-efek ini masih belum pasti.[5] Konsumsi lidah buaya secara kronik atau terus-menerus (1 gram per hari) dapat menimbulkan efek samping berupa hematuria, penurunan berat badan, serta kelainan jantung atau ginjal.[6] Menurut NIH, penggunaan ekstrak lidah buaya dengan cara dioles kemungkinan besar aman.[5] Mengikuti pedoman dari Proposisi 65 Kalifornia 1986, Dinas Penilaian Bahaya Kesehatan Lingkungan (OEHHA) negara bagian tersebut memasukkan lidah buaya sebagai "bahan kimia yang diketahui negara bagian ini menyebabkan kanker dan racun untuk fungsi reproduksi".[41]

Produk lidah buaya yang ditelan dapat menimbulkan efek samping akibat interaksi dengan obat-obat resep, seperti obat darah beku, diabetes, penyakit jantung, bahan-bahan penurun kadar kalium (seperti Digoxin), dan diuretik.[35]

Galeri

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Aloe vera (L.) Burm. f. Tropicos.org
  2. ^ Aloe vera (L.) Burm.f. is an accepted name . theplantlist.org
  3. ^ a b c d e f "Aloe vera (true aloe)". CABI. 13 February 2019. Diakses tanggal 2019-10-15. 
  4. ^ Perkins, Cyndi. "Is Aloe a Tropical Plant?". SFgate.com. Diakses tanggal 13 February 2016. 
  5. ^ a b c d e f g h i "Aloe vera". National Center for Complementary and Integrative Health, US National Institutes of Health. 1 September 2019. Diakses tanggal 24 August 2019. 
  6. ^ a b c d "Aloe". Drugs.com. 18 September 2017. Diakses tanggal 8 September 2018. 
  7. ^ a b c Yates A. (2002) Yates Garden Guide. Harper Collins Australia
  8. ^ a b c Random House Australia Botanica's Pocket Gardening Encyclopedia for Australian Gardeners Random House Publishers, Australia
  9. ^ Gong M, Wang F, Chen Y (2002). "[Study on application of arbuscular-mycorrhizas in growing seedings of Aloe vera]". Zhong Yao Cai (dalam bahasa Chinese). 25 (1): 1–3. PMID 12583231. 
  10. ^ King GK, Yates KM, Greenlee PG, Pierce KR, Ford CR, McAnalley BH, Tizard IR (1995). "The effect of Acemannan Immunostimulant in combination with surgery and radiation therapy on spontaneous canine and feline fibrosarcomas". J Am Anim Hosp Assoc. 31 (5): 439–447. doi:10.5326/15473317-31-5-439. PMID 8542364. 
  11. ^ a b Eshun K, He Q (2004). "Aloe vera: a valuable ingredient for the food, pharmaceutical and cosmetic industries—a review". Critical Reviews in Food Science and Nutrition. 44 (2): 91–96. doi:10.1080/10408690490424694. PMID 15116756. 
  12. ^ a b "Aloe vera, African flowering plants database". Conservatoire et Jardin botaniques de la Ville de Genève. Diakses tanggal 19 November 2017. 
  13. ^ "Taxon: Aloe vera (L.) Burm. f." Germplasm Resources Information Network, United States Department of Agriculture. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 September 2015. Diakses tanggal 16 July 2008. 
  14. ^ Wang H, Li F, Wang T, Li J, Li J, Yang X, Li J (2004). "[Determination of aloin content in callus of Aloe vera var. chinensis]". Zhong Yao Cai (dalam bahasa Chinese). 27 (9): 627–8. PMID 15704580. 
  15. ^ Gao W, Xiao P (1997). "[Peroxidase and soluble protein in the leaves of Aloe vera L. var. chinensis (Haw.)Berger]". Zhongguo Zhong Yao Za Zhi (dalam bahasa Chinese). 22 (11): 653–4, 702. PMID 11243179. 
  16. ^ Lyons G. "The Definitive Aloe vera, vera?". Huntington Botanic Gardens. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 July 2008. Diakses tanggal 11 July 2008. 
  17. ^ Linnaeus, C. (1753). Species plantarum, exhibentes plantas rite cognitas, ad genera relatas, cum differentiis specificis, nominibus trivialibus, synonymis selectis, locis natalibus, secundum systema sexuale digestas. Vol. 2 pp. [i], 561–1200, [1–30, index], [i, err.]. Holmiae [Stockholm]: Impensis Laurentii Salvii.
  18. ^ Newton LE (1979). "In defense of the name Aloe vera". The Cactus and Succulent Journal of Great Britain. 41: 29–30. 
  19. ^ Darokar MP, Rai R, Gupta AK, Shasany AK, Rajkumar S, Sunderasan V, Khanuja SP (2003). "Molecular assessment of germplasm diversity in Aloe spp. using RAPD and AFLP analysis". J Med. Arom. Plant Sci. 25 (2): 354–361. 
  20. ^ a b Treutlein J, Smith GF, van Wyk BE, Wink W (2003). "Phylogenetic relationships in Asphodelaceae (Alooideae) inferred from chloroplast DNA sequences (rbcl, matK) and from genomic finger-printing (ISSR)". Taxon. 52 (2): 193–207. doi:10.2307/3647389. JSTOR 3647389. 
  21. ^ Jones WD, Sacamano C. (2000) Landscape Plants for Dry Regions: More Than 600 Species from Around the World. California Bill's Automotive Publishers. USA.
  22. ^ "Aloe vera". World Checklist of Selected Plant Families. Royal Botanic Gardens, Kew. Diakses tanggal 19 November 2017. 
  23. ^ Farooqi, A. A. and Sreeramu, B. S. (2001) Cultivation of Medicinal and Aromatic Crops. Orient Longman, India. ISBN 8173712514. p. 25.
  24. ^ "Aloe vera producer signs $3m China deal". Australian Broadcasting Corporation. 6 December 2005. 
  25. ^ "Korea interested in Dominican 'aloe vera'". DominicanToday.com—The Dominican Republic News Source in English. 7 July 2006. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 December 2008. 
  26. ^ Varma, Vaibhav (11 December 2005). "India experiments with farming medicinal plants". channelnewsasia.com. 
  27. ^ "Harnessing the potential of our aloe". Jamaica Gleaner, jamaica-gleaner.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 March 2008. Diakses tanggal 19 July 2008. 
  28. ^ "Córdoba is the Spanish province with more aloe vera crops (translated from Spanish)". ABC-Córdoba. 23 August 2015. 
  29. ^ Mburu, Solomon (2 August 2007). "Kenya: Imported Gel Hurts Aloe Vera Market". allafrica.com. 
  30. ^ "US Farms, Inc. – A Different Kind of Natural Resource Company". resourceinvestor.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 September 2008. Diakses tanggal 19 July 2008. 
  31. ^ "BBC Gardening, Aloe vera". British Broadcasting Corporation. Diakses tanggal 11 July 2008. 
  32. ^ "Pest Alert: Aloe vera aphid Aloephagus myersi Essi". Florida Department of Agriculture and Consumer Services. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 June 2008. Diakses tanggal 11 July 2008. 
  33. ^ "Kemper Center for Home Gardening: Aloe vera". Missouri Botanic Gardens, USA. Diakses tanggal 11 July 2008. 
  34. ^ a b Coleby-Williams, J. "Fact Sheet: Aloes". Gardening Australia, Australian Broadcasting Corporation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 July 2008. Diakses tanggal 8 July 2008. 
  35. ^ a b c d e "Aloe (Aloe vera)". Mayo Clinic. 17 September 2017. Diakses tanggal 21 January 2020. 
  36. ^ a b c Reynolds, Tom (Ed.) (2004) Aloes: The genus Aloe (Medicinal and Aromatic Plants - Industrial Profiles. CRC Press. ISBN 978-0415306720
  37. ^ a b Barcroft, A. and Myskja, A. (2003) Aloe Vera: Nature's Silent Healer. BAAM, USA. ISBN 0-9545071-0-X
  38. ^ Quattrocchi, Umberto (2012) CRC World Dictionary of Medicinal and Poisonous Plants: Common Names, Scientific Names, Eponyms, Synonyms, and Etymology (5 Volume Set) CRC Press. ISBN 978-1420080445
  39. ^ Food Drug Administration, HHS (2002). "Status of certain additional over-the-counter drug category II and III active ingredients. Final rule". Fed Regist. 67 (90): 31125–7. PMID 12001972. 
  40. ^ Cosmetic Ingredient Review Expert Panel (2007). "Final Report on the Safety Assessment of Aloe Andongensis Extract, Aloe Andongensis Leaf Juice, Aloe Arborescens Leaf Extract, Aloe Arborescens Leaf Juice, Aloe Arborescens Leaf Protoplasts, Aloe Barbadensis Flower Extract, Aloe Barbadensis Leaf, Aloe Barbadensis Leaf Extract, Aloe Barbadensis Leaf Juice, Aloe Barbadensis Leaf Polysaccharides, Aloe Barbadensis Leaf Water, Aloe Ferox Leaf Extract, Aloe Ferox Leaf Juice, and Aloe Ferox Leaf Juice Extract" (PDF). Int. J. Toxicol. 26 (Suppl 2): 1–50. doi:10.1080/10915810701351186. PMID 17613130. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-12-15. Diakses tanggal 2020-01-21. 
  41. ^ Proposition 65. Chemicals Listed Effective December 4, 2015, as Known to the State of California to Cause Cancer: Aloe Vera, Non-Decolorized Whole Leaf Extract, and Goldenseal Root Powder. U.S. Office of Environmental Health Hazard Assessment (4 December 2015)

Pranala luar

sunting