Payung geulis
Payung geulis (aksara Sunda: ᮕᮚᮥᮀ ᮌᮩᮜᮤᮞ᮪ pengucapan bahasa Sunda: [pajʊŋ gɤlis], EBSYD: payung gölis) adalah salah satu kerajinan berupa payung kertas yang berasal dari Kota Tasikmalaya. Payung ini terbuat dari anyaman bambu dengan penutup berbahan kertas yang dihias dengan motif atau corak khas berwarna-warni. Secara etimologis, payung geulis berasal dari bahasa Sunda yang mempunyai arti "payung yang cantik", penamaan tersebut menunjukkan bahwa payung ini memiliki nilai estetis yang tinggi karena motifnya yang khas. Payung ini menjadi salah satu ikon Kota Tasikmalaya, terlihat dari lambang Kota Tasikmalaya yang mengandung gambar payung geulis di dalamnya.[1][2][3]
Untuk motif payung geulis sendiri memiliki 2 motif hias, yang pertama berbentuk hias geometris bangunan yang lebih menonjol seperti lengkung, patah-patah, dan garis lurus, lalu motif hias kedua non-geometris yang terinspirasi dari bentuk alam seperti tanaman, hewan dan manusia. Pembuatan payung geulis sendiri dilakukan secara manual atau handmade oleh para pengrajin payung geulis.[4][5]
Sejarah
Payung geulis mulai diproduksi sejak tahun 1930-an di wilayah Panyingkiran, Indihiang. Pada saat itu, tokoh yang paling terkenal karena keuletannya dalam memproduksi payung geulis adalah H. Muhyi, seorang tokoh lokal yang berinisiatif membuat payung berbahan kertas untuk digunakan ketika pergi berladang. Karyanya tersebut dalam membuat payung geulis membuat warga lain terinspirasi dan akhirnya melakukan hal yang sama serta menjadikannya sebagai salah satu komoditas usaha.[6]
Pembuatan
Payung geulis mempunyai keuikan tersendiri yang membedakannya dengan berbagai jenis payung lainnya. Bila dilihat dari bentuknya, payung geulis memiliki kerangka yang terbuat dari bambu, sedangkan tudungnya terbuat dari semacam kertas semen,[a] sementara untuk pegangannya, payung geulis menggunakan kayu. Karena bentuknya yang berestetika inilah, payung ini dinamakan payung geulis.[7]
Penggunaan
Payung geulis pada awalnya berfungsi sebagai alat pelindung sinar matahari dan dahulu merupakan salah satu produk industri yang diproduksi oleh para pengrajin. Kini, payung geulis telah beralih fungsi menjadi salah satu hiasan atau cinderamata.[8]
Keterangan
- ^ Meskipun untuk saat ini, bahannya mulai diganti dengan kain
Rujukan
Catatan kaki
- ^ Setiawibowo 2019, hlm. 2.
- ^ Mubarak 2021, hlm. 156.
- ^ Mubarak 2021, hlm. 150.
- ^ Setiawibowo 2019, hlm. 1.
- ^ Muslim & Prabawati 2019, hlm. 68.
- ^ Muslim & Prabawati 2019, hlm. 62-63.
- ^ Sofyan et al. 2019, hlm. 2.
- ^ Setiawibowo 2019, hlm. 70.
Daftar pustaka
- Setiawibowo, A. (2019). Strategi Komunikasi Pemerintah Kota Tasikmalaya dalam Menguatkan Payung Geulis Sebagai Icon dan Melestarikan Industri Kreatif Kerajinan Payung Geulis (Tesis Bachelor). Universitas Islam Indonesia. https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/14271.
- Sofyan, A.N.; Sofianto, K.; Sutirman, M.; Suganda, D. (2018). "Kerajinan Payung Geulis sebagai Kearifan Lokal Tasikmalaya". Panggung. 28 (4): 388–402. ISSN 2502-3640.
- Muslim, S.R.; Prabawati, M.N. (2020). "Studi Etnomatematika terhadap Para Pengrajin Payung Geulis Tasikmalaya Jawa Barat". Mosharafa. 9 (1): 59–70. doi:10.31980/mosharafa.v9i1.628.
- Mubarak, A.Z. (2021). Masjid Agung Tasikmalaya: Sejarah, Arsitektur, Tokoh dan Gerakan Islam di Kota Santri. Kota Tasikmalaya: Pustaka Turats Press. ISBN 978-623-95567-5-4.