Masjid Saka Tunggal Banyumas
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
|
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Masjid Saka Tunggal adalah masjid yang terletak di Desa Cikakak Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah atau sekitar 30 kilometer arah barat daya Purwokerto. Masjid ini dipercaya merupakan masjid tertua yang ada di Indonesia, bahkan masjid ini ada sebelum adanya Wali Sanga. Masjid ini dibangun pada tahun 1288 H (1871 M) seperti yang tertulis pada Saka Guru (Tiang Utama) masjid ini. Tahun pembuatan masjid ini lebih jelas tertulis pada kitab-kitab yang ditinggalkan pendiri masjid ini, yaitu Kyai Mustolih. Namun, kitab-kitab tersebut telah hilang bertahun-tahun yang lalu.[1]
مسجد ساكا تونغال Masjid Saka Tunggal | |
---|---|
Agama | |
Afiliasi | Islam |
Lokasi | |
Lokasi | Banyumas, Jawa Tengah, Indonesia |
Arsitektur | |
Tipe | Masjid |
Sejarah
Masjid Saka Tunggal didirikan oleh Kiai Mustolih yang cukup lama tinggal di Desa Cikakak untuk berdakwah. Masyarakat Cikakak saat itu masih banyak yang melakukan perbuatan yang menyimpang dari ajaran agama Islam. Kiai Mustholih berpikir diperlukan adanya masjid sebagai pusat dalam menyebarkan dakwah. Dengan alasan tersebut, sebuah masjid pun dibangun. Masjid tersebut dikenal dengan nama Masjid Saka Tunggal Baitussalam. Masjid ini digunakan sebagai pusat dakwah Kiai Mustolih.[2] Masjid ini disebut Saka Tunggal karena tiang penyangga bangunan masjid ini, dulunya hanya satu tiang (tunggal).[3]
Di masjid ini juga ada hutan- hutan yang dihuni oleh monyet liar yang berkeliaran di sekitar area masjid. Meskipun tergolong hewan liar, kera-kera tersebut jinak dan bersahabat selama tidak diganggu. Kera-kera tersebut sering turun ke sekitar masjid dan perumahan warga. Pengunjung bisa mengajak mereka bercengkerama dengan sekedar memberi kacang, pisang, atau makanan kecil lainnya.
Arsitektur Masjid Saka Tunggal
Tulisan Awaliyah Mudhaffarah bertajuk "Refleksi Budaya Komunitas Islam Aboge Cikakak pada Masjid Saka Tunggal Banyumas" (2017) menyebutkan, masjid ini menggunakan atap sirap kayu. Selain itu, material dinding masjid awalnya adalah kayu dan anyaman bambu, namun kemudian dilakukan penambahan dinding bata untuk eksterior masjid dengan tujuan preservasi atau pemeliharaan. Penelitian Arif Sarwo Wibowo berjudul "Historical Assessment of the Saka Tunggal Mosque in Banyumas" yang terhimpun dalam Journal of Asian Architecture and Building Engineering (Volume 15, 2016), menuliskan bahwa pada interior masjid, anyaman bambu digunakan sebagai partisi antar ruangan dan sebagai material plafon. Kolom utama Masjid Saka Tunggal Banyumas terbuat dari kayu solid tanpa sambungan sama sekali yang berukuran 24x24 cm pada pangkalnya. Baca juga: Sejarah Hidup Sunan Bonang: Dakwah Islam Lewat Gamelan & Sastra Masjid Sultan Suriansyah: Sejarah, Interior, & Arsitektur Bangunan Masjid Tua Palopo, Sejarah Islam di Luwu, & Keunikan Arsitektur Kolom masjid dihiasi dengan empat buah sayap dan dipenuhi dengan ukiran bercorak flora. Empat buah sayap tersebut melambangkan “papat kiblat lima pancer” atau atau empat mata angin dan satu pusat. Pada mimbar masjid terdapat ukiran berupa dua buah surya mandala yang melambangkan dua pedoman umat muslim, yakni Al-Qur’an dan Hadits. Ornamen-ornamen yang terdapat pada masjid ini sangat kental dengan simbolisme nilai-nilai Islami yang bersinergi dengan adat-istiadat Jawa. Hal ini menggambarkan harmonisasi Islam dengan budaya lokal yang sudah ada sebelumnya.[2]
Tradisi Unik
Tradisi unik yang ada di Masjid Saka Tunggal ini antara lain adalah zikir seperti melantunkan kidung Jawa. Keunikan ini cukup terasa pada hari Jumat ketika selama menunggu waktu shalat Jumat dan setelah shalat Jumat, jamaah masjid Saka Tunggal berzikir dan bersalawat dengan nada seperti melantunkan kidung Jawa. Dengan bahasa campuran Arab dan Jawa, tradisi ini disebut tradisi ura-ura.
Pakaian Imam dan muazin
Imam masjid tidak menggunakan penutup kepala yang lazimnya digunakan di Indonesia yang biasanya menggunakan peci, kopiah, tetapi menggunakan udeng atau pengikat kepala. Khotbah Jumat juga disampaikan seperti melantunkan sebuah kidung.
Empat muazin sekaligus
Empat orang muazin berpakaian sama dengan imam, yakni menggunakan baju lengan panjang warna putih dan udeng bermotif batik. Keempat muazin tersebut mengumandangkan azan secara bersamaan.
Semuan rangkaian sholat jumat dilakukan berjama’ah
Seluruh rangkaian salat Jumat dilakukan secara berjamaah, mulai dari salat Tahiyatul Masjid, Qabliyah Jumat, salat Jumat, Ba'diyah Jumat, shalat Zuhur, hingga Ba’diyah Zuhur.
Tanpa Pengeras Suara
Masjid Saka Tunggal Baitussalam hingga saat ini masih mempertahankan tradisi untuk tidak menggunakan pengeras suara. Meski demikian, suara azan yang dilantunkan oleh empat muazin sekaligus tetap terdengar lantang dari masjid ini.
27 Rajab
Setiap tanggal 27 Rajab di masjid ini, diadakan pergantian jaro dan pembersihan makam Kyai Mustolih.
Referensi
- ^ Biro Humas Jawa Tengah. "Masjid Saka Tunggal Dan Taman Kera". Promo Jateng. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-08. Diakses tanggal 15 September 2021.
- ^ a b Parinduri ", Alhidayath (28 April 2021). "Sejarah Masjid Saka Tunggal Banyumas: Dibangun Sebelum Majapahit?". Tirto.id.
- ^ Masjid Saka Tunggal
Pranala luar
Berita pada situs Kabupaten Banyumas[pranala nonaktif permanen]