The Mirror Never Lies

film Indonesia tahun 2011 karya Kamila Andini
Revisi sejak 31 Desember 2022 19.08 oleh Hanamanteo (bicara | kontrib) (Hanamanteo memindahkan halaman The Mirror Never Lies ke Laut Bercermin dengan menimpa pengalihan lama: lebih tepat)

Laut Bercermin (judul internasional: The Mirror Never Lies, lit. "Cermin Tak Pernah Bohong") adalah film drama Indonesia yang dirilis pada 2011 dengan disutradarai oleh Kamila Andini yang dibintangi oleh Gita Novalista, Reza Rahadian dan Atiqah Hasiholan. The Mirror Never Lies dirilis untuk reaksi kritikan yang bagus. Kritikus banyak yang memuji aspek produksi film, tata setting, serta akting dramatis dari aktris utama Gita Novalista.

The Mirror Never Lies (Laut Becermin)
Poster film
SutradaraKamila Andini
ProduserWWF-Indonesia
Pemda Kabupaten Wakatobi
Asaf Antariksa
Anastasia Rina
Wiwid Setya
Gita Fara
Garin Nugroho
Nadine Chandrawinata
SkenarioKamila Andini
Dirmawan Hatta
CeritaKamila Andini
PemeranGita Novalista
Reza Rahadian
Atiqah Hasiholan
DistributorSet Film
WWF Indonesia
Tanggal rilis
26 April 2011
Durasi100 menit
NegaraIndonesia

The Mirror Never Lies mendapatkan tujuh nominasi dalam Festival Film Indonesia 2011, termasuk Film Terbaik, Sutradara Terbaik untuk Camilla Andini, dan Aktris Terbaik untuk Gita Novalista. Film ini juga mendapatkan tiga belas nominasi dalam Festival Film Bandung 2012, memenangkan empat, termasuk penghargaan tertinggi Film Terpuji dan Sutradara Terpuji untuk Camilla Andini.[1]

Sinopsis

Ketika Pakis (Gita Novalista), gadis berusia 12 tahun dari suku Bajo di kabupaten Wakatobi, bangun tidur sebelum matahari terbit, ia langsung mengambil sampan dan berangkat ke tempat Sandoro, peramal di daerahnya, bersama sahabatnya Lumo (Eko). Sandoro melakukan ritual dengan menggunakan cermin, dimana masyarakat sekitar percaya bahwa dengan cermin bisa melihat apa yang dinanti. Namun ritual itu gagal, Pakis tidak bisa menemukan bayangan orang yang paling ia nanti, ayahnya.

Tidak jelasnya keberadaan suaminya saat melaut membuat Tayung (Atiqah Hasiholan), ibu Pakis, menggantikan peran suaminya dalam mencari nafkah. Di pasar, Tayung yang hanya mampu berjualan teripang tidak mendapat untung sebanyak tetangganya yang berjualan ikan. Pakis yang sering menunggu kepulangan ayahnya sampai tidak tidur pun ditegur oleh gurunya di sekolah, yang membuat Tayung kecewa. Tambah lagi, Pakis selalu lebih suka bermain dengan cermin peninggalan ayahnya, yang bahkan tidak ia bolehkan ibunya untuk menggunakan. Meskipun semua orang, termasuk ibunya dan Lumo, menasihati Pakis untuk merelakan ayahnya, Pakis tetap menanti kepulangannya. Kunjungan-kunjungan berikutnya ke Sandoro pun tidak kunjung menimbulkan bayangan yang ia cari.

Ketika seorang peneliti lumba-lumba dari Jakarta datang bernama Tudo (Reza Rahadian), kepala kampung meminta Tayung untuk menjadi penyambut tamu tersebut, dan, meskipun diprotes oleh Pakis, akhirnya menyewakan kamar suaminya untuk Tudo. Kehadiran Tudo membawa warna tersendiri untuk kampung tersebut: Tayung berusaha untuk tetap dingin meskipun ia sering memandangi Tudo, sementara Pakis dan Lumo menyukai Tudo yang tahu cara berbaur dengan orang-orang. Tudo pun mengajar sementara di sekolah Pakis, terutama tentang biologi lautan. Meski sempat merasa ingin menarik perhatian pria itu, Pakis pun bersikap lebih santai dengan pria ibu kota itu.

Suasana ekonomi semakin sulit saat Tayung beralih menjual rumput laut, yang meski tidak mendatangkan untung sebanyak teripang, tetapi lebih mudah disiapkan dan ditumbuhkan. Pakis pun sering tertangkap basah mencuri ikan tangkapan nelayan, meskipun niatnya baik karena ayahnya pernah berkata ikan kecil harus dilepaskan agar mereka bisa tumbuh dulu. Ketika lumba-lumba yang diteliti Tudo tak kunjung terlihat, ia pun mulai tertarik pada Tayung, meski mereka memutuskan untuk tidak melakukan hubungan lebih jauh.

Suatu pagi Pakis pun dikejutkan dengan hilangnya cermin kesayangannya. Ketika ia menemukan ibunya telah menyembunyikan cermin itu, Tayung pun marah dan mengingatkan Pakis akan kejamnya lautan luas itu dan apapun bisa terjadi pada ayahnya, sebelum membanting cermin itu hingga pecah. Pakis yang tidak bisa berbicara hanya bisa memungut pecahan kaca dan membawanya pada Lumo untuk disatukan, tetapi pecahnya cermin itu menyebabkan tidak bisanya lagi Sandoro membantunya melakukan ritual cermin.

Akhirnya sang ayah pulang, tetapi yang pulang bukan ayah Pakis, tapi ayah Lumo, yang ditemukan telah meninggal di lautan. Pada perahunya yang rusak, ditemukan potongan papan perahu ayah Pakis, yang ada ukiran namanya. Pakis, yang hanya bisa berbagi sedih tanpa kata dengan Lumo, akhirnya merelakan ayahnya kepada lautan. Pakis tidak pernah lagi mengunjungi Sandoro, ia mulai membantu ibunya bekerja dan ia tidak pernah lagi tertidur di kelas. Dan, di dasar lautan, cermin peninggalan ayahnya terlihat berkilauan, bersandar pada terumbu karang Wakatobi.

Referensi

  1. ^ Gibbons, Zeynita (2014-05-18). Ratomo, Unggul Tri, ed. "Film karya Kamila tarik perhatian di Cannes". ANTARA News. Diakses tanggal 2021-05-19. 

Pranala luar