Kamora, Mimika Tengah, Mimika

kampung di Kabupaten Mimika, Papua Tengah


Kamora (dulu disebut Miyoko) adalah kampung yang berada di distrik Mimika Tengah, Mimika, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Indonesia.

Kamora
Negara Indonesia
ProvinsiPapua Tengah
KabupatenMimika
KecamatanMimika Tengah
Kodepos
99972
Kode Kemendagri94.04.08.2005 Edit nilai pada Wikidata
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²

Sejarah

Leluhur masyarakat Kamoro yang menempati Kampung Miyoko/Mioko atau yang sekarang disebut Kampung Kamora sebelumnya hidup secara nomaden. Mereka telah berpindah sebanyak 9 kali. Pertama mereka tinggal di Tinaruma di sekitar sungai Kamora. Dua pemuda asal Tinaruma mencari wana (minyak rambut) ke sungai Pekarau.

Setelah kedua pemuda ini pergi, terjadi insiden dengan mahluk gaib We Kimikiyu di Kokotiri, dimana Weyako Kimikiyu membantai masyarakat Tinaruma. Masyarakat ini dihidupkan kembali oleh mahluk gaib dengan syarat mereka harus hidup di rumah adat Ema Kame. Karena peraturan ini dilanggar, mereka dikutuk menjadi hewan.

Ketika kedua pemuda kembali, mereka menemukan kampung sepi, kecuali dua kekasihnya yang menceritakan peristiwa yang terjadi sebelum mereka juga berubah menjadi hewan. Setelah kedua pemuda tersebut beristirahat dibawah pohon kelapa putih, mereka merubah menjadi mahluk gaib dan melakukan perjalanan menuju Ampouta, kampung kedua.

Dalam perjalanan mereka menetap di rumah bapak Wakuru (titisan lau-lau), karena mereka tidak memberikan sagu, bapak Wakuru menyebabkan mereka tersesat hingga kembali ke rumah, sebelum melepaskan mereka setelah diberikan sagu. Setibanya di Ampouta, mereka menemukan masyarakat yang berinteraksi dengan mahluk gaib asal Tinaruma. Peristiwa ini mengakibatkan peperangan, sehingga masyarakat harus pindah ke kampung ketiga, bernama Mbakarepeyau.

Di Mbakarepeyau, masyarakat kamora mulai mengenal adat tusuk hidung, mbirimu walaupun tidak terlaksana karena perselingkuhan Dakara Wauta (adik lelaki) dengan istri Dakara (kakaknya). Peristiwa ini menyebabkan pembunuhan di rumah adat ema kame, dan kutukan dari mertua (ibu dari istri) Dakara yang menyebabkan masyarakat harus berpindah ke kampung keempat.

Referensi